Share

15. Berpisah Untuk Bertemu Kembali

    Sesosok rubah siluman berekor sembilan tiba-tiba saja melintas di depan Rin dan Zura yang sedang melakukan pencarian buah Sensa. Beruntung, Zura terlebih dahulu menarik sang gadis Akibara untuk bersembunyi di antara semak-semak sehingga siluman berbulu warna putih tersebut tidak menyadari keberadaan mereka.

"Kita harus ekstra berhati-hati di sini, Rin. Rubah yang kita lihat tadi itu adalah jenis siluman jahat yang sangat kuat. Jenis roh seperti itu harus kita hindari sebisa mungkin. Demi keselamatan kita bersama. Paham?" Zura menerangkan kepada teman seperjalanannya, Rin.

Gadis itu hanya menganggukkan kepalanya saat mendengarkan penjelasan singkat dan padat dari pemuda bermanik mata cokelat. Tak ingin banyak bicara dan cukup mengikuti Zura saja. Maka, dia akan aman, pikir Rin di dalam kepalanya.

Keduanya lalu meneruskan perjalanan, hingga lagi-lagi bertemu dengan makhluk-makhluk pencari masalah. Rin dan Zura saling pandang. Saatnya beraksi!

Usai mengalahkan beberapa roh dan siluman jahat, Zura dan Rin telah sampai di tengah hutan yang cukup lebat. Benarlah apa yang menjadi buah bibir penghuni Dunia Bawah, di sana terdapat sebuah pohon besar dengan banyak buah yang ciri-cirinya sama seperti yang Zura ceritakan.

Tak salah lagi, itu adalah buah Sensa. Buah kekuatan yang mereka cari-cari selama ini. Merasa senang menemukan buah yang 100 tahun sekali baru berbuah lebat itu, Zura yang menjadi Zura tsundere dengan penuh semangat berlari ke arah pohon legenda tersebut dan mencabut beberapa buah Sensa yang ada dari batangnya.

Dengan senyum secerah matahari pagi yang hangat, Zura meraup buah-buah itu dengan kedua tangannya. Ia terlihat begitu rakus untuk mendapatkan semua buah Sensa itu. "Rin! Akhirnya kita mendapatkannya!" Zura berseru dengan gembira sembari memetik beberapa buah yang tersisa dari pohon tersebut.

Ketika tak mendapati jawaban apa pun dari gadis yang sejak beberapa hari yang lalu sudah bersamanya, Zura pun membalikkan badan dan menyadari bahwa sang gadis Akibara sedang dikelilingi oleh siluman-siluman buruk rupa yang jahat.

"RIN!" teriak Zura panik.

Seolah melengkapi situasi yang memburuk, buah Sensa yang ada di tangan Zura secara aneh berubah menjadi sesosok siluman tanaman yang besar. Kontan saja Zura langsung melepaskan buah-buah lain di tangannya yang juga mulai berubah wujud menjadi siluman mengerikan.

Zura mendecih pelan, ternyata semua hanya tipuan belaka.

"Sial! Apa sebenarnya itu?" Komentar Zura dengan nada gusar. Pemuda itu lalu mencabut pedangnya dan memasang posisi siaga. Matanya tajam mengawasi sekitar, hingga terdengar jeritan seorang gadis yang sangat ia kenali. "KYAAA!"

"RIIINN!" teriak Zura kencang begitu melihat gadis Akibara berada dalam bahaya. 

Zura langsung menebas beberapa roh jahat di dekatnya dan berusaha mendekati Rin yang juga sedang memasang posisi bertarung di sana. Busur dan anak panah gadis itu telah siap di kedua tangannya, tetapi raut wajah Rin terlihat panik. Zura buru-buru merapatkan punggungnya ke punggung sang gadis, dan keduanya sudah berada di posisi bertarung.

Dalam sekali serangan, Zura berhasil melumpuhkan beberapa siluman jahat, tetapi bertarung sembari melindungi seseorang itu bukanlah perkara yang mudah. Apalagi melindungi gadis yang masih awam dengan dunia yang dipenuhi dengan monster.

Rin terlihat panik dengan keadaan yang ada di sekitarnya. Ia yang belum terbiasa menggunakan busur dan panah seketika menjadi lengah, sebuah sayatan dari kuku tajam siluman berwujud singa merah, berhasil merobek lengan sang gadis Akibara hingga mengucurkan darah segar.

Gadis bermanik hitam lantas menjerit kesakitan. Lukanya memang tak dalam ataupun besar, tetapi tetap saja rasanya sangat menyakitkan. Sebulir cairan bening menitik dari bola mata Rin yang memerah. Mendapati hal itu, Zura terdiam.

Sorot mata sang pemuda menjadi gelap, tetapi senyuman lugu justru tampak di wajah manisnya. Rupanya monster yang sudah berani melukai Rin tadi telah membangkitkan kepribadian lain dari dalam dirinya yaitu Zura yang yandere.

"Wah, wah, wah. Berani sekali kalian melukai Rin-ku. Apa kalian semua ingin mencoba kematian di Dunia Bawah ini?" Zura masih tersenyum dengan sebilah pedang yang kini ia acungkan ke depan.

Meski dikelilingi oleh beberapa roh jahat dari pohon buah Sensa yang tadi berubah wujud dan siluman berwajah buruk rupa yang datang entah darimana, tak membuat Zura merasa ketakutan sedikit pun.

Pemuda bermata merah itu justru terlihat bersemangat sekali. Tak akan ia biarkan Rin terluka lebih dari ini. Tidak akan!

"Aku akan memberi kalian rasa sakitnya sebuah luka!!"

BRAKKK!

Belum sempat pemuda itu melayangkan serangannya kepada mereka, sesosok monster bertubuh besar dan membawa tongkat besar menyerang tubuh sang pemuda hingga menyebabkan tubuh Zura menghantam sebuah pohon.

Nyaris mengenai Rin yang tengah meringis kesakitan tak jauh darinya. Sekujur tubuh sang Izazura Shin kini sudah dipenuhi dengan luka. Tak dapat dipungkiri, roh jahat yang menjadi tandingannya berjumlah sangat banyak dan kuat. Jika seperti ini terus, kecil kemungkinan Rin akan selamat.

Rin yang merasa lukanya tak terlalu parah, nekat berlari menuju tempat Zura sedang terkapar lemah. Didekapnya tubuh sang pemuda dengan mengabaikan rasa sakit di lengannya sendiri. Yukata Zura terkena cairan kental yang berasal dari luka sang gadis Akibara.

"Zura! Zura!" panggil Rin setengah berteriak. Gadis itu tampak panik melihat kondisi Zura. "Bertahanlah!" Sang gadis menepuk-nepuk pipi Zura dengan sedikit bertenaga. Berusaha memberikan kekuatan kepadanya. Berharap Zura tidak kehilangan kesadarannya.

"Psst. Tenanglah, Rin," bisik Zura dengan suara kecil. "Aku ini kuat, luka seperti ini bukan apa-apa untukku. Jadi, tolong jangan menangis lagi." Zura mengulurkan tangannya perlahan, bertindak menghapus air mata yang berlinang di manik hitam milik sang gadis Akibara.

Menahan sakitnya, Zura pun mencoba bangkit. Tiba-tiba gairahnya naik ke permukaan. Semangatnya menggebu-gebu. "Ha! Aku tidak akan membiarkan diriku kalah!" teriaknya dengan intonasi tinggi. "Aku harus mendapatkan buah itu!"

KREK!

Tiba-tiba, tubuh Zura berubah menjadi sesosok makhluk berbadan besar berwarna merah dengan pedang yang besar di tangan kanannya. Rin terbelalak tak percaya.

Dalam perjalanan mereka, Zura sempat mengatakan bahwa yang memiliki wujud di luar wujud manusia dan hewan hanyalah siluman dan iblis. Siluman tidak dapat berubah wujud menjadi manusia, tetapi iblis memiliki dua wujud.

Apa itu artinya … Zura adalah iblis?

Sosok iblis bermata tiga tersebut mengangkat pedangnya tinggi-tinggi, lalu menebas banyak sekali siluman dan roh jahat yang menghadang langkahnya tanpa menyisakannya sama sekali.

Setelah habis tak tersisa, iblis berpedang itu kembali mengubah wujudnya menjadi seorang Izazura Shin yang Rin kenal.

Sebelum tubuh oleng Zura menyapa tanah, Rin dengan cepat menahan sang pemuda dan memapahnya keluar dari dalam hutan dengan sangat hati-hati.

Dalam rasa lelahnya, Zura meminta maaf kepada Rin karena telah menyembunyikan jati dirinya yang sebenarnya.

"Maaf ... maafkan aku, Rin," ucap Zura penuh penyesalan.

"Sebenarnya aku adalah iblis yang disebut dengan Onigama. Oleh karena sebuah dosa besar yang kulakukan dulu yaitu berusaha membunuh pangeran iblis, aku pun dihukum berat oleh para penguasa. Aku sudah jera dan mendapat kesempatan menjadi iblis baik, dengan melindungi manusia dari makhluk keji bangsaku sendiri."

Rin akhirnya dapat mengerti mengapa Zura mampu mengubah wujudnya. Sang gadis Akibara mmalingkan wajah dan membuat iris merah Zura menampakkan keputusasaan.

"Kau tidak salah. Jadi, tidak perlu minta maaf," ucap Rin. Manik merah terbelalak, berbentuk bulat sempurna. "Kau tidak benci padaku?" tanya Zura hati-hati.

Gadis yang ditatap oleh Zuta tersenyum. Rona merah menghiasi pipinya yang putih. "Aku menyukaimu, Zura," ungkapnya malu-malu.

Dengan ungkapan itu, wajah Zura pun tak kalah memerah. Dengan canggung, sang pemuda berdeham. "Be-benarkah?" tanyanya. "Harusnya aku yang mengatakan itu, Rin."

Zura mengusap kepala sang gadis Akibara. "Aku menyukaimu," ungkapnya. Hari-hari yang mereka lewati bersama, telah menumbuhkan rasa di hati sang iblis Onigama.

Rin tertawa kecil, wajahnya terlihat begitu cerah. "Jadi, kau juga menyukaiku, Zura?" tanyanya ceria. "Baiklah! Mulai sekarang ... kita adalah sahabat!"

"Huh?" Zura tampak terkejut mendengar pernyataan sang gadis, tetapi sesaat kemudian ia tersenyum tipis. "Baiklah, semua berawal dari sahabat. Benar begitu, kan?"

+++++

"Kau bisa melangkah sendiri?" tanya Rin saat memapah Zura untuk berdiri dengan hati-hati. Zura menolehkan kepalanya, dan berhadapan langsung dengan wajah lugu sang gadis. "Ya, aku bisa. Lepaskan dulu."

Rin melepaskan tangan Zura yang melingkar di bahunya, lalu menatap Zura dengan tatapan waswas. "Hati-hati saat melangkah!" ucapnya memperingatkan.

Zura lalu melirik Rin, gadis itu tidak membawa busur dan tempat untuk menyimpan anak panah. Ada di mana benda itu? Tanya Zura dalam hati. Belum sempat menyuarakan isi pikirannya itu kepada sang gadis Akibara, kakinya sudah lebih dulu menginjak sesuatu hingga terdengar suara yang retak di bawah kakinya.

Zura dan Rin sama-sama menundukkan kepala. "HUWAAA! Busurku!" pekik Rin nyaring, kontan hal itu membuat Zura tersentak. Sang gadis langsung berjongkok dan meratapi busurnya yang patah menjadi dua. "Hwee, busurku patah."

Zura terkekeh, bukannya merasa bersalah, ia justru merasa lucu dengan tingkah gadis manusia di depannya. "Hanya benda seperti itu, kau sampai bersedih," ejeknya. Rin menggembungkan pipi dan membalas ucapan Zura, "Aku sudah mendapatkan ini susah-susah dan kau malah menginjaknya sampai patah!"

"Memangnya kau menemukan ini di mana?"

Rin mengusap hidungnya yang memerah, suaranya terdengar serak. "Di ... di bekas peperangan. Aku menemukan ini di sana," jawabnya malu-malu. Sontak saja Zura tertawa terbahak-bahak saat mendengarnya.

"Kenapa tertawa?" tanya Rin kesal. Zura yang sudah bisa berdiri tegak, lantas bersidekap tangan di dada. Sang Onigama tersenyum lebar, tampak manis karena lesung pipinya terlihat. "Mau kuajari sesuatu yang menarik?" tanya Zura balik kepada Rin.

Gadis itu tampak antusias. Diajari oleh seseorang yang baik hati seperti Zura, siapa pun tentu tidak akan melewatkan kesempatan ini! Sayangnya, Rin lupa bahwasanya Zura itu tetaplah sesosok iblis.

+++++

"Aku akan mengajarimu sebuah mantra untuk menciptakan suatu benda yang sederhana. Mantranya cukup mudah, manusia sepertimu pasti bisa melakukannya."

Zura menjentikkan jarinya, lalu muncullah sebuah busur panjang berwarna hitam dan di bagian tengahnya terdapat garis putih tipis. Zura tersenyum sambil menyerahkannya kepada Rin yang sudah berhenti menangis. "Untukku?" tanya Rin ragu.

Zura tertawa pelan, ia lalu meraih tangan Rin, membuka telapak tangannya dan menaruh busur tersebut kepada sang gadis Akibara. "Hadiah untukmu," ucapnya sambil tersenyum manis. "Jangan menangisi sesuatu yang tidak perlu lagi."

Rin memandang busur yang ada di tangan kirinya tanpa berkedip. Hadiah dari Zura, begitu indah, pikir sang gadis kemudian. Rin lalu mengangkat wajahnya dan tersenyum lebar kepada Zura. Sosok yang beberapa waktu ini sudah menemani dan mengajarinya banyak hal.

"Terima kasih, Zura."

Zura yang semula tersenyum lebar, mendadak berubah ekspresinya. Ia terlihat murung, dan Rin yang sedari tadi memperhatikan sang pemuda menyadari perubahannya itu. Rin menebak sekarang Zura sedang berada di mode kuudere. "Ada apa, Zura?" tanya Rin penasaran.

Zura yang melamun, langsung tersentak saat Rin menepuk pundaknya. "Sebaiknya kita bicarakan ini sambil duduk dulu," ucapnya datar. Rin hanya diam mendengarkan. Lagi-lagi dere sang iblis berubah.

Ketika keduanya sudah menemukan tempat berteduh yang cocok, Zura langsung menarik tangan sang gadis miko untuk mengikutinya. Cengkeraman Zura di tangan Rin begitu erat, hingga membuat Rin meringis pelan. "Duduk," ucap pemuda itu dengan ekspresi dingin. "Nanti kakimu sakit."

Rin tersenyum saat menemukan Zura yang tsundere, ia lalu duduk di depannya. Terjadi hening selama beberapa saat, Rin yang bosan sampai harus mengukir tanah dengan anak panahnya. Sembari bertanya dalam hati, apa tujuan Zura menyuruhnya duduk di sini dan berbicara serius?

"Rin," panggil Zura tiba-tiba. Sang gadis Akibara menggumam sebagai jawaban, fokusnya hanya pada apa yang kini ia kerjakan. Zura lantas memandangi Rin yang sedang fokus mengukir sesuatu di permukaan tanah. "Kau tentu ingat kan siapa aku?"

Rin menengadahkan wajah, memandangi pemuda di depannya. Zura lalu melanjutkan ceritanya yang sempat terjeda karena lamunannya sendiri. "Aku sudah banyak membohongimu, Rin. Aku berbohong mengenai aku yang berasal dari Osaka, tentu itu mustahil. Sebab, aku sama sekali belum pernah ke dunia manusia, ke dunia asalmu."

"Aku juga baru hari ini memberitahumu bahwa aku adalah seorang iblis, setelah berbagai peristiwa yang kita lewati bersama-sama. Aku begitu terkejut saat menemukan kalau kau tidak takut atau langsung menjauh dariku. Terima kasih, Rin."

Rin memandangi teman pertamanya itu dengan mata yang berkaca-kaca, gadis itu hampir menumpahkan kembali air matanya jika saja tidak dicegah oleh Zura. "Tidak, jangan," pintanya. "Kumohon, jangan menangis. Aku yang salah."

Rin menggeleng cepat, lalu berkata, "Bukan, Zura. Aku sama sekali tak menyalahkanmu, aku juga tidak merasa kau telah membohongiku."

"Aku hanya ... aku hanya ...."

"Aku mengerti."

Rin yang sedang mengusap matanya yang berair langsung mengarahkan tatapannya kepada Zura yang kini sedang menatapnya. "Aku senang mengenal gadis sepertimu, Rin," ungkap Zura dengan suara rendah.

"Sepertinya ... kita cukupkan saja perjalanan kita sampai di sini. Kita berdua sudah gagal mendapatkan buah Sensa itu, dan aku berencana mencarinya lagi seorang diri."

Setitik cairan bening jatuh dari pelupuk mata sang gadis Akibara. Merasa tak percaya terhadap apa yang telah ia dengar dari Zura. "Kenapa?" tanyanya lirih. "Kenapa kau akan pergi meninggalkanku, Zura?

Iblis dari kalangan biasa itu terlihat sedih saat menyaksikan ada seorang manusia yang rela menitikkan air mata berharganya, hanya demi menangisi makhluk pembunuh seperti seorang Izazura Shin. Zura lalu tertawa canggung. "Kenapa?" tanyanya balik kepada Rin.

"Suatu saat kita pasti bertemu kembali," ucap Zura lagi seraya terkekeh pelan, ia lalu mendekap sosok sang gadis Akibara dan menepuk kepala Rin perlahan. "Percayalah."

Begitu pelukan keduanya terlepas, Zura langsung bangkit dan beranjak meninggalkan sang gadis. Baru beberapa langkah ia menjauh dari sana, iblis berlesung pipi itu lantas berbalik badan dan tersenyum manis kepada gadis Akibara yang sibuk menatap kepergiannya.

"Kita pasti akan bertemu lagi, Rin. Entah kapan, tetapi aku percaya pertemuan kita adalah takdir," ucapnya menenangkan sang gadis. "Ketika waktunya telah tiba, aku harap hubungan di antara kita bukan lagi persahabatan. Aku akan menantikan saat-saat itu."

Zura melambaikan tangan kepada sang gadis Akibara, lalu berucap lirih, "Sayonara, Rin. Ingatlah, kita pasti akan bertemu lagi."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status