Share

Bab 6 Permintaan Daniel

Sinar matahari pagi yang begitu cerah. Musim kemarau adalah salah satu musim yang Callista sukai. Sebenarnya, semua musim Callista menyukainya. Hanya saja, Callista kurang menyukai musin panas dan juga musin dingin.

Callista melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menuju Renaldy Company. Hari ini dengan terpaksa Callista harus bertemu dengan pria yang menolongnya itu. Entah beruntung atau tidak kenyataannya pria itu ternyata adalah pemegang saham terbesar di rumah sakit tempat di mana dia bekerja.

Jika boleh memilih, Callista lebih baik memeriksa pasiennya atau beristirahat di apartemen, dari pada harus bertemu dengan Daniel Renaldy yang telah memaksanya untuk bertemu dengannya. Padahal hari ini Callista memiliki jadwal yang cukup padat di rumah sakit. Beruntung Olivia mau menggantikannya.

Callista melirik arloji kini masih pukul sembilan pagi. Setidaknya dia tidak akan terlambat. Mengingat pria itu mengatakan padanya untuk tidak datang terlambat. Lagi pula Callista tidak akan lama, saat ini Callista sudah membawa cukup banyak uang tunai untuk mengganti uang yang telah dikeluarkan oleh Daniel.

Kini Callista sudah tiba di gedung milik Renaldy Company. Tertera logo R di gedung itu. Callitsa membelokan mobilnya masuk ke dalam halaman parkir dari Renaldy Company. Kemudian, Callista turun dari mobil. Callista melepaskan kaca mata hitamnya dan meletakan di atas kepala.

Callista melangkah mendekat ke arah receptionist. Sebenarnya bisa saja Callista menghubungi Danel jika dia sudah tiba. Tapi Callista lebih memilih untuk tidak mengabari Daniel.

“Selamat pagi, Nona. Ada yang bisa saya bantu?” tanya sang receptionist dengan ramah saat melihat Callista.

“Pagi, aku Callista. Aku ingin bertemu dengan Tuan Daniel Renaldy,” jawab Callista dengan senyuman di wajahnya.

“Maaf Nona, apa anda sebelumnya sudah membuat janji pada Tuan Daniel?” tanya receptionist itu kembali.

Callista mengangguk samar. “Sudah, aku sudah membuat janji padanya. Kau bisa menghubunginya untuk mengkonfirmasi kedatanganku.”

“Baik, Nona, mohon ditunggu. Saya akan mengkonfirmasi sebantar,” ucap receptionist itu. Callista kembali mengangguk. Setelah itu sang receptonist segera melakukan panggilan.

Callista mengalihkan pandangannya, dia menatap setiap sudut lobby perusahaan yang terlihat sangat elegan. Perpaduan warna gold dan silver membuat lobby perusahaan ini layaknya hotel berbintang lima. Harus Callista akui, tatanan perusahaan ini begitu indah dan mewah.

“Nona Callista,” panggil receptionist itu yang membuat Callista kembali melihat ke arah receptionist. “Ya? Kau sudah konfirmasi kedatanganku?” tanya Callista memastikan.

“Sudah, Nona, anda bisa langsung naik ke lantai 95. Di sana ruang kerja Tuan Daniel,” kata receptionist itu sembari memberikan kartu akses gedung pada Callista.

“Terima kasih,” Callista mengambil kartu akses gedung, lalu dia melangkah menuju lift.

Ting

Pintu lift terbuka, Callista melangkah keluar dari lift. Dia menatap ruangan besar disudut kanan. Namun saat Callista ingin melanjutkan langkahkanya, tiba-tiba muncul sosok pria terbalut jas berwara hitam formal. Pria itu menundukan kepalanya saat melihat Callista.

“Selamat pagi Nona Callista, perkenalkan saya Harry assistant pribadi Tuan Muda Daniel,” sapa pria yang di hadapan Callista yang bernama Harry.

Callista tersenyum ramah. “Selamat pagi. Aku Callista. Apa Tuan Daniel ada di ruang kerjanya?”

“Ada Nona, Tuan sudah menunggu kedatangan anda. Mari saya antar, Nona,” kata Harry. Callista mengangguk. Kemudian Harry berjalan menuju ruang kerja Daniel. Callista mengikutinya dari belakang.

“Silahkan masuk, Nona.” Setelah membukakan pintu, Harry langsung mempersilahkan Callista untuk masuk.

“Terima kasih,” balas Callista. Dia melangkah masuk ke dalam ruang kerja Daniel. Saat Callista masuk ke dalam ruang kerja Daniel, Calista sudah tahu jika dirinya terus di tatap oleh Daniel yang duduk di kursi.

“Kau terlambat sepuluh menit Dokter Callista,” tukas Daniel dingin.

Callista mendengus kesal. Dia melangkah mendekat ke arah Daniel. “Aku sudah sejak tadi datang. Tapi receptinionistmu itu mengatakan harus melakukan konfirmasi terlebih dulu. Jadi jangan menyalahkanku Tuan Daniel.”

“Kenapa kau tidak memberitahuku kalau kau sudah di lobby? Aku bisa meminta Harry untuk menjemputmu,” balas Daniel yang tetap tidak menerima alasan.

Callista membuang napas kasar. “Dengarkan aku Tuan Daniel Renaldy, jangan lagi mempersalahkan ini. Aku datang ke sini untuk membayar hutangku.”

Daniel tersenyum miring. “Well, rupanya kau sudah tidak sabar.”

“Katakan berapa hutangku? Aku akan membayarnya hari ini.” Callista mengambil amplop coklat yang berada di dalam tasnya. Dia meletakan amplop coklat itu di atas meja.

“Uangku sudah banyak, aku tidak membutuhkan uangmu!” tukas Daniel tegas.

“Lalu kenapa kau memintaku untuk datang? Kau  mengatakan aku harus membayar hutang,” balas Callista kesal. Dia berusaha menahan emosinya.

“Ya, kau harus membayarnya tapi sudah aku katakan sejak awal kau membayarnya bukan dengan uang,” tukas Daniel menekankan. Dia terus menatap lekat wanita yang duduk di hadapannya.

Callista menarik napas dalam dan menghembuskan perlahan. Kepalanya pusing saat berhadapan dengan pria di hadapannya ini. Dia sendiri tidak tahu apa yang diinginkan pria yang ada di hadapannya ini.

“Tuan Daniel Renaldy, bisakah kau katakan padaku apa yang kau inginkan? Aku harus segera kembali ke rumah sakit. Hari ini aku memiliki jadwal cukup padat.” Callista mencoba mendesak pria di hadapannya ini untuk tidak menunda waktu. Karena memag hari ini Callista memiliki jadwal yang cukup padat.

Daniel beranjak dari tampat duduknya, dia melangkah mendekat ke arah Callista. Dia menyunggingkan senyum di bibirnya saat melihat Callista. Dia terus menatap wanita yang berada di depannya ini. Manik mata berwarna biru yang meninggalkan kesan di matanya.

“Alright, aku hanya ingin kau temani aku ke pesta pertunangan rekan bisnisku,” kata Daniel dengan santai. Namun, Callista tersentak dengan apa yang diminta oleh Daniel.

“Apa kau tidak salah? Aku harus menemanimu ke pesta pertunangan rekan bisnismu? Kenapa harus aku?” Callista menatap Daniel tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar ini.

“Apa kau ingin minum sesuatu?” Daniel melangkah menuju lemari minuman. Dia mengambil botol wine dan dua gelas sloki. Lalu menuangkan wine itu ke dua gelas sloki. Daniel memberikannya pada wanita di hadapannya itu. “Memulai sebuah percakapan dengan minum, aku rasa tidak buruk bukan? Hanya satu gelas tentu tidak akan membuatmu mabuk, Dokter Callista,” lanjutnya dengan tatapan yang tidak lepas menatap manik mata biru Callista.

“Hem.. A-aku,” Callista menemarima gelas sloki itu, tapi tidak mungkin dia meminum wine di pagi hari seperti ini. Terlebih Callista yakin ini bukan wine tanpa alkohol. Sedangkan dirinya tidak pernah bisa meminum minuman beralkohol.

Daniel terdiam menatap Callista yang terlihat gugup saat menerima gelas sloki. Dia kembali menyunggingkan senyuman tipis. “Apa kau bisa minum alkohol?” Daniel menebak dari raut wajah wanita di hadapannya ini terlihat panik dan  takut.

Callista meletakan gelas sloki di tangannya ke atas meja, lalu dia menatap pria di hadapannya. Manik mata berwarna coklat milik pria di hadapannya ini mampu membuatnya tidak henti menatap pria itu. Namun dengan cepat Callista menyingkirkan pikirannya.

“Benar Tuan, aku tidak bisa meminum minuman beralkohol. Mengingat aku ini adalah seorang dokter. Tentu aku harus menjaga kesehatan ku.” Callista menjelaskan dengan tegas.

Daniel menyesap wine di tangannya. “Adikku juga seroang dokter. Tapi dia hebat dalam minum alkohol.”

Callista menggeram, pria di hadapannya ini sungguh menyebalkan. “Dan aku bukan adikmu, Tuan.”

Daniel mengedikan bahunya acuh. “Sekitar empat hari lagi, kau harus menemaniku ke pesta pertunangan rekan bisnisku. Assistantku akan menjemput mu.”

Callista tergelak. Dia mendelik menatap pria itu. “Memangnya aku ini sudah menyetujuinya? Bahkan aku belum mengatakan apapun.”

Daniel tersenyum miring. “Aku rasa kau tau bukan? Aku adalah pemegang saham di rumah sakit tempatmu bekerja. Jadi kau tidak ada alasan untuk menolakku, bukan? Kau hanya memiliki pilihan untuk menerimanya.”

Callista mengumpat dalam hati, dia mengepalkan tangannya dengan kuat. “Jadi kau mengancamku dengan posisi yang kau miliki?” Callista menggeram, dia berusaha mengendalikan emosinya.

Daniel menggerakan gelas sloki ditangannya berirama, pandangannya tetap menatap wanita di hadapannya. “Aku rasa tidak ada salahnya untuk menggunakan kekuasaan yang aku miliki untuk mencapai tujuanku bukan?”

Callista membuang napas kasar. “Fine! Terserah kau, tapi aku saja belum memberitahu alamat apartemenku? Bagaimana kau begitu yakin bisa menemukan apartemenku?”

Daniel tersenyum tipis “Kau Dokter di rumah sakit milikku. Tidak mungkin aku tidak tahu tentang datamu bukan?”

Callista benar-benar bodoh bertanya ini. Dia tidak henti mengumpat dalam hati. Jelas-jelas pria di hadapannya ini adalah pemilik rumah sakit tempat di mana dia bekerja. Tentu pria ini tahu dimana alamantnya tinggal. Seketika Callista merasa beruntung, karena dia selalu menyantumkan alamat apartemen miliknya. Bukan rumah keluarganya.

“Baiklah, aku rasa pembicaraan kita cukup sampai di sini. Aku harus segera kembali ke rumah sakit.” Callista beranjak dari tempat duduknya, lalu berbalik dan langsung berjalan meninggalkan ruang kerja Daniel. Dia tidak memiliki pilihan lain bukan? Karena pria itu menggunakan kekuasaan yang dia miliki.

Daniel terus menatap kepergian Callista. Dia tersenyum tipis, mengingat wanita itu memang tidak bisa menolak dirinya. Dia tidak perlu lagi meminta Harry untuk membawakan wanita yang akan menemaninya ke pesta. Karena kini Daniel sudah memutuskan dokter cantik yang memiliki manik mata berwarana biru itu yang akan menemaninya ke pesta nanti.

***

-To Be Continued

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status