Share

Bab 8 Wanita Keras Kepala

Daniel duduk di kursi kebesarannya. Pikirannya terus memikirkan wanita yang berhasil menarik perhatiannya. Dia sungguh tidak menyangka, wanita yang dia selamatkan ternyata adalah Dokter di rumah sakit miliknya. Ya, dunia terasa begitu sempit. Namun, tidak bisa dipungkiri dirinya begitu bahagia mengetahui Callista adalah dokter di rumah sakit miliknya.

Suara ketukan pintu terdengar membuat Daniel menghentikan lamunanya dan mengalihkan pandangannya ke arah pintu. Kemudian, dia langsung menginterupsi untuk masuk.

“Tuan,” Harry, assistant Daniel melangkah masuk seraya menundukan kepalanya.

“Ada apa, Harry?” tanya Daniel pada assistantnya yang berdiri di hadapannya.

“Tuan saya sudah mendapatkan beberapa wanita yang anda inginkan. Wanita berambut coklat dan bermata biru sesuai permintaan anda. Jika anda ingin saya bisa mengatur anda bertemu dengan mereka,” jawab Harry.

“Aku tidak membutuhkan mereka. Aku sudah mendapatkan wanita yang tepat menemnaiku,” tukas Daniel dingin.

“Maaf, Tuan. Anda sudah menemukan wanita yang tepat untuk menemani anda?” tanya Harry memastikan dengan raut wajah yang bingung.

“Ya, Callista yang akan menamaniku.” Daniel mengambil gelas sloki yang berisikan wine di hadapanya. Lalu menyesapnya perlahan.

“Pilihan anda sangat tepat, Tuan. Nona Callista sangat cantik dan sesuai dengan appa yang anda inginkan. Rambut berwarna coklat dan bermata biru,” ujar Harry.

Daniel mengangguk singkat. “Aku tidak mungkin salah memilih wanita.”

Kini Daniel beranjak dari tempat duduknya, dan mengambil kunci mobilnya. “Harry, kosongkan jadwalku hari ini.”

“Maaf, Tuan. Anda ingin pergi kemana?” tanya Harry hati-hati.

“Ada hal penting yang harus aku kerjakan,” tukas Daniel dingin. Kemudian, dia melangkah meninggalkan ruang kerjanya bersama dengan Harry yang juga keluar dari ruang kerjanya.

***

Waktu menunjukan pukul enam sore. Callista sudah bersiap-siap untuk segera pulang. Setelah meletakan jas putihnya ke kursi, Callista langsung mengambil ponsel dan tasnya yang terletak di atas meja, lalu berjalan menuju lobby.

“Dokter Callista?” Suara bariton memanggil Callista dengan cukup keras hingga membuat Callista mengalihkan pandangannya.

“Dokter Mike?” Kening Callista berkerut saat melihat Mike melangkah mendekat ke arahnya.

“Kau sudah ingin pulang, Dokter?” tanya Mike sambil menatap Callista.

“Ya, aku ingin segera pulang. Bagaimana denganmu, Dokter Mike?” Callista kembali bertanya.

“Masih banyak yang harus aku selesaikan, Dokter Callista. Hari ini, aku akan pulang malam,” jawab Mike.

“Ah begitu,” Callista mengangguk-anggukan kepalanya. “Baiklah, kalau begitu aku pulang lebih dulu, Dokter Mike.”

“Iya, Dokter Callista,” balas Mike.

Callista tersenyum. Kemudian, dia melanjutkan langkahnya meninggalkan Mike menuju parkiran mobil. Namun, saat Callista hendak menuju mobilnya, tiba-tiba ada tangan kokoh yang menahan lengannya. Dengan cepat Callisar berbalik dan hendak melayangkan pukulan.

“Tuan Daniel?” Callista menarik tangannya kala menyadari Daniel berada di hadapannya.

“Kau ingin memukulku?” Daniel menaikan sebelah alisnya, dia tersenyum menatap Callista.

Callista membuang napas kasar. “Aku pikir, aku ingin menculikku atau berniat jahat padaku.”

“Well, setidaknya kau bisa menoleh ke belakang memastikan siapa yang menghampirimu,” jawab Daniel dingin.

“Ya, baiklah. Aku minta maaf. Ada apa kau ke sini?” tanya Callista dengan nada kesal.

“Aku rasa pulang bersama bukan ide yang buruk,” tawar Daniel.

“Apa kau tidak lihat aku membawa mobil?” Callista menunjuk mobilnya.

“Mobilmu tidak akan hilang. Kau letakan saja di sana,” balas Daniel.

“Tidak, aku naik mobilku saja,” tolak Callista cepat.

“Naik mobilmu atau naik mobilku sama saja, Callista,” tukas Daniel menekankan.

“Tuan Daniel Renaldy yang terhormat. Terima kasih untuk tumpangan anda. Tapi aku lebih nyaman menggunakan mobilku.” Callista langsung masuk ke dalm mobilnya dan melajukan mobilnya meninggalkan parkiran.

Senyum di bibir Daniel terukir melihat Callista yang begitu keras kepala. Untuk pertama kalinya, ada seorang wnaita yang menolak Daniel. Ya, ini sungguh menarik.

“Ka Daniel?” Seorang wanita melangkah menghampiri Daniel dan langsung mengamburkan tubuhnya ke dalam pelukan Daniel.

“Grace?” Daniel sedikit terkejut melihat adiknya memeluknya.

“Ka, kau menjemputku, ya? Hari ini aku tidak membawa mobil, ka,” jawab Grace merengek seperti anak kecil.

Daniel membuang napas kasar. “Kenapa kau tidak membawa mobil, Grace?”

“Aku sedang malas membawa mobil, ka,” Grace memeluk lengan Daniel bergelayut manja.

Daniel berdecak kesal. “Kau ini sudah dewasa tapi sifatmu masih seperti anak kecil.”

Grace tersenyum memperlihatkan gigi putihnya. Tanpa lagi berkata, Daniel langsung mengajak Grace masuk ke dalam mobilnya. Kini mobil Daniel mulai meninggalkan parkiran Queen Hospital.

***

“Ka, kau datang ke Queen Hospital karena menjemputku, kan?” tanya Grace sambil menatap Daniel yang tengah melajukan mobilnya.

“Ya,” jawab Daniel datar tanpa mengalihkan pandanganya. Meski tujuannya datang karena ingin menemui Callista, tapi lebih baik dia mengatakan pada Grace datang menjemputnya.

“Ah, kau memang yang terbaik, Ka. Aku menyayangimu.” Grace menyandarkan kepalanya di lengan Daniel.

Daniel hanya menggeleng pelan. Sejak dulu, adiknya memang begitu seperti anak kecil.

“Bagaimana hari pertamamu, Grace?” tanya Daniel seraya melirik sebentar pada adiknya.

“Luar biasa. Aku menyukai Queen Hospital. Sejak dulu, kau memang sangat hebat, Ka,” jawab Grace memuji Daniel dengan tatapan bangganya.

“Aku ingin kau fokus bekerja, Grace. Setelah ini, aku tidak ingin kau kembali ke Paris. Kau cukup menetap tinggal di sini,” tukas Daniel mengingatkan.

Grace mendesah pelan. “Tenang saja, ka. Aku tidak akan kembali tinggal di Paris. Mama dan Papa juga melarangku, kau tenang saja.”

“Good.” Daniel membawa tangannya mengusap puncak kepala adiknya itu. Ya, sama halnya dengan dirinya yang baru saja kembali dari Barcelona. Dulunya, Grace tinggal menetap di Paris. Namun, kini Daniel tentu melarang adiknya untuk tinggal di Paris. Dengan adiknya tinggal di sini, akan mempermudah dirinya menjaga adiknya itu.

Tidak lama kemudian, Daniel telah tiba di rumahnya. Setelah memarkirkan mobil, Daniel dan Grace turun dari mobil dan melangkah masuk ke dalam rumah.

“Daniel? Kau menjemput Grace?” Alin yang berdiri di ambang pintu terkejut melihat Grace pulang bersama dengan Daniel.

“Ya, aku menjemputnya.” Daniel langsung melangkah masuk ke dalam rumah. Dia menghindari pertanyaan lebih dari Ibunya itu. Tepat di saat Daniel masuk, Alin langsung mendengus kesal melihat tingkah putranya itu.

“Anak itu pasti menghindar karena takut Mama kembali mengajak berbicara tentang kekasihnya,” jawab Alin dengan nada yang masih kesal.

Grace terkekeh. “Ma, kau tahu Kakak masih belum ingin menjalin hubungan dengan wanita manapun. Biarkan saja, dia sendiri dulu, Ma. Aku yakin, nanti dia akan mendapatkan wanita yang terbaik dihidupnya,” ujarnya memberitahu.

Alin membuang napas kasar. “Tapi kapan, Grace? Kakakmu selalu menghindar dari pertanyaan Mama yang menayakan tentang wanita padanya.”

“Sudah, Ma. Lupakan. Nanti aku akan membantu Mama berbicara dengan Ka Daniel.” Grace merengkuh bahu Alin, membawa Ibunya itu masuk ke dalam rumah.

***

-To Be Continued

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status