Share

10 - Upaya Wirya

Semenjak semalam hingga dini hari, Wirya lebih banyak terjaga. Pria itu cenderung tidak dapat tidur dengan nyenyak. Bukan karena beban pikiran yang mengganggunya. Melainkan oleh sosok mungil sang putri. Ia seakan tak bisa lama-lama memejamkan mata atau terlelap, manakala Laksmi yang baru berusia 50 hari itu selalu berada dekat di sisinya.

Wirya tidak pernah merasakan lelah ketika harus menggendong putrinya itu dalam durasi waktu lama, misal seperti malam tadi. Dimana, Laksmi rewel serta sedikit merepotkan sang istri. Wirya pun berupaya semaksimal mungkin membantu istrinya untuk menenangkan putri semata wayang mereka. Dan ia mempersilakan Latri beristirahat, sementara dirinya sabar menemani Laksmi yang sedang ingin begadang.

"Belum mengantuk, Nak?"

Kuluman senyuman bahagia di bibir Wirya belum memudar. Tatapan pria itu juga senantiasa masih tertuju pada wajah cantik putri kecilnya. Terdapat tarikan magnet yang seolah membuat Wirya tak ingin melewatkan ekspresi lucu yang dibentuk Laksmi. Terlalu berharga jika tidak diabadikan oleh matanya secara langsung.

"Kapan ngantuknya, Nak?"

Bagi Wirya, seorang anak merupakan anugerah terindah dan titipan khusus yang telah Tuhan percayakan untuk dijaga dalam pernikahan mereka. Dan Wirya tak akan pernah membiarkan perceraian terjadi. Semua harus coba dipertahankannya. Masa depan yang lebih baik berusaha dengan sekuat tenaga mulai ditatanya. Meredamkan segala keegoisan yang menimbulkan kehancuran.

"Nak, Papa minta maaf." Kelirihan mendominasi suara berat Wirya yang dialunkan serius. Pria itu tahu benar sang putri belum dapat memaknai ucapannya. Tapi, paling tidak Laksmi akan mendengarkan.

"Papa membiarkan Mama sendirian melahirkan kamu, Nak. Maafin Papa yang nggak bisa menemani Mama."

Wirya tidak peduli dengan kerapuhan yang saat ini sedang diperlihatkannya dihadapan sang putri. Tampak juga mata Wirya berkaca-kaca. Rasa sesak menghampirinya manakala melihat keluguan terpancar nyata di masing-masing manik cokelat milik Laksmi yang menatapnya dalam keluguan. Ia pun mudah terbawa perasaan.

"Harus selalu sehat dan kuat ya, Nak? Papa akan jaga Laksmi dan Mama."

Sebuah kecupan sayang lantas Wirya berikan di bagian dahi putrinya guna menyalurkan afeksi sebagai seorang ayah. "Laksmi nggak boleh jauh-jauh lagi dari Papa. Janji, Nak?"

"Laksmi dan Mama sangat berharga bagi Papa. Tanpa kalian, Papa nggak akan pernah hidup bahagia." Wirya masih menyematkan kesungguhan dalam lontaran kata.

Senyuman Wirya melebar bersamaan dengan cairan bening yang sejak tadi telah menggenang di pelupuk mata turun membasahi pipi. Ada kesedihan yang tidak mampu Wirya ungkapkan secara lisan dan gamblang. Ia juga tak suka menangis, akan tetapi semua itu cukup mewakili bagaimana perasaan yang menggerogoti hatinya.

"Papa siap berkorban dan melakukan apa pun untuk melindungi kalian. Laksmi dan Mama adalah tanggung jawab Papa sampai mati nanti," ucap pria itu begitu tegas dan juga penuh keseriusan.

"Buatlah keputusan secepatnya, Wi."

Wirya sedikit terkaget karena tiba-tiba saja suara Latri menyapa lembut indera pendengarannya. Pria itu lalu mengalihkan perhatian sebentar ke arah istrinya berada, tepat di sebelah kiri ranjang yang mereka tempati bersama. Mengulas senyuman terbaik dikala memperoleh tatapan menuntut dari istrinya itu.

"Aku akan meninggalkan perusahaan, Sayang. Sesuai permintaanmu," jawab Wirya memberi tahu keputusannya.

"Jangan pernah meminta cerai dariku lagi, Latri." Perkataan pria itu lebih terdengar seperti memohon.

"Apa boleh aku menginginkan satu hal lagi padamu, Wi?"

"Katakan saja, Sayang," balas Wirya cepat. Memperbolehkan. Atau nanti akan sanggup mengabulkan apa yang diminta istrinya.

"Apakah kamu mengizinkanku untuk membalas rasa sakit yang aku sudah alami akibat perlakuan Ibu dan Ayah kamu, Wi?"

===============================

Sejak lontaran pertanyaan dari sang istri yang belum bisa dijawabnya pagi kemarin, Wirya pun merasa jika hubungan mereka kian merenggang dan canggung. Tidak banyak obrolan panjang yang tercipta, walau mereka berdua lebih banyak menghabiskan waktu untuk sama-sama merawat serta juga menjaga Laksmi di rumah.

Tempat tinggal yang dimaksud di sini adalah kediaman Latri. Sudah hampir tiga hari belakangan Wirya selalu inapi demi dapat berkumpul dengan buah hati dan istrinya. Ia tidak ingin mengulang perpisahan untuk yang kedua kali. Tak akan pernah mampu baginya jika harus menghadapi rasa kehilangan lagi.

"Sudah tidur?"

Anggukan pelan dari Latri cukup mudah ditangkap oleh sepasang mata Wirya yang sejak tadi memang tidak henti memerhatikan dan memandangi wajah cantik istrinya itu. Wirya tahu bahwa Latri secara sengaja menolak untuk menatap dirinya. Dan alasan kuat yang melatarbelakangi tak lepas dari kebungkamannya juga mengenai permintaan diajukan oleh sang istri kemarin.

"Biar aku saja yang gendong Laksmi. Sekarang lebih baik tidur, Latri."

"Aku lihat kamu juga sudah lelah. Istirahatlah, Sayang," saran Wirya. Pria itu lantas beranjak bangun dari posisi duduk pada pinggiran ranjang guna mengambil putri kecilnya yang sedang berada dalam gendongan sang istri.

"Laksmi ditidurkan di boks saja, Wi. Jangan digendong. Kamu juga butuh istirahat. Tidurlah lebih awal."

Wirya tak mampu menyembunyikan perasaan bahagia menerima sebentuk perhatian dari istrinya. Dan segaris senyum pun dibentuk Wirya melihat sorot keteduhan di masing-masing manik milik Latri disaat mata mereka saling bersitatap.

"Apa kita bisa bicara sebentar?" Pria itu bertanya. Terkesan seperti tengah meminta persetujuan.

"Tentu, Wi." Latri pun secepatnya memberi jawaban atas permintaan sang suami. Mereka memang harus berbicara, masalah yang ada harus segera memperoleh titik temu atau solusi.

Wirya tak membalas dalam kata, hanya senyum tipis diulasnya seraya mengangguk pelan. Pria itu lantas mengakhiri komunikasi yang tidak ada lima menit berlangsung tersebut untuk menaruh putri kecil mereka di boks bayi. Setiap kali menyaksikan kedamaian pada wajah buah hati mereka saat tertidur, maka pikulan beban serta pikiran-pikiran rumitnya hilang sejenak.

"Selamat malam, Nak. Tidur yang nyenyak. Papa akan di sini menjaga Laksmi," ucap Wirya setelah sukses membaringkan tubuh mungi putrinya di dalam boks. Kemudian, ditutupi oleh selimut yang cukup tebal.

Wirya tak lupa juga memberi ciuman di bagian kening Laksmi dengan segenap kasih serta rasa sayang coba pria itu salurkan. "Love you, Nak."

Dan masih di kamar serta waktu yang sama, Latri begitu tersentuh akan momen antara ayah dan buah hatinya. Kehangatan, kepedulian, dan juga ketulusan sang suami kepada Laksmi. Memang tak salah jika keputusannya mempertemukan kembali Wirya dengan putri semata wayang mereka. Tidak ada yang mampu memisahkan ikatan darah. Ia memahami betul.

"Latri ...,"

Panggilan lembut suaminya, berhasil membuat Latri tersadar dari lamunan. Wanita itu langsung saja menatap sekaligus menarik kedua sudut-sudut bibirnya guna membentuk senyuman. Walau, tak terlalu lebar. Latri sempat merasa kaget ketika sang suami yang sudah kembali duduk di tepian kasur bersamanya, tiba-tiba memeluk erat.

"Maafkan aku." Wirya pun berucap dengan sesungguhan bercampur rasa bersalah.

"Kenapa meminta maaf, Wi?"

"Aku tidak akan bisa melihat kamu membalas semua perlakuan buruk orangtuaku selama ini, Latri. Mereka tetaplah Ayah dan Ibuku. Balaskan semua rasa sakitmu padaku saja."

"Aku tidak akan melakukannya, Wi."

Selepas kata-kata bernadakan tegas terlontar dari mulutnya, Latri dapat merasakan jika dekapan sang suami yang awalnya erat, detik ini sedikit mengendur. Latri tahu Wirya terkejut mendengar pernyataanya.

"Jawaban ini yang aku tunggu, Wi. Seburuk apa pun perlakuan dan sikap orangtuamu selama ini. Kamu harus menghormatinya." Latri meneruskan.

"Aku sudah memaafkan mereka. Tapi, kalau Ayah dan Ibumu berupaya untuk menyakiti Laksmi. Aku tidak akan bisa diam. Aku punya tanggung jawab melindungi putri kita," imbuh wanita itu. Menegaskan prinsip yang dipegangnya. Ia tak dapat mengalah jika berkaitan dengan anak mereka.

"Sama, Latri. Aku juga tidak akan pernah membiarkannya. Aku berjanji padamu."

================================

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status