Beranda / Romansa / Good Papa, Bad Husband / 9 - Tekad Mempertahankan Pernikahan

Share

9 - Tekad Mempertahankan Pernikahan

Penulis: Di_evil
last update Terakhir Diperbarui: 2021-05-28 13:13:55

================================

Arsa sudah pamit pulang sekitar 20 menit lalu, dan sejak saat itu pulalah keheningan mulai tercipta di antara Wirya serta Latri. Mereka berdua masih berada di ruang tamu, duduk saling berdampingan dalam satu sofa panjang yang sama.

Tentu putri kecil mereka juga ikut di sana, tetap dapat terlelap damai dan nyaman dalam gendongan hangat sang ayah walau untuk yang pertama kali malam ini. Wirya pun tidak ingin memindahkan pandangan dari sosok mungil buah hatinya.

Kehangatan memenuhi dada pria itu manakala memerhatikan mata dan hidung sang putri yang sangat mirip dengannya. Wirya merasa bersyukur serta bahagia akan pertemuan yang telah memisahkan mereka hampir tujuh bulan lamanya.

Tidak mampu dipungkiri juga bahwa sekelumit penyesalan membelenggu Wirya. Terutama tentang dirinya yang tak mampu menemani dan ada di sisi sang istri melewati masa-masa kehamilan. Peranan sebagai seorang suami gagal.

"Aku minta maaf, Latri," ujar Wirya lirih sembari menatap lekat istrinya. Namun, Latri tak menyadari. Sebab, wanita itu sedang mengalihkan atensi ke sudut lain ruangan.

"Kamu tidak bersalah, Wi. Mungkin ini sudah menjadi jalan yang harus kita lalui."

Tatapan lekat terus mengarah pada wajah istrinya yang kini kian tampak tirus. "Aku sudah selalu mencoba menghubungi kamu setiap hari, Latri. Tapi, sama sekali tidak mendapat balasan. Apa kamu menghindariku dengan sengaja?"

"Kamu bahkan tidak mengatakan apa pun mengenai rencana terapi di Amerika atau kehamilanmu padaku? Apa arti sebenarnya diriku bagimu setelah kita menikah?" Wirya terus meluncurkan tambahan pertanyaan.

"Kenapa kamu menyembunyikan hal penting seperti ini dariku, Latri? Apa kamu tahu kalau aku frustrasi dengan semua ini?"

Dan sedetik setelah suaminya selesai berbicara, maka Latri lalu melakukan kontak mata. Sorot kekecewaan pada sepasang manik cokelat milik Wirya yang redup tak dapat Latri hindari. Ia seakan mampu turut merasakan. Latri belum bisa berbuat apa-apa. Ia tidak ingin mengutarakan kejujuran saat ini. Terlalu riskan bagi putrinya.

"Menurutmu jalan keluar apa yang tertepat untuk menyelesaikan semua masalah kita, Wi?"

Kerutan bermunculan di dahi Wirya. Ia tak dapat memahami akan maksud dari pertanyaan Latri. Atau dirinya sedang kehilangan kemampuan berpikir secara cepat karena peristiwa malam ini. Sungguh, Wirya begitu penasaran dengan makna dibalik apa yang istrinya tanyakan.

"Aku tidak mengerti, Latri." Pria itu mengecilkan suara ketika berbicara agar tidak membangunkan putri kecilnya.

"Apa menurutmu kita masih tetap bisa menjadi orangtua untuk Laksmi, kalau kita ti-"

"Kamu memberi nama anak kita ini Laksmi ya, Latri?" Wirya bertanya dengan cukup antusias. Senyum pria itu mengembang. Terlihat bahagia melihat wajah polos putrinya tatkala tertidur.

"Ya, Wi. Nama lengkap anak kita adalah Putu Laksmi Pudja Devi. Apa kamu ingin menambahkan?" Latri menanyakan pendapat suaminya.

Wirya lalu menggeleng pelan. "Tidak. Nama yang kamu pilih sudah indah, Latri. Aku menyukainya."

Pria itu kembali menatap lekat wajah cantik sang istri. "Lanjutkan ucapan kamu barusan, Sayang. Maaf aku tadi menyela."

Latri pun memilih membuang napas panjang sebelum meneruskan kata-kata yang hendak dikeluarkannya. Ia harus yakin, tidak boleh ragu. "Aku rasa kita tidak bisa mempertahankan status sebagai suami-istri lagi, Wi."

"Tapi, kita masih tetap bisa menjadi orangtua bagi Laksmi," lanjut Latri dalam nada yang mantap.

Dan keterkejutan tidak mampu Wirya sembunyikan. Tubuh pria itu tampak langsung menegang. Sorot matanya sedikit lebih menajam. "Kamu ingin kita bercerai, Latri?"

"Ya, Wi. Sejak awal Pak Indra dan Bu Ratna tidak pernah sudi merestui pernikahan ini. Mungkin kita harus bercerai supaya mereka tidak benci padaku lagi."

Giliran Latri yang memandang lekat kedua mata suaminya. "Aku tidak mau mereka menyakiti Laksmi nanti. Apalagi, orangtua kamu ingin cucu laki-laki bukan perempuan. Laksmi tidak pernah Ayah dan Ibu kamu harapkan kehadirannya, Wi."

"Kita tidak akan bercerai, Latri. Aku tidak ingin berpisah dengan kalian. Aku tidak sanggup," putus Wirya.

"Jika kamu memang tidak ingin kita bercerai. Apa kamu bisa menerima dan menyanggupi satu syarat dariku, Wi?" tanya Latri dengan nada tegas. Negoisasi dikeluarkan. Semua demi putri mereka. Wanita itu berniat memberi arti sebuah kehilangan bagi kedua mertuanya yang tak memiliki hati nurani.

"Apa yang kamu inginkan, Latri? Aku akan melakukannya."

"Tinggalkan perusahaan orangtua kamu, Wi. Kitaberdua akan memulai bisnis baru tanpa melibatkan campur tangan Ayah dan Ibu.Kita harus bisa membuktikan jika bisa mandiri.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Good Papa, Bad Husband   25 - Laksmi Suka Adik Bayi

    Pergantian hari terasa cepat berjalan baginya, begitu juga dengan waktu. Walau satu bulan sudah berlalu sejak peristiwa tak mengenakan terjadi pada sang istri, Wirya tetap saja siaga. Tak sekalipun lengah menjaga dan mengontrol kondisi istrinya.Sikap pria itu juga jadi semakin protektif. Perhatian yang diberikan Wirya tidak pernah berkurang, sesibuk atau sepadat apa pun pekerjaannya. Pria itu tak akan menjadikan sang istri dan buah hati kecil mereka urusan yang kesekian. Ia masih sangat mengutamakan keluarga. Karena, begitu kewajibannya.Misalkan hari ini, Wirya menemani sang istri pergi lagi ke dokter spesialis kandungan guna lakukan pemeriksaan secara rutin, setiap 14 hari sekali. Mengingat usia kehamilan istrinya yang sudah menginjak 10 minggu, maka mereka harus meningkatkan pengawasan, menghindari hal tidak diinginkan."Buumm...buumm." Laksmi berucap cukup lantang seraya mencoba meniru gaya ayahnya yang sedang menyetir dan duduk n

  • Good Papa, Bad Husband   24 - Rasa Cinta Dalam

    Hingga angka di jam digital di atas meja menunjukkan tepat pukul tiga dini hari, Wirya tidak beranjak tidur. Pria itu belum sekalipun memejamkan mata. Wirya memilih menjaga istrinya. Menyiagakan diri jika terjadi sesuatu yang lebih buruk dan tidak diinginkan nanti.Sementara, Latri sudah mampu berbaring nyaman di tempat tidur mereka. Setelah rasa sakit perutnya menghilang sepenuhnya. Dan, wajah damai wanita itu, manakala sedang tertidur pun menjadi pemandangan yang sangat jarang bisa dinikmati."Aku sudah banyak membuat kamu menderita, Latri," ujar Wirya begitu pelan. Namun, nada bersalah jelas terdengar di dalam suara berat pria itu. Genggaman Wirya pada tangan istrinya kian dieratkan bersamaan dengan rasa sesal semakin menyesakkan dada.Linangan air mata serta pengutaraan ketakutan dari sang istri beberapa jam lalu masih melekat kuat di dalam benak Wirya. Sungguh, ia tak tega dan juga ikut merasakan sakit. "Mungkin permintaan maafku saja tidak akan bisa cukup.

  • Good Papa, Bad Husband   23 - Komitmen Pernikahan

    "Wirya...," gumam Latri tak keras. Nyaris seperti berbisik. Suaranya begitu kecil. "Maaf," ucap wanita itu tak enak hati."Maaf karena sikapku kasar tadi siang padamu, Wi."Beberapa hari belakangan, ia dan sang suami sudah tak lagi tidur dalam satu kamar yang sama sesuai permintaannya. Sang suani pun menurut, tidak mempunyai alasan kuat untuk menolak. Namun, saat melihat Wirya seperti malam ini, Latri menjadi tak tega dan mengasihani suaminya. "Jangan tidur di sini. Lebih baik di kasur."Wirya mampu merasakan jika ada sentuhan lembut pada pipi kanannya. Ia memilih merapatkan pejaman mata seraya meraih tangan sang istri guna digenggam erat. Wirya sangat suka momen dimana istrinya masih menunjukkan kepedulian, meski hubungan mereka kian memburuk pasca perdebatan yang terjadi siang tadi."Di sini kamu pasti tidak akan merasa nyaman untuk tidur. Pindah ke kasur, Wi." Latri coba membujuk suaminya.Wirya tak menanggapi perkataan sang istri, m

  • Good Papa, Bad Husband   22 - Amarah Kebohongan

    Ucapan Wira terus saja terngiang di telinga Wirya hingga menambah ketidaktenangan yang melingkupi dirinya. Wirya bahkan kian tak bisa berpikir jernih, konsentrasi dalam bekerja tak lagi tersisa. Ia lantas mengambil keputusan nekat, yakni membatalkan pertemuan bersama salah satu klien yang penting secara sepihak.Wirya tak ingin terlalu memikirkan konsekuensi yang akan diterima oleh perusahaan serta bisnisnya. Untuk sekarang, Wirya lebih mengutamakan penyelesaian dari masalahnya dengan sang istri. Wirya hendak mengajukan permohonan pada Latri. Berharap, istrinya bersedia mengabulkan, walauterasa berat.Untuk Wirya, tidak akan pernah mudah meminta sang istri menggugurkan calon anak kedua mereka. Ia sungguh tidak sanggup membunuh nyawa darah dagingnya. Namun, Wirya tak punya alternatif lain guna menyelamatkan sang istri."Kenapa pulang cepat, Wi? Siang ini bukannya kamu punya jadwal bertemu dengan PT. Sejahtera?" Latri bertanya, ingin mengetahui a

  • Good Papa, Bad Husband   21 -Rasa Bersalah & Pengampunan

    Wirya tak bisa menikmati sarapan dengan suasana hati damai atau tentram pagi ini. Sebab, memang aura dan suasana yang kini melingkupi dirinya dan sang istri sedang tidak enak. Efek keberanian mengungkap sederet fakta di masa lalu pada wanita itu harus bisa ia terima mulai sekarang.Semua tak akan pernah bisa sama lagi seperti sebelumnya. Hubungan mereka berdua rasanya kian jadi memburuk. Dan hal tersebut sungguh sulit bagi Wirya. Hati kecilnya tidak ingin ada perubahan.Akan tetapi, terlalu mustahil untuk dapat terkabul. Karma sedang berlaku untuknya. Wirya tidak dapat menghindari. Terlepas dari rasa sesal yang membelenggu setia."Sayang ...,"Manakala, mendengar panggilan dari sang suami, maka Latri segera memindahkan pandangan pada sepasang mata suaminya. Meski, tidak bertahan lama. Mungkin enam detik. "Ada apa?" tanya wanita itu dengan nada datar."Masih tidak enak badan? Mau aku antar ke dokter?"Latri

  • Good Papa, Bad Husband   20 - Kejahatan Busuk Suami

    Wirya baru sampai di kediamannya pada pukul sebelas malam.Dan, saat sudah injakkan kaki di ruang tamu yang masih terang oleh nyala dari sinar lampu, Wirya segera saja memusatkan perhatian ke arah sofa, di sana tampaklah istrinya sedang tertidur pulas saat ini. Wirya terpaku sejenak, kala disuguhkan pemandangan  wajah damai sang istri. Hati pria itu menghangat.Tatapan Wirya yang teduh senantiasa masih tertuju ke sosok sang istri bersamaan dengan menipisnya jarak di antara mereka karena Wirya yang juga kian berjalan mendekat ke arah sofa. Ulasan senyuman terlihat di wajah pria itu, dikala membelai secara halus pipi kiri sang istri. Sementara, pergerakan kecil ditunjukkan Latri,tatkala merasakan ada sentuhan tangan milik seseorang. Lalu, kedua matanya terbuka."Kenapa tidak tidur di kamar? Di sini udaranya dingin, Sayang." Wirya berujar dengan begitu lembut.Latri yang hendak melontarkan sejumlah kata. Namun, diurungkan. Wanita itu memilih untuk memejamkan m

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status