Share

12 - Memulai Dari Awal

Latri bukannya merasa senang untuk mengambil tidak acuh atas keributan yang terjadi di rumahnya pagi ini. Ia hanya tak berkeinginan menambah runcingan masalah menjadi rumit. Terlebih, orangtua Wirya belum bisa menerimanya sebagai menantu dan menaruh rasa benci yang sangat.

Mengenai keputusan dibuat oleh sang suami, Latri sungguh tidak berpikir jika Wirya akan mengundurkan diri dari perusahaan dalam hitungan hari saja. Latri bahkan tak tahu-menahu. Semua diluar prediksinya. Andai ia tidak meminta pada Wirya. Apakah masalah seperti ini akan jauh dari kehidupan mereka?

Latri terus bertanya-tanya di dalam hati. Dan, berbagai macam jawaban saling bersahutan di kepala sampai menimbulkan kepeningan yang kian menjadi. Rasa pusing tidak mampu dihindari.

"Laksmi sudah tenang?"

Tatkala suara berat milik suaminya menyapa gendang telinga, yang bisa dipamerkan Latri yakni senyuman tipis di bibir. Dadanya terasa cukup sesak melihat sorot redup pada kedua mata Wirya. Latri paham akan arti dari pancaran tersebut.

"Sudah, Wi. Sekarang lagi tidur."

Selepas menjawab pun Latri masih memusatkan pandangan pada sosok sang suami yang kini duduk di bagian sisi kirinya. Ketika Latri memberikan atensi lebih, Wirya seakan tak ingin melakukan kontak mata dengannya. Ada sesuatu yang coba untuk pria itu sembunyikan. Tidak mau berbagi masalah bersama.

"Papa minta maaf. Jangis nangis lagi, Cantik."

Mulai dari ucapan tulus Wirya hingga pemberian afeksi oleh sang suami berupa kecupan dalam di kening dan pipi putri kecil mereka, tak pernah luput dari penglihatan Latri sedetik pun. Sementara, interaksi diantara dirinya dan Wirya belum juga terjalin bagus. Semua seperti disengaja oleh pria itu. Latri membutuhkan alasan dari keseluruhan sikap yang sedang diperlihatkan suaminya.

"Wi, apa yang terjadi?"

"Tidak terjadi apa-apa," balas Wirya sembari meyakinkan lewat tatapan lekat serta senyum simpul yan

"Jangan berbohong padaku. Tidak mung—"

Latri memutuskan kata-kata yang hendak diucapkan ketika tengkuknya sedikit ditarik sang suami, kemudian diakhiri dengan bibir mereka berdua yang menyatu. Tubuh wanita itu kaku seketika manakala pagutan mulai dilakukan oleh Wirya. Tak menggebu, namun penuh perasaan.

Jujur, Latri kini dihinggapi sekelumit ketidaknyamanan. Bukan risih, hanya belum siap. Mengingat, sudah hampir berbulan-bulan lamanya mereka tak terlibat sentuhan secara fisik. Kecuali berpelukan beberapa hari lalu saat baru berjumpa.

Latri tidak membalas ciuman Wirya juga tak berniat sedikitpun untuk mengakhiri satuan bibir mereka. Menurut wanita itu, suaminya masih pantas menerima. Selama mereka terikat dalam sebuah pernikahan dan menyandang status sebagai pasangan suami-istri yang sah.

"Tidak ada yang perlu dicemaskan. Aku akan melakukan apa yang kamu minta," ujar Wirya setelah selesai memagut bibir istrinya dalam durasi waktu cukup lama. Bisa dihitung dua menit. Tatapan lekat serta begitu serius Wirya lalu tunjukkan tatkala Latri memandang ke arahnya.

"Aku tidak keberatan mengorbankan apa yang aku miliki asal bisa terus hidup bersama kamu dan Laksmi. Termasuk tidak dianggap anak lagi oleh orangtuaku."

Mendengar ucapan sang suami, rasa bersalah langsung saja menghampiri Latri. Benar, ia tak harusnya bersikap egois, tanpa memikirkan dampak buruk karena keinginannya semata untuk pria itu. "Maafkan aku, Wi. Aku tidak mesti minta kamu mundur dari perusahaan."

"Aku minta maaf, Wirya." Latri tidak mampu menghindari penyesalan.

"Bukan salah kamu. Dengan membuat keputusan mengundurkan diri dan berhenti bekerja. Aku semakin tahu bagaimana karakter orangtuaku yang sebenarnya."

Wirya tidak mengalihkan perhatian, tatapannya terus mengarah lurus ke mata sang istri yang memancarkan keteduhan. "Aku bisa menerima jika Ayah dan Ibu menentang pernikahan kita. Tapi, kenapa mereka malah tidak mengakui Laksmi sebagai cucu?"

"Apa salah anak kita, Latri? Kenapa dia harus ikut menjadi korban? Aku tidak becus bukan?" Tanpa pernah direncanakan, mata Wirya berkaca-kaca.

"Ibu bahkan tega ingin melenyapkan kehadiran Laksmi saat masih kamu kandung, Latri. Bukankah orangtuaku kejam dan tidak memiliki hati nurani. Mereka sangat tega."

Keterkejutan diperlihatkan Latri. Ia tak menyangka bahwa suaminya akan mengetahui kejadian di masa lampau tersebut. "Dari mana kamu tahu, Wi?"

"Apa menurutmu aku tidak akan bisa mengetahui semuanya, Latri?" Wirya sedikit terpancing emosinya akibat pertanyaan yang dilontarkan oleh sang istri.

Usapan halus lantas Latri berikan di bahu sang suami yang sekarang ikut bergetar. Dadanya perih. "Tidak usah diungkit, Wi. Kita sudah bisa melalui secara perlahan masalah yang datang. Laksmi sekarang ada bersama kita."

"Maafkan orangtua kamu, Wi. Mereka mungkin hanya ingin yang terbaik untukmu. Dan aku bukan menantu yang diinginkan oleh Ibu atau Ayah kamu, Wirya. Permasalahannya ada di sana."

Latri menunjukkan senyum terbaik yang mampu diperlihatkannya. "Kita punya tugas besar dalam merawat dan membesarkan Laksmi. Kita harus membuktikan ke orangtuamu kalau putri kita suatu saat nanti pasti akan pantas menjadi cucu mereka."

....................


Komen (1)
goodnovel comment avatar
Kesih kesih
ga ngerti sama ceritanya ... tp good lah.. lanjutkan author ...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status