Lanshang berlari menuju kamar. Dia tidak ingin mendengar lagi kata-kata ayahnya. Tadi dia dipanggil menuju aula utama, karena sang ayah ingin membicarakan pernikahannya dengan seorang pangeran dari negeri seberang.
Wuyan-nama pangeran itu- memang berparas tampan dan rupawan. Alis mata yang bertaut indah di wajah yang terukir sempurna membuatnya terlihat anggun menawan hati. Hidung mancung dan sepasang mata bersinar menjadi nilai tambah untuk paras sempurnanya tersebut. Namun semua itu tidak menggoyahkan hati Lanshang. Meski sang pangeran bersikap ramah, Lanshang tetap saja bersikap dingin dan langsung pergi begitu saja.
"Lanshang," tegur Lanzhou yang tadi segera mengikuti adiknya.
"Kakak, aku tidak bisa menerima semua ini. Kakak tahu aku masih menunggu Leewan. Meski ini sudah lama, aku yakin dia pasti akan kembali," sahut gadis itu.
"Kakak tahu," jawab Lanzhou sambil meraih tangan adiknya.
Hari istimewa tersebut akhirnya tiba juga. Shenling terlihat sangat cantik dengan tatanan rambutnya yang dibentuk sanggul mungil, sedang sisanya dikeriting. Lalu ada hiasan bunga-bunga kecil serta mutiara di rambutnya. Tidak lupa tusuk konde serta kerudung putih yang menutupi wajahnya. Meski begitu, wajah nan ayu yang duduk di depan meja rias tersebut terlihat sedih. 'Hari ini seharusnya menjadi hari bahagiaku, tetapi Ayah dan Chenyang tidak berada di sini. Tanpa mereka, kebahagiaan ini tidak terasa lengkap,' ucap Shenling dalam hati. Titik air mata tampak mengalir membasahi pipi. Suara pintu yang dibuka di belakangnya tidak membuat gadis itu menoleh. "Kupikir kau akan tertawa bahagia karena berhasil mengalahkanku dan membuatku mendekam di penjara, ternyata kau malah bermuram-durja. Kenapa? Apa kau merasa bahwa mautmu akan menghampirimu?" tegur sebuah suara mengejutkannya. Shenling langsung berb
Kondisi Leewan sudah pulih. Dia juga telah bertugas seperti biasa. Meski begitu, pemuda itu masih terus menghindari Lanshang. Lanzhou yang menyadari itu segera menemui Leewan. Pemuda itu sedang berlatih bela diri pedang dengan anak buahnya. "Aku ingin bicara denganmu," ujar Lanzhou. Bukannya menjawab, Leewan justru mengarahkan pedang ke arah Lanzhou. Yang lain segera menyingkir. Kedua pemuda bertubuh perkasa kemudian beradu pedang. Perkelahian tidak berlangsung lama setelah Leewan mengalah dan Lanzhou memukul jatuh pedang tersebut. "Ada apa denganmu?" tanya sang pangeran lagi saat keduanya berdiri dan melihat pasukan yang kembali berlatih dengan pedang di tangan masing-masing. "Ada banyak hal yang terjadi sewaktu aku menghilang. Aku berada di tempat berbeda. Bertemu dan menjadi akrab dengan orang-orang di sana." "Lalu apa hubungan semua itu denga
Melupakan seseorang yang telah bertaut di dalam hati bukanlah hal mudah. Sekian lama hari berlalu tanpa keberadaan Leewan, Shenling telah berupaya sekuat tenaga melupakan sosok pemuda itu. Namun bayangan dirinya justru semakin melekat kuat. Setiap hari, gadis itu berusaha menyibukkan diri. Bekerja membuat dan menjajakan kue, tetapi sosok itu tetap mengusik sisi-sisi hatinya. Malam itu seperti biasa. Setelah lelah menjajakan kue, dia beristirahat. Tanpa sadar dirinya yang masih duduk di sofa kamar tertidur. Berkas cahaya bersinar dari kaca besar yang berada di ruangan tersebut. Tidak lama, cahaya melingkupi gadis tersebut dan dalam sekejap Shenling menghilang dari sana.*** "Kau harus bisa melupakan dia. Jika kalian tidak bisa saling bertemu, untuk apa terus mengingat dia. Bukankah lebih baik untuk melupakan?" ujar Lanzhou saat dirinya menemui Leewan yang sedang memeriksa kuda dan perse
Shenling berjalan sendirian menuju hutan. Rambutnya yang dicepol dan dikepang membuat gadis itu terlihat manis. Apalagi jepit rambut kupu-kupu serta tusuk konde ikut menghias rambutnya. Pakaian tradisional berwarna kuning tersebut makin mempercantik gadis itu. Setiap hari, Nyonya Chen, wanita yang menampungnya itu selalu mendandaninya agar terlihat cantik. Shenling tidak keberatan meski wanita itu mungkin hanya menganggapnya sebagai pengganti sang putri. Setiap hari pula gadis itu ikut ke hutan bersama Pak Chen mencari kayu bakar untuk dijual di pasar. Kecantikan Shenling tentu tidak luput dari perhatian para pemuda di sekitar situ, tetapi gadis tersebut bersikap tidak peduli. Yang dipikirkannya, hanyalah ia ingin bertemu dengan Leewan. 'Aku sudah memiliki orang tua angkat sekarang. Jika bisa bersama Leewan maka kebahagiaanku akan lengkap,' gumamnya pelan. Hari ini, dia hanya berangkat seorang diri. Pak Che
"Tidak. Aku tidak mau pergi seperti ini. Turunkan aku sekarang. Orang-orang pasti akan salah-paham!" seru Shenling tidak terima. "Kau harus menerima akibat karena sudah berbuat kurang ajar padaku, bahkan mengambil binatang buruanku," sahut Lanzhou. "Tapi kenapa harus naik ke kudamu? Aku bisa berjalan sendiri. Hal seperti ini justru akan menarik perhatian dan membuat kita menjadi bahan pembicaraan. Bukankah kau seorang pangeran? Apa kau sama sekali tidak peduli dengan reputasimu?" tukas Shenling. Dia benar-benar resah dan ingin melompat turun dari hewan tunggangan itu sekarang juga. "Aku tidak mau kau melarikan diri. Lagipula kalau semua yang kaukatakan benar, itu adalah tentang reputasiku dan itu sama sekali tidak menyinggungmu." "Kau ini benar-benar tidak tahu malu. Begitu saja masih bisa bilang kau seorang pangeran?" Kuda yang tadinya berjalan lambat tersebut tiba-t
Lanzhou dan Shenling melanjutkan perjalanan menuju istana. Kali ini Shenling bersikeras tidak mau lagi duduk di atas kuda dengan pemuda itu. Lanzhou turun dari kudanya dan berjalan di sisi Shenling. Meski begitu, gadis itu tetap saja bersikap tidak peduli. "Xiaoxiao, kau harus makan yang banyak agar cepat besar," ujar Shenling sambil mengambil sepotong besar daging dan ikan untuk rubah tersebut. Lanzhou mengangguk menyuruh sang pengawal untuk membayar. Shenling melirik sambil tersenyum kecil. Muncul ide di benaknya "Wah, kain ini bagus sekali. Pasti terbuat dari tenunan sutra." "Wah, gelang giok ini juga bagus. Pas sekali di tanganku." "Tusuk konde ini indah sekali. Harganya pasti mahal." Gadis itu melirik ke arah Lanzhou yang tampak hanya tersenyum melihat ulahnya. "Sial. Aku lupa dia adalah pangeran. Semua barang di tempat ini juga bisa dia be
"Buka matamu dan gosok punggungku sekarang!" ujar Lanzhou yang sudah berada di dalam bak. "Aku tidak mau!" seru Shenling keras sambil memejamkan mata rapat-rapat dan menutup mata dengan tangan. Lanzhou menoleh kemudian menatap gadis itu sambil tersenyum. Ia kemudian meraih tangan Shenling dan menariknya mendekat. "Kau ini benar-benar pelayanku yang bandel. Aku bahkan harus membuka sendiri pakaianku. Sekarang kalau tidak mau menggosok punggungku, aku akan menciummu sekarang juga," ujarnya. "Tidak, Aku tidak mau!" teriak gadis itu sambil menarik tangannya sekuat tenaga dan berlari keluar. "Dasar kurang ajar!" serunya sambil berlari. Bruk! Karena tergesa, Shenling justru menabrak seseorang. Keduanyapun terjatuh bersamaan. "Kurang ajar. Beraninya seorang pelayan bertingkah, bahkan menabrak putri!" ujar ga
Menjelang siang, Shenling terbangun dan tertegun. 'Di mana aku? Kamar siapa ini?' ucapnya sambil melihat sekeliling. Ia lalu kembali duduk diam. Lukanya sama sekali tidak terasa sakit. 'Apa yang terjadi sebenarnya? Apa semua yang terjadi hanya sebuah mimpi? Lalu bagaimana dengan makhluk aneh berambut putih itu? Apa aku juga memimpikan dia? Ada apa dengan semua keanehan ini?' tukasnya dalam hati bertanya-tanya. Pintu yang terbuka tiba-tiba menghentikan hal yang mengganggu pikiran gadis itu. Lanzhou bergegas masuk sambil membawa nampan. Aroma masakan lezat yang masih mengepul membuat Shenling nyaris menitikkan air liur. "Kau sudah bangun ternyata. Aku sudah menunggumu bangun dari tadi. Akhirnya kau bangun juga. Lihat aku membawa banyak makanan untukmu. Aku menyuruh pelayan memasak semua ini dan membawa kemari saat pengawal melapor kau sudah bangun," ucap Lanzhou.