Melupakan seseorang yang telah bertaut di dalam hati bukanlah hal mudah. Sekian lama hari berlalu tanpa keberadaan Leewan, Shenling telah berupaya sekuat tenaga melupakan sosok pemuda itu. Namun bayangan dirinya justru semakin melekat kuat.
Setiap hari, gadis itu berusaha menyibukkan diri. Bekerja membuat dan menjajakan kue, tetapi sosok itu tetap mengusik sisi-sisi hatinya.
Malam itu seperti biasa. Setelah lelah menjajakan kue, dia beristirahat. Tanpa sadar dirinya yang masih duduk di sofa kamar tertidur. Berkas cahaya bersinar dari kaca besar yang berada di ruangan tersebut. Tidak lama, cahaya melingkupi gadis tersebut dan dalam sekejap Shenling menghilang dari sana.
***
"Kau harus bisa melupakan dia. Jika kalian tidak bisa saling bertemu, untuk apa terus mengingat dia. Bukankah lebih baik untuk melupakan?" ujar Lanzhou saat dirinya menemui Leewan yang sedang memeriksa kuda dan perse
Shenling berjalan sendirian menuju hutan. Rambutnya yang dicepol dan dikepang membuat gadis itu terlihat manis. Apalagi jepit rambut kupu-kupu serta tusuk konde ikut menghias rambutnya. Pakaian tradisional berwarna kuning tersebut makin mempercantik gadis itu. Setiap hari, Nyonya Chen, wanita yang menampungnya itu selalu mendandaninya agar terlihat cantik. Shenling tidak keberatan meski wanita itu mungkin hanya menganggapnya sebagai pengganti sang putri. Setiap hari pula gadis itu ikut ke hutan bersama Pak Chen mencari kayu bakar untuk dijual di pasar. Kecantikan Shenling tentu tidak luput dari perhatian para pemuda di sekitar situ, tetapi gadis tersebut bersikap tidak peduli. Yang dipikirkannya, hanyalah ia ingin bertemu dengan Leewan. 'Aku sudah memiliki orang tua angkat sekarang. Jika bisa bersama Leewan maka kebahagiaanku akan lengkap,' gumamnya pelan. Hari ini, dia hanya berangkat seorang diri. Pak Che
"Tidak. Aku tidak mau pergi seperti ini. Turunkan aku sekarang. Orang-orang pasti akan salah-paham!" seru Shenling tidak terima. "Kau harus menerima akibat karena sudah berbuat kurang ajar padaku, bahkan mengambil binatang buruanku," sahut Lanzhou. "Tapi kenapa harus naik ke kudamu? Aku bisa berjalan sendiri. Hal seperti ini justru akan menarik perhatian dan membuat kita menjadi bahan pembicaraan. Bukankah kau seorang pangeran? Apa kau sama sekali tidak peduli dengan reputasimu?" tukas Shenling. Dia benar-benar resah dan ingin melompat turun dari hewan tunggangan itu sekarang juga. "Aku tidak mau kau melarikan diri. Lagipula kalau semua yang kaukatakan benar, itu adalah tentang reputasiku dan itu sama sekali tidak menyinggungmu." "Kau ini benar-benar tidak tahu malu. Begitu saja masih bisa bilang kau seorang pangeran?" Kuda yang tadinya berjalan lambat tersebut tiba-t
Lanzhou dan Shenling melanjutkan perjalanan menuju istana. Kali ini Shenling bersikeras tidak mau lagi duduk di atas kuda dengan pemuda itu. Lanzhou turun dari kudanya dan berjalan di sisi Shenling. Meski begitu, gadis itu tetap saja bersikap tidak peduli. "Xiaoxiao, kau harus makan yang banyak agar cepat besar," ujar Shenling sambil mengambil sepotong besar daging dan ikan untuk rubah tersebut. Lanzhou mengangguk menyuruh sang pengawal untuk membayar. Shenling melirik sambil tersenyum kecil. Muncul ide di benaknya "Wah, kain ini bagus sekali. Pasti terbuat dari tenunan sutra." "Wah, gelang giok ini juga bagus. Pas sekali di tanganku." "Tusuk konde ini indah sekali. Harganya pasti mahal." Gadis itu melirik ke arah Lanzhou yang tampak hanya tersenyum melihat ulahnya. "Sial. Aku lupa dia adalah pangeran. Semua barang di tempat ini juga bisa dia be
"Buka matamu dan gosok punggungku sekarang!" ujar Lanzhou yang sudah berada di dalam bak. "Aku tidak mau!" seru Shenling keras sambil memejamkan mata rapat-rapat dan menutup mata dengan tangan. Lanzhou menoleh kemudian menatap gadis itu sambil tersenyum. Ia kemudian meraih tangan Shenling dan menariknya mendekat. "Kau ini benar-benar pelayanku yang bandel. Aku bahkan harus membuka sendiri pakaianku. Sekarang kalau tidak mau menggosok punggungku, aku akan menciummu sekarang juga," ujarnya. "Tidak, Aku tidak mau!" teriak gadis itu sambil menarik tangannya sekuat tenaga dan berlari keluar. "Dasar kurang ajar!" serunya sambil berlari. Bruk! Karena tergesa, Shenling justru menabrak seseorang. Keduanyapun terjatuh bersamaan. "Kurang ajar. Beraninya seorang pelayan bertingkah, bahkan menabrak putri!" ujar ga
Menjelang siang, Shenling terbangun dan tertegun. 'Di mana aku? Kamar siapa ini?' ucapnya sambil melihat sekeliling. Ia lalu kembali duduk diam. Lukanya sama sekali tidak terasa sakit. 'Apa yang terjadi sebenarnya? Apa semua yang terjadi hanya sebuah mimpi? Lalu bagaimana dengan makhluk aneh berambut putih itu? Apa aku juga memimpikan dia? Ada apa dengan semua keanehan ini?' tukasnya dalam hati bertanya-tanya. Pintu yang terbuka tiba-tiba menghentikan hal yang mengganggu pikiran gadis itu. Lanzhou bergegas masuk sambil membawa nampan. Aroma masakan lezat yang masih mengepul membuat Shenling nyaris menitikkan air liur. "Kau sudah bangun ternyata. Aku sudah menunggumu bangun dari tadi. Akhirnya kau bangun juga. Lihat aku membawa banyak makanan untukmu. Aku menyuruh pelayan memasak semua ini dan membawa kemari saat pengawal melapor kau sudah bangun," ucap Lanzhou.
Shenling sedang sibuk menyapu halaman. Pikirannya melayang pada kata-kata Lanzhou. Enak saja pemuda itu berkata seperti itu padanya. Meski dia sempat marah dan menggertak Lanzhou, pemuda itu seperti tidak peduli. "Kenapa sih dia begitu berkeras mengutarakan cinta padaku? Padahal dia tahu aku tidak mencintainya. Aku kemari hanya ingin bertemu Leewan!" ucap Shenling sambil memukul-mukul sapu lidi ke tanah saking kesalnya. Siaolan yang mendengar semua itu terperanjat. Ia bergegas menghampiri, meski masih merasa takut kepada Shenling. "Ka-u … kau mengenal jenderal?" tanyanya pelan. "Tentu saja aku mengenal dia. Kami berdua …."Kata-kata Shenling terhenti saat Siaolan menatap menyelidik. "Ada apa?" tanya Shenling akhirnya. "Bagaimana kau bisa mengenal jenderal? Apa kalian sepasang kekasih?" "Apa maksud pertanyaanmu?" tanya Shenling. Kali
"Kurang ajar sekali dia. Berkata dirinya adalah pangeran, tapi bertindak tidak tahu malu. Beraninya dia memaksa diri menciumku. Apa dia pikir aku menerima dengan senang hati? Dasar pria bar-bar. Tidak berperasaan!" dumel Shenling panjang-pendek. "Lagipula, sebenarnya tidak ada gunanya juga aku tetap bertahan di sini. Leewan juga sudah bersama dengan Lanshang. Lalu apa gunanya aku datang kemari?" ujar gadis itu sambil kembali membersihkan perabotan. "Sebaiknya aku cepat menyelesaikan hukuman ini dan segera pergi dari sini. Aku sudah tidak tahan lagi dengan kelakuan pangeran tidak tahu diri itu!" putusnya. Lanzhou yang baru tiba tersenyum mendengar kata-kata gadis itu. Shenling yang tidak tahu terus saja membersihkan perabot sambil mengomel. Ia terkejut saat sebuah tangan kokoh tiba-tiba melingkar di pinggangnya. Gadis itu segera menyadari sosok yang berani memeluknya dari belakang.
Leewan tertegun sesaat."Apa maksudmu? Aku begitu senang bisa berjumpa denganmu. Lalu tiba-tiba kau berkata ingin putus. Apa kau sudah terjerat oleh Lanzhou? Atau mungkin benar kau ingin menjadi istri dari seorang pangeran, bukan anak yatim miskin sepertiku?" ucapnya. Shenling berbalik cepat dan menatap pemuda itu dengan mata berkaca-kaca. "Apa menurutmu aku begitu rendah hingga melakukan semua itu? Ini bukan duniaku. Apa kaupikir aku ingin menjadi seorang putri? Aku selalu menanti untuk bertemu denganmu, tapi kau malah dengan begitu mudah bertunangan dengan Lanshang," ucapnya. Ia lalu mengusap air matanya kasar. "Jadi ini semua masalah pertunanganku dengan Lanshang?" tanya pemuda itu. Shenling mengangguk perlahan. Leewan tersenyum dan menarik napas lega. "Kenapa kau tersenyum seperti itu? Apa aku mengatakan hal yang lucu? Kau bertunangan dengan gadis lain, tapi malah menertawaiku,