Hari sudah beranjak siang. Shenling dan Changlan tengah bersiap untuk pergi. Semalam mereka telah menyusun rencana. Shenling memutuskan untuk tidak jadi pergi dan membantu orang-orang itu hidup merdeka.
"Apa kau sudah tidak ragu lagi?" tanya Changlan dalam perjalanan. Mereka hendak menemui pangeran Wuyan untuk bekerja sama. Hal tersebut adalah usul dari nenek Shan yang mengetahui bahwa pangeran dari kerajaan tetangga tersebut memendam amarah dan sakit hati pada kerajaan Lan.
"Semua karena putri Lanshang telah menolak menikah dengannya dan memilih bersama jenderal Lee, Pangeran Wuyan merasa sangat dipermalukan," ujar wanita uzur tersebut malam sebelumnya.
Shenling diam termangu. Mendengar nama jenderal Lee, membuat hatinya membuncah tidak menentu. Changlan menatap gadis itu sekilas.
"Jika kau ragu, kita bisa membatalkannya," ucap pemuda itu.
"Kenapa kau selalu membuat dia
Changlan tertegun diam mendengar perkataan Shenling. Gadis tersebut lalu menjelaskan tentang Yanche dan Chenyang. "Chenyang dulu sahabat baikku. Begitu pula Yanche. Dia cinta pertamaku, tapi semua berakhir saat mereka mengkhianatiku. Bukan hanya itu, mereka juga berusaha menyakitiku, bahkan membunuhku," ucap Shenling dengan mata berkaca-kaca. Changlan segera bangkit dari duduknya dan melangkah mendekat. Ia kemudian memeluk erat gadis itu. "Maafkan aku. Aku tidak tahu tentang itu. Semua pasti terasa berat bagimu sekarang. Kurasa kita memang harus benar-benar pergi dari sini," ucapnya. Shenling menggeleng."Tidak," tolaknya."Aku akan menghadapi semua itu." "Tapi mereka benar-benar jahat. Apa kau bisa mengatasinya?" Shenling tersenyum kecil."Kau tenang saja. Aku bukanlah gadis yang lemah. Kejadian demi kejadian yang menerpa menemp
"Pasukan kerajaan Wuyan menyerbu perbatasan kerajaan kita," lapor seorang pasukan yang bergegas masuk ke dalam tenda. Leewan dan Lanzhou terperanjat dan bangkit berdiri. Hari ini memang sang pangeran tengah berkunjung ke tempat itu dikawal oleh para pengawal. Ia ingin mencari tahu tentang kabar apakah Shenling sudah ditemukan. Meski tahu cintanya bertepuk sebelah tangan, tetap saja ia tidak bisa tenang dan selalu memikirkan gadis itu. "Apa maksudmu? Ceritakan dengan jelas!" perintah Leewan. Ia tidak menyangka masalah akan datang bersamaan. Sementara Shenling tidak jelas rimbanya, kini malah ada kerajaan Wuyan yang menyerang perbatasan. "Itulah yang hamba tahu. Sebuah surat tiba dari perbatasan baru saja. Mereka meminta bantuan, karena kali ini pasukan Wuyan sangat kuat," jawab pasukan itu lagi. "Kata mereka, ada siluman rubah dan gadis berkemampuan aneh membantu tentara Wuyan," lanjutnya lagi
Changlan kembali roboh bersimbah darah. Hujaman sejumlah pedang menusuk tubuhnya. Shenling menjerit histeris memanggil nama pria itu. Mendadak tangan Leewan dan Lanzhou seolah terbakar. Cekalan mereka pada Shenling terlepas dan gadis itu kembali berlari menghampiri Changlan. Dipeluknya yang telah diam tersebut erat. Derai air mata mengalir deras di wajah Shenling. Wuyan menatap gadis itu tanpa belas kasihan."Bunuh penyihir itu sekarang!" Beberapa orang mematuhi perintah. Mereka bergegas maju membawa pedang berniat menyerang Shenling. "Shenling!" teriak Leewan. Ia dan Lanzhou hendak bergegas maju. Akan tetapi, sinar putih tiba-tiba memantul dan membuat keduanya kemudian terjatuh. Leewan kembali beringsut untuk maju, tetapi Lanzhou memegang pundaknya dan menggeleng."Kita tidak akan bisa masuk." "Ta
"Mati kau, Shenling," teriak seorang gadis berpakaian mewah dengan dandanan ala tradisional lengkap sambil menghunus pedang. Di hadapannya, seorang gadis lain tengah terikat dengan tubuh lemah dan babak-belur. 'Akankah nasibku berakhir di tempat mengerikan ini? Atau mungkin Leewan akan kembali datang menolongku seperti yang selalu dilakukannya?' bisik gadis itu dalam hati. Masih terngiang di benak gadis tersebut janji yang terucap dari bibir sang pemuda. "Shenling, apa pun yang terjadi, aku akan selalu melindungimu. Kamu harus tetap percaya padaku."*** Yuan Shenling bergegas mengikat rambut panjangnya. Berulang kali dia mematut diri di cermin. Beberapa pakaian berserakan di atas tempat tidur bernuansa biru muda tersebut. 'Rasanya ini sudah pas. Semoga aku tidak membuat kesalahan lagi dan membuat Pak Huang semakin marah padaku,' ujarnya dalam hati. Terbayang o
Tanah gersang tersebut hanya ditumbuhi sedikit tumbuhan serta rerumputan. Beberapa di antaranya tampak meranggas karena terik sang surya. Seorang pria muda bertubuh tegap terlihat terjatuh di tanah berdebu. Wajahnya tampak kotor oleh pasir. Baju zirah lengkap yang dikenakan tidak kalah kotor. Meski begitu, pedang tetap terhunus di tangan. Di sekelilingnya tampak puluhan mayat bergelimpangan. Darah dan debu melumuri tubuh mereka. "Jenderal Lee yang terhormat, Anda sudah kalah. Lihat semua pasukan Anda, mereka semua sudah tewas!" ujar seorang berkuda di hadapannya dengan nada suara dibuat-buat dan mengejek. "Aku belum kalah," sahut sang jenderal muda itu sambil bangkit berdiri. Dia berdiri dengan sedikit sempoyongan, meski begitu tetap saja berusaha untuk berdiri tegak dan menghunus pedang. "Maju kalian. Aku pastikan mayat kalian semua juga akan terkubur di tempat ini!" desisnya. "Sombon
Shenling berjalan pelan. Pria paruh baya bertubuh tambun segera mengikuti sambil menggendong punggung sosok pria muda yang ditemukan gadis itu. Gadis muda tersebut akhirnya mengambil keputusan untuk menyelamatkan lelaki tidak dikenal itu. Ia bahkan membayar orang untuk membawa lelaki itu pulang ke rumahnya. Sebenarnya, Shenling sempat ingin membawa pemuda yang membuatnya jatuh itu ke rumah sakit, tetapi masalahnya dia tidak punya uang. Ini saja dia sudah habis-habisan untuk menyewa paman gemuk itu agar membantu membawa orang itu ke rumahnya. 'Ah, Shenling, kau terlalu baik hati. Seharusnya kau pergi dan tidak ikut campur. Sekarang lihat saja bagaimana nasibmu selanjutnya,' gerutunya pada diri sendiri. 'Sudahlah. Mungkin dia nanti akan membayarku. Lagipula meski habis dirampok, para perampok itu meninggalkan pedang ini. Aku bisa menjualnya,' ucapnya sambil menatap pedang yang berada di genggaman tangan.
"Tempat ini. Apa ini adalah pondok penyihir?" tanya Leewan setelah beberapa saat. "Apa katamu?" tanya Shenling sedikit bingung. "Apa kau seorang penyihir dan sedang menahanku sekarang?" "Apa?" ucap Shenling sekali lagi dengan keras. Gadis itu lalu menggeleng."Kau ini bicara apa?" 'Ck, sayang sekali, pemuda ini tampan, tapi kelihatannya otaknya agak terganggu. Apa para perampok itu telah memukul kepalanya dengan sangat keras?' gumam gadis itu dalam hati. "Kalau begitu, apa kau akan membebaskan aku?" tanya pemuda di hadapannya itu lagi setelah beberapa saat. Shenling hanya diam sambil menggeleng. "Kau tidak mau membebaskan aku? Dengar aku adalah jenderal negeri ini. Satu kata dariku akan bisa menghancurkan pondokmu ini," ucap Leewan cepat. "Aku ... aku tidak mengerti apa yang kaubicarakan," jawab Shenling yang masih kebingungan.
Leewan bergegas keluar dari rumah. Shenling yang berada di dalam masih membeku ketakutan. Tadi Leewan sempat memaksa dan mengancam untuk menunjukkan pintu keluar. 'Aku telah menolong orang yang salah. Dia hampir saja membuatku celaka," gumam Shenling dalam hati. Di luar, justru Leewan yang tertegun bengong. Jalanan dipenuhi benda-benda yang tidak pernah dilihat. Ada besi bergerak dengan orang di dalamnya. Lalu orang-orang juga berpakaian aneh. Pakaian yang sejenis dengan yang dipakai Shenling. Beberapa orang tampak mengamati benda di tangan mereka. Semua itu membuat Leewan menyadari ia berada di dunia asing yang aneh. "Kau masih di sini?" tegur Shenling membuat pemuda itu terperanjat. Ia langsung melompat mundur. "Kau ... kau memang penyihir," ujarnya sambil menuding gadis itu. "'Kan sudah kubilang. Aku ini penyihir yang sangat hebat. Begitu pula orang-orang di sini. Jadi kau ti