Share

6 | Mine

"Jaitan lo gimana? Gue bayanginnya ngilu sendiri."

Jasmine Putri, mengambil toples cookies dari ruang tamu dan langsung melahapnya. Satu-satunya teman dekat Rara ini datang berkunjung. Jasmine sudah mulai disibukan dengan dunia perkuliahan. Sejak dulu dia bercita-cita menjadi Diplomat untuk Inggris, biar gampang pedekate sama bule-bule British. Dan sekarang Jasmine berhasil masuk ke jurusan Hubungan Internasional di salah satu universitas swasta. Rara bangga dan... sedikit iri.

Seperti apa sih rasanya berkuliah?

"Udah lumayan kering, tapi masih sakit." Rara menyodorkan segelas sirup. "Lusa paling gue ke rumah sakit lagi buat lepas jaitan."

Airin telelap di kasur yang sengaja digelar di ruang tengah. Ditutupi kelambu cantik berwarna pink pemberian Jasmine. Dia membawa hadiah ini itu sampai-sampai Rara jadi enak. Serius, Rara sih terima-terima saja dikasih hadiah segini banyak. Memang dasar semprul anaknya.

"Duh, gue ngeri liat lo jalan. Udah entar gue bisa ambil sendiri kalau mau apa-apa. Lo diem aja." Mimik wajah Jasmine horor karena cara jalan Rara menurutnya aneh.

"Mas Abi tadi udah masak. Lo makan dulu gih."

Iya, pagi-pagi buta sebelum berangkat ngantor suaminya sempatkan memasak. Jujur, masakan Abi lebih enak ketimbang Rara. Dia mah apa ya, istilahnya anak kemarin sore. Belajar masak pun baru sejak berkeluarga. Walaupun begitu, Abi selalu menandaskan apapun yang dimasak Rara terus memuji; 'Enak, Ra.' Sesimpel itu dan setelahnya Rara selalu berkeinginan naik level dalam hal dapur.

"Sumpah Pak Abi masak?! Suamiable banget deh, Ra! Udah ganteng, baik, bisa masak juga."

Rara mau ketawa sebentar. Pak Abi? Iya sih, dulu Bapak Abimanyu Wicaksono adalah guru mereka. Tapi tetap saja Rara geli mendengarnya.

"Iya, Mas Abi belum bolehin gue ngurus rumah."

"Alibi kali. Biar lo cuma ngurusin dia doang." Timpal Jasmine seraya tersenyum mesum.

"Otaknya tolong ya, ukhti. Dijaga baik-baik."

Tawa Jasmine meledak, alhasil Airin terbangun. Pun Rara menggendong Airin, menenangkan putri kecilnya yang terkejut. "Maapin tante, sayang. Mama kamu sih otaknya suka sableng."

Di saat Rara menidurkan Airin, pandangan Jasmine menyapu ke sekeliling rumah. Dia kenal Rara sedari SMP, sudah lama mereka berteman. Rara sendiri adalah tipe orang yang hedon. Cinta merek-merek ternama dunia semacam Gucci, Prada, dan lainnya. Tak segan Rara koleksi satu per satu. Tidak umum memang anak sekolah mengkoleksi hal demikian, tapi ini adalah Larasati Wijaya. Dia dapat membeli apa saja yang dia mau, namun apa yang dilihatnya sekarang bagai bumi dan langit.

Siapa yang akan mengira Rara akan berakhir tinggal di rumah sesederhana ini. Memakai daster dan mengasuh seorang anak. Bukan Jasmine bermaksud membandingkan apalagi merendahkan, dia sebatas bertanya-tanya: Apakah Dio-Irana betulan membuang Rara?

"Ra... nyokap bokap lo beneran belum tau?"

Tepukan pelan Rara pada punggung Airin terhenti. Dia menggigit bibir bawahnya, kemudian menatap Jasmine. Raut wajahnya menandakan dia pun bermodal nekat untuk menanyakan hal tersebut, tapi Jasmine sudah terlanjur gerah karena penasaran.

"Lo kalau mau bahas itu, mendingan pulang."

"Sumpah, Ra. Lo nggak bisa nutup-nutupin terus. Apa mau gue bantu buat ngomong?"

Rara menghela nafas kasar. "Buat apa? Gue udah bahagia."

"Iya, tapi masalah itu tetep bakal menghantui lo. Lo boleh bilang udah bahagia, tapi alam bawah sadar lo belom. Ini nggak adil, Ra."

"Assalamualaikum!"

Sapaan salam dari luar rumah menghentikan aksi ribut-ributnya Jasmine. Rara pun mengampiri sumber suara, lalu menemukan Tia, Ibunya Abimanyu di sana. Supir travel menurunkan dua tas besar milik Tia sebelum pamit.

"Walaikumsalam." Pun Rara segera mencium tangan Tia. "Gimana Bu perjalanannya? Capek?"

"Itu mobil siapa di luar? Kamu ada tamu?" Diabaikannya basa-basi Rara, dan menantunya ini mengangguk.

"Ada temen sekolah Rara, Bu."

"Laki-laki?" Tanya Tia seiring melangkah masuk.

"Perempuan, Bu."

Ya kali Rara membiarkan teman pria bertamu. Dia tahu aturan dan norma kok. Sepanjang Mas Abi tidak di rumah, mana mungkin membiarkan hal itu terjadi. Jasmine sudah menyengir saja di depan pintu untuk langsung menyalami Tia. Setelahnya, Tia menanyakan di mana kamarnya dan ngeloyor masuk. Alhasil Rara-Jasmine berhasil bengong beberapa saat.

"Nyokapnya Pak Abi?" Bisik Jasmine. Dia mengikuti langkah Rara yang akan mengambil dua tas milik Tia. Tas-tas itu masih di luar. "Eh apaan sih lo, Ra. Gila ini berat. Udah gue aja."

Rara tersenyum tipis, "Makasih, Mine."

"Selow." Balas Jasmine. Rara ini posisinya sedang menggendong Airin dan baru melahirkan loh. Mana boleh angkat beban berat. "Emang jutek gitu orangnya?"

"Capek palingan. Jauh kan dari Bandung ke sini."

Dulu Tia ini ramah. Sayang sekali sama Rara seperti anak sendiri. Namun semenjak di rumah sakit, entahlah, dia rasa ada perbedaan yang mencolok.

"Pokoknya beda banget sama Pak Abi." Kesal Jasmine sebelum menaruh kedua tas tersebut di depan kamar Tia. "Gue pamit deh, Ra. Nggak enak gue ada Ibu mertua lo."

"Eh bentar." Tahan Rara. "Gue masih mau ngobrol. Kita kan udah lama nggak ketemu."

Padahal yang sebenarnya adalah Rara segan pada Tia. Ini baru beberapa menit sejak kedatangan Ibu mertuanya. Bagaimana jika seminggu kemudian? Belum apa-apa rasanya Rara ingin menyerah.

---

NOTE:

Jangan lupa reviewnya yaaa.

Sejauh ini gimana Untuk Asa?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Rizma Ristanti
ceritanya bagus... lanjut thorr ??
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status