Share

1. Kontrak Diterima

Tentang : Penawaran Kontrak.

Dear Gigi Kelinci,

Saya Moon. Editor dari, penerbit Suka-Suka.

Saya sudah membaca naskah kamu yang berjudul Brave Luna. Saya tertarik untuk memberikan penawaran kontrak.

Dengan CATATAN : Masih banyak perbaikan, PEUBI, tanda baca, typos (Mustinya kamu nulis pakai iup).

Tambahan : Saya ingin Anda menambahkan sisi erotis, bagaimana Luna menggoda bosnya dan berakhir bermalam bersama?

Tertanda,

Moon.

Ilene menelan ludahnya gugup, bentar-bentar ia pasti salah baca. Apa tadi? Penawaran kontrak? Oh ini pasti ia sedang bermimpi bukan penawaran kontrak dari tulisan acak kadutnya miliknya. Murni ia mengkhayal bagaimana seorang wanita menjadi kuat dan tidak lemah di bawah penindasan lelaki.

Ilene membaca berulang-ulang email tersebut dan berharap ia menghalu, tapi semuanya beneran. Nama Moon termpampang jelas disana.

"Anjirrr Moon. Moon maap." kekeh Ilene. Membasahi bibirnya, dan mencoba mencari kata yang tepat agar tidak salah kata. Salah kata, maka nasibnya berkahir mengenaskan karena memang ini impiannya, walau masih belum percaya ada yang menawarkan kontrak padanya dengan modal cerita ala kadar.

Re : Penawaran Kontrak.

Hi Moon,

Terima kasih penawarannya, saya masih belum percaya cerita abal-abal saya dilirik🥺🥺🥺. You don't know, how I was crying like a baby 😭😭😭. Makasih Moon.

Akan saya perbaiki di bagian yang perlu.

Regards,

Gigi Kelinci.

Ilene membaca ulang email sebelum ia yakin dan menekan fitur kirim.

"Bodo amat curhat. Biasanya, kalau curhat dia lebih luluh. Hihi." Ilene tersenyum sendiri, dan menekan fitur kirim ke Moon. Moon yang melambangkan bulan yang terang, bulan yang menyejukan hati.

"Apaan tadi? Pakai iup? Dih nggak sopan!" gerutu Ilene, ia seperti tahu editornya ini cerewet bahkan judes bicaranya.

Ilene melototkan matanya lagi, ketika melihat lambang pengirim pesan sudah muncul lagi di layar ponselnya.

Tentang : Penawaran Kontrak

Saya nggak butuh air mata palsu seperti itu. Saya butuh kredibiltasnya.

Saya tunggu malam ini, jam 12 malam. Satu bab sudah selesai, no typos. Belajar PEUBI yang benar, tanda baca yang sesuai. Buat karakter yang kuat, judulnya Brave, tapi karakternya menye-menye.

Saya nggak suka itu!

Tertanda,

Moon

"Lah anjirrr, udah tahu menye-menye ngapain lu terima Bambang?!" Ilene menjadi misuh-misuh setelah membaca balasan tak sopan dari editor Moon. Editor rese. Ya, baru berinteraksi, tapi Ilene sudah bisa menduga, editor yang satu ini rese minta ampun, yang membuat hari-harinya takkan tenang.

Re : 🤔🤔

Hi Moon,

Baik akan saya laksanakan. Dan saya kirim kesini lagi?

Regards,

Gigi Kelinci

Re : 🤔🤔 (Judul apa ini?)

Ya. Saya tunggu, lewat satu detik, kesempatan hangus.

Tertanda,

Moon.

"Shit! Mana aku juga punya deadline sama Pak Prapto lagi." Ilene guling-guling di kasur, sebenarnya ia mahasiswa akhir yang sedang berjuang antara hidup dan mati demi masa depannya. Ilene sedang mengerjakan skripsi. Tapi, karena stress revisi yang tak berkesudahan, gadis itu menjadikan menulis sebagai pelariannya.

"Ya Tuhan. Mana yang harus kubuat. Kalaupun, revisi naskah. Aku harus belajar tanda baca yang benar. Kapital, PEUBI, dan itu nggak bisa satu jam. Ya Tuhan, naskah jodohku kau datang disaat yang tidak tepat. Mama sedang berjuang dengan skrispi." Ilene menggigit bantalnya. Ini seperti maju kena-mundur rugi.

"Bentar-bentar, berarti cerita aku lumayan juga lah ya, sampai ditawarkan. Ahhhh... Bunda... Anak gadismu sebentar lagi jadi penulis terkenal." Ilene bolak-balik di kasur, merenggangkan tangan dan kakinya, setelah ini ia akan berjuang, demi kebaikannya semua.

"Tidur siang dulu atau baca-baca dulu nih?" Ilene menimbang, ia sebenarnya merasa mengantuk sekarang. Tidur sebentar biar segar dan bangun langsung mendapat hidayah, kedengarannya tidak buruk.

Ilene menutup matanya, niat hati mau tidur malah gadis itu berkahir mengkhayal hal yang belum waktunya. Ilene mengkhayalkan, bagaimana interaksi dia dengan sang editor dan lama-lama mereka berdua jadi akrab. Setelah sang editor tahu, bagaiamana asyiknya Ilene, editor akan ramah padanya, karena Ilene begitu baik, ceria, sopan? Menurut kacamata dirinyalah, Ilene termasuk anak yang sopan.

"Aish, baru juga mulai udah galak." Ilene berguman masih dengan menutup matanya. Gadis itu sudah membayangkan, bagaimana keduanya menjadi akrab, sang editor mengajak Ilene makan untuk merayakan keberhasilan mereka sebagai buku best seller.

"Ya, ceritaku harus menjadi buku best seller." Ilene langsung terduduk, rasa memgantuk itu menguap sektika, digantikan dengan rasa mengebu-gebu. Ilene mengambil laptop miliknya berwarna abu-abu dan mulai mencari apa yang perlu ia tahu. Jika memang ia tidak lulus di semester ini, semester depan bisa dikejar, asalkan ia sudah mendapatkan sesuatu yang bisa dibanggakan dan orang tuanya tidak akan marah, terutama bundanya.

Ilene hanya geleng-geleng, melihat tulisannya yang masih banyak typo, pantas saja editor galak, Moon rese begitu sikapnya.

Dua jam belajar sambil praktik, Ilene mempelajari teori dan langsung mengaplikasikan di tulisan miliknya, ternyata ia baru sadar masih banyak kesalahan yang ia lakukan, tapi ia terlalu percaya diri untuk mengirim naskahnya.

"Jodoh emang tak kemana." kekeh Ilene mulia mengetik di atas keyboard. Ilene mulai membuat Luna yang malam itu pergi ke club malam, karena ia sedang patah hati, dan tak ingin menyendiri karena takut bunuh diri. Akhirnya Luna memilih pergi ke club dan ia setengah sadar, mencium orang asing dalam club dan berakhir di kamar bersama.

"Anjirrr... Ini maksudnya sisi erotisnya?" guman Ilene sambil memikirkan adegan seperti apa yang harus ia tuangkan?

"Demi apa gue belum pernah ciuman, masih virgin dan sekarang buat cerita erotis? Bunda bisa bunuh aku kalau tahu." Ilene bingung, akhirnya ia menghubungi lagi editor Moon.

Tentang : Em ... Sisi Erotis

Hi Moon,

Maaf ganggu lagi, mau tanya apakah harus masukan adegan per adegan yang bagian erotis?

Jujur, saya belum pernah menulis dan pribadi belum pernah begituan. Maksud saya, bisakah di skip saja adegan itu?

Terima kasih.

Regards,

Gigi Kelinci.

Ilene menggigit bibirnya, pasti editor menolak mentah idenya. Karena dari awal sang editor menginginkan adegan erotis sebagai pembukaan agar menarik?

"Anjirrr, kalau nulis otomatis. Aku harus membayangkan adegan panas itu, atau posisikan jadi diri sendiri. Asoylah, gini amat resikonya."

Ilene kembali menekuni laptopnya dan membacar teori-teori dan ilmu dalam kepenulisan. Separuhnya ia langsung paham, dan Ilene akan langsung mempraktekan. Hingga, editor rese itu tak ada celah untuk menuntut dirinya.

"Kenapa aku harus tertekan? Harusnya aku enjoy jalanin ini semua. Aish, editor rese itu yang buat semuanya jadi gini. Gini amat mau jadi terkenal Ya Allah." Ilene masih bersungut. Gadis itu membuka percakapan email dan belum dibalas sang bos.

Ilene berbaring sebentar dan membayangkan, setiap hari ia masuk keluar mall untuk memberikan materi bedah buku dan ceritanya menjadi laris manis di pasaran bahkan di-filmkan. Namanya akan tertulis di mana-mana. Suatu pencapaian yang luar biasa bukan?

"Ya Tuhan, semoga ceritaku bisa laris manis."

Baru saja dipikirkan, ada nama Moon disana.

Re : Sisi Erotis

Dear Gigi Kelinci,

Sebelum gigi kamu jadi gigi sapi atau gigi buaya, silahkan dibuat saja. Karena saya lebih tahu, peluang pasarannya seperti apa.

Berikut, saya lampirkan beberapa cerita yang menulis adegan erotis di dalamnya, bisa kamu jadikan refrensi. Ingat! Jangan diplagiat, jika tidak, akan saya hapus dari list.

Tertanda,

Moon

"Faaaakkkk. Bahkan balasannya lebih menyakitkan, tahu gitu nggak usah tanya."

Ilene membuka lampiran file ada tiga potong cerita yang hanya menampilkan bagian erotisnya saja. Ilene hanya menggigit bibirnya membayangkan adegan panas tersebut, lama-lama otaknya bisa terkontaminasi dan jadi gila. Ia harus membayangkan hal panas dan menuangkan lagi dalam tulisan. Apa ini memang resiko jadi seorang penulis.

"Ouh Jack... Bukan disitu, di bawah lagi." pinta Kate dengan memohon, matanya merem-melek keenakan karena jari-jari panjang Jack bermain di intinya.

"You're so tigh baby. Sudah tidak sabar, si Tiger memasuki milikmu yang sempit, menjepit dan mencengkeram dengan begitu kuat, dan dilahap seperti lubang hitam."

Ilene hampir melemparkan ponselnya. Keringat dingin meguncur deras di dahinya, Ya Tuhan apa melakukan pekerjaan ini ia berdosa?

Ilene mulai membayangkan adegan per adegan, saat Jack memasuki Kate dan keduanya berteriak serempak dalam harmony. Saat paha keduanya beradu, dan Ilene membayangkan keringat menguncur deras di tubuh kedua pemuda itu, dan bagaimana rasanya nikmat dunia.

"Okay, bisa nih kayaknya. Awalnya aku buat mereka ciuman dulu."

Awalnya Ilene merasa sangat mengerikan, saat menulis setiap detail adegan saat Jose dan Luna mulai melakukan adegan oer adegan, bahkan Ilene menahan napas dan menutup matanya, saat ia membayangkan adegan itu atau menulis yang lebih spesifik.

"Gila sih ini! Gue jadi nggak polos lagi." Ilene menggeleng.

"Sebenarnya kalau nanya Bella bisa aja, tapi apa boleh? Itukan pasti privasi." guman Ilene. Apa iya, bertanya pada Azyan dan gadis pemalu itu akan membeberkan rahasia ranjangnya pada orang lain, walau alasannya untuk keperluan menulis. Ilene tak ingin mengusik ketenangan orang lain. Ia hanya belajar dari teori yang ia baca-baca.

"Tapi kayaknya enak berbuat gitu. Aish." Ilene geleng-geleng, baru menulis satu bab otaknya sudah terkkontaminasi secara tak sehat. Bagaimana ke depannya? Ia butuh menulis puluhan bab, dan Ilene yakin setiap bab pasti terselip adegan seperti itu.

"Tahu gini, mending aku bersuami dulu, biar nulisnya enak."

Ilene berbaring lagi, merenggangkan tubuhnya. Bagaimana ini, ke depannya pasti ia masuk lagi dalam dunia yang lebih dalam. Ia akan mengupas tuntas dunia yang seperti itu, bahkan tak menutup kemungkinan Ilene menulis tema Gore, BDSM. Ilene sudah merinding duluan, jika ia harus menulis adegan kekerasa dan tak layak seperti itu.

"Padahal aku udah dewasa, tapi kenapa harus malu?" Azyan menggigit bantal miliknya yang berwarna pink. Harusnya ia bisa bersikap dewasa, bahkan sahabtanya sudah punya di saat semester 5. Sekarang sudah semester 8, dan anak Azyan sudah 1 tahun lebih.

"Ah, minimal ada pacar biar tanya-tanya, atau praktekan ciuman itu kayak mana. Nggak mungkin aju nanya Bella, gimana rasanya ciuman?"

Ilene berpikir, tapi menyambar ponselnya, ia tahu, Azyan pasti malu tapi siapa tahu ia mendapat sedikit ilmu. Bertanya pada abanganya? Manusia kaku itu pasti tidak akan menjawab.

Ilene bukan Irene Red Velvet : Hi, ibu-ibu anak satu. Mo nanya, tapi agak privasi. Gimana rasanya ciuman?

"Bodo amat dah terlanjur ngirim." Ilene menelungkupkan kepalanya di kasur, nenbayangkan wajah Azyan memerah saat membaca pesan laknat itu, bisa-bisanya ia bertanya privasi seperti itu.

"Kayaknya enak bangat hidup jadi Bella. Punya anak punya suami, mana Abang perhatiannya berlebihan lagi. Ahh... Di mana jodohku kau berada." Ilene berguling-guling, sambil membayangkan kebahagian rumah tangga yang dijalani Azyan. Bahkan suami dan anaknya sangat support saat ia melaksanakan sidang skripsi, jadi skripsi Azyan cepat sekali di ACC. Azyan bahkan sudah seminar proposal, meninggakan dirinya yang bab 1 satu saja belum selesai.

ABella : Ya ampun Ai, pertanyaannya 🤭🤭🤭. Hihi, malu ah. Untung bukan abang yang baca duluan😅😅😅. Hehehe, maap itu privasi.

"Tuh kan, pasti dia nggak mau jawab. Bikin iri aja nih orang." Ilene semakin misuh-misuh, dia begitu iri dengan kebahagiaan Azyan. Bahkan, Danish makin pintar dan sudah bisa berbicara sekarang. Terkadang Ilene berpikir enak sekali menikah muda, dengan catatan kedua belah pihak telah siap mental dan materi. Azyan dan abangnya adalah manusia dewasa yang pemalu, Azyan yakin mereka pasti hampir tidak pernah bertengkar, malah hanya ada kehangatan dalam rumah tangga mereka.

Awal pertama kali menulis, karena Ilene bisa melihat kehidupan seperti apa yang Azyan jalani. Membuat Ilene ingin merasakan hal yang sama, walau Tuhan belum menunjukan padanya. Atau belum saatnya ia merasakan itu, karena Tuhan tahu yang terbaik.

Akhirnya dengan amatiran, Ilene mencoba menuangkan apa yang ada di isi kepalanya dan juga teori yang ia baca.

Walau dengan keringat dingin dan juga deg-deg ser karena menulis yang bukan passionnya, tapi Ilene berhasil. Bahkan, ia sudah submit agar editor rese itu tidak sibuk.

Ilene membuka pintu kamar dan ingin mengambil minuman dingin di kulkas, karena otaknya panas, tenggorkan kering, terlalu banyak menelan ludah di setiap adegan.

"Bella tadi di rumah ini?" tanya Ilene saat melihat temannya berada di rumah bersama keluarga kecilnya. Bundanya pasti takkan membiarkan cucunya untuk bermain sendirian. Danish adalah permata di keluarganya. Padahal, menurut Ilene Azyan bisa punya anak lagi, karena Danish sudah cukup besar untuk punya adik. Tapi itu urusan rumah tangga orang, karena ia masih dianggap bocah bagi orang lain. Padahal usianya sudah legal.

"Bella langsung hapus pesan tadi ya. Entar abang baca lagi." Ilene menutup wajahnya, Azyan hanya tertawa. Wanita ini semakin bahagia dalam hidupnya, bahkan tubuh Azyan bisa Ilene nilai jika semakin gemuk karena bahagia.

Ilene melihat abangnya yang mengendong anak semata wayangnya, dan menciumi wajah bocah itu berkali-kali.

"Lecet juga tuh muka nanti." komentar Ilene pada abanganya. Tapi Dennis tak menghiraukan, ia memberi Danish pada Azyan dan mengambil ponsel dari tas Azyan. Ilene melotot, mampus bisa habis riwayatnya jika Dennis membaca pesan tadi.

"Udah dihapus kok." kata Azyan menengangkan saat melihat raut muka Ilene.

"Yaudin lah ke kamar dulu. Makin iri lihat keluarga berencana, eh keluarga bahagia." Ilene pergi ke belakang dan mencari minuman yang ia cari seperti tujuan awalnya.

Azyan mengambil minuman kaleng, meneguknya sedikit ia masuk dalam kamar dan mengunci lagi kamarnya.

Layar ponsel Ilenr baru saja berkedip manja. Gadis itu menyambar ponselnya, dan melihat logo email, tanpa sadar ia tersenyum, walau tahu akan banyak kata memyakitkan di dalamnya.

Tentang : Bab SAMPAH!

APA INI? SAYA SUDAH KASIH REFRESNSI, TAPI KENAPA HASILNYA SEPERTI ANAK TK BELAJAR NAIK SEPEDA?

ANDA TIDAK BERKOMPETEN!

Tertanda,

Moon.

"Bangke! Dia tidak menghargai usahaku sedikitpun." sungut Ilene membuang ponselnya.

________________________

Hi, selamat datang di bab pertama. Bagaimana, sudah terbayang bon cabe level berapa yg akan editor Moon bagi ke Ilene. Dia harus jadi tahan banting menghadapi editornya.

Mohon dukungannya semua, agar emak terus menulis dan bisa menghibur kalian semua💋💋💋💋

See you babe💋💋💋💋

Komen (6)
goodnovel comment avatar
kaniaa azahra
kirain gue doang yg bingung...
goodnovel comment avatar
Anggra
agak bingung Ama nama² tokohny
goodnovel comment avatar
mei niski sitorus
ok mak, kalo para pembaca masih eror membacanya kudu ati ati, ntar g sinkron............
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status