Tentang : Revisi
Hi Moon,
Semoga harinya menyenangkan 🤗🤗🤗 .
Saya sudah revisi habis-habisan, berharap ada perubahan🥺🥺. Ya saya memang amatiran. Tapi saya siap belajar🙌🙌🙌. Berikut saya lampirkan revisi saya (berharap tidak ada lagi revisi)
Terima kasih kesabarannya.
Regards,
Gigi Kelinci
Ilene bernapas lega, setelah ia mengirimkan naskah yang sudah ia otak-atik habis-habisan. Sudah lima kali, ia menulis, menghapus, membuat yang baru, sampai tangannya kebas.
"Bodo amat, kalau di tersingung. Biar dia jadi normal dikit kayak manusia."
Semalaman Ilene begadang, dan ia berhasil mengirimkan subuh hari berharap Moon mengerti kalau Ilene begadang demi revisi naskah. Jika sampai hati Moon masih bilang naskahnya sampah, Ilene tak tahu lagi. Tapi jangan khawatir ia tahan banting, dan juga takkan menyerah secepat ini.
Gadis itu mengantuk, tapi hari ini ia ada janjian dengan dosen pembimbing untuk bimbingan. Ilene punya dua pembimbing. Dua-duanya sangat vital tentant masa depannya.
"Aku harus beli kopi di kampus nanti, biar tak ngantuk." Ilene menguap, ia berdiri dan membuka pintu kamar. Sedikit positif, ia bisa membagi waktu antara revisi naskah dan revisi proposal.
Gadis itu langsung melangkah kamar mandi, dan mengisi kebutuhan sekalian mandi.
Saat Ilene keluar ia melihat bundanya sedang memasak. Ilene bersyukur bundaya bukan emak-emak cerewet yang selalu menyuruh anaknya mengerjakan rumah. Bahkan, bundanya yang mengerjakan semua. Namun, terkadang Ilene membantu bundanya karena ia sadar dan tak mau jadi anak durhaka.
"Jam berapa kuliah?" tanya Ilona sambil membalikan nasi di penggorengan. Ilene yang hanya memakai handuk mendekati Bundanya, dan mencuri nasi goreng yang belum matang tersebut.
"Jam 10 janjian sama dospem." Ilona mengangguk. Ia hanya bekerja freelance jadi lebih banyak ia habiskan waktunya di rumah dan mengurus rumah. Lagian semua anaknya sudah besar.
"Yaudah ganti baju sana. Ini ngapain di sini pakai handuk aja?"
"Bunda..." Ilene berbalik dan melihat kembarannya baru bangun tidur dan langsung memeluk bundanya. Ilene mengedihkan bahunya. Darris lebih manja darinya.
"Ini kenapa lagi? Sikat gigi sana, cuci muka. Mata aja masih tutup." Ilona mulai mengomel.
Ilene masuk ke kamar, dan sempat memeriksa ponselnya. Dan belum ada balasan dari editor Moon.
"Yang benar saja, pasti dia belum bangun. Dasar kebo." Ilene Menganti bajunya. Sekarang masih terlalu pagi, ia bisa tidur sebentar. Ilene tidak tidur semenit pun semalaman. Ia menulis, menghapus lagi, saat bagian erotis yang editor Moon maksud.
"Memang editor rese yang menyusahkan aja." Ilene menggosok rambutnya yang basah dengan handuk kecil sambil berkaca.
Gadis itu hanya memakai pakaian rumahan, karena jika ganti baju sekarang bajunya akan kusut. Karena untuk kebutuhan sendiri, mereka harus mengerjakan sendiri. Seperti menggosok baju sendiri, terkadang bundanya mengantar ke laundry, tapi banyakan cuci sendiri di rumah. Dan bundanya yang mengerjakan semuanya.
"Tidur ah ngantuk."
Ilene membaringkan tubuhnya. Berharap ia sedikit punya tenaga, karena ia harus menjawab pertanyaan dari dosen pembimbing nanti di kampus dan juga ia harus menahan hatinya membaca komentar dari editor Moon.
"Ai, mau makan nggak? Udah selesai nih. Bunda juga udah buat susu."
"Ai ngantuk bunda. Semalam begadang buat proposal." dusta Ilene tak sepenuhnya berbohong. Proposalnya lebih cepat selesai saat ia serius mengerjakan tidak dengan bab revisi dari editor Moon. Bayangkan lima kali kamu menulis adegan yang sama dan selalu berakhir tak memuaskan.
Gadis itu tertidur.
_________________________"Anjirrr. Jam setengah sebelas." Mata Ilene langsung segar. Ia janjian jam 10.
Gadis itu melihat ada tanda logo email masuk. Mood Ilene sedang malas untuk melihat komentar jelek editor Moon. Tapi ia juga penasaran. Perlahan, tangannya membuka pesan tersebut.
Tentang : Revisi
Dear Gigi Kelinci,
Saya harap gigi kamu berubah jadi gigi sapi sekarang.
Berapa umurmu, hingga tak bisa membuat adegan gampang seperti ini? Ayolah, saya sudah beri contoh. Tapi penggambarannya cuman uh... Ah...
Bukan seperti itu!
Detailkan dengan banyak kata indah yang membuat orang lain yang membacanya hingga terbayang adegan panas tersebut. Jangan sampai saya lihat kamu menulis orgasme jadi organisme
Tertanda,
Moon.
Mood Ilana mendadak buruk, bahkan kalau boleh ia meringkuk seharian di kasur dan tak ke kampus sekarang.
Ilana mengabaikan email yang bikin sakit hati dan merusak moodnya seharian. Gadis itu akhirnya mengganti baju dan bersiap ke kampus. Dia telat, karena janjian jam 10. Dan artinya harus on-time bukan sudah lewat jam seperti ini.
"Salahin aja editor rese itu." Ilene mencak-mencak sambil menyisir rambutnya. Gadis itu memakai krim di wajahnya, dan menyomprot parfum ke pakainnya.
Ilene keluar dari kamar, membawa tas ransel dan juga satu dokumen berisi proposal dan hasil revisi berjilid-jilid dan tak pernah selesai.
"Loh? Bukannya masuk jam 10?" Ilene melihat bundanya yanga hanya bermain ponsel.
"Ketiduran." Ilene menarik kursi dan memakan nasi goreng yang sudah dingin dan meminum susu coklat yang sudah dingin juga.
"Bunda antarin?"
"Iya."
Ilene dan Darris hanya punya satu kendaraan artinya mereka harus berangkat bersama ke kampus, jika salah satu jadwalnya berbeda maka akan terjadi seperti ini, bunda mereka akan mengantarkan. Karena mobilnya sering dibawa Darris.
___________________________"Itu Kayvan bukan?" Ilene menoleh ke samping. Kayvan Sagara—crush Ilene. Gadis itu langsung terdiam. Dulu, saat masih kecil ia sering bersama Kayvan karena orang tua mereka saling mengenal, tapi saat tumbuh remaja, Ilene menyadari ketertarikannya pada Kayvan. Baginya, Kayvan itu cowok idaman untuk bisa ia bawa jalan-jalan atau minimal bisa jadi praktek agar ia tidak kaku menulis adegan. Seperti Ilene dan Kayvan pergi kencan, keduanya berpegangan tangan, saat malam hari Kayvan membuka jaketnya dan memberi pada Ilene. Saat sudah larut malam dan keduanya nyaris berciuman saat Kayvan mengantarnya pulang.
"Kayvan." Suara bundanya membuat Ilene kembali sadar, ia hanya bisa menunduk saat laki-laki itu mendekat. Sampai sekarang, getaran itu masih terasa. Sejak SMA Ilene menyukai Kayvan, tapi laki-laki itu tidak menyukai dirinya. Ini kenyataan pahit yang Ilene terima.
"Hai bunda." Kayvan menyalami Ilona. Ilene sibuk membaca proposal miliknya.
"Hai Ai." Ilene pura-pura terkejut, dan tersenyum pada Kayvan padahal jantungnya mau copot.
"Oh hey." Kayvan tersenyum padanya kembali. Ilene memalingkan wajahnya, duh wajahnya begitu tampan dan senyumannya secerah bulan. Ilene langsung menganga, ngomong bulan ia jadi terikut editor rese Moon. Ilene hanya mencibir kesal.
Saat Kayvan pamit pergi, Ilene turun dari mobilnya dan langsung menuju ruang Pak Prapto siapa tahu, orang tua tersebut tidak sibuk.
Ilene bernapas lega, saat melihat kepala plontos Pak Prapto di balik pintu berkaca tersebut. Ilene mendorong deg-degan karena takut kena semprot Pak Prapto apalagi orang tua itu moodnya sedang buruk.
"Misi pak." ujar Ilene dengan sopan.
"Ya." Pak Prapto menurunkan sedikit kacamatanya.
"Ada apa?"
Ilene menurunkan dokumen. Dan mengeluarkan proposal yang sudah ia buat.
"Kamu mau bimbingan? Jam berapa janjian?"
"Harusnya, jam 10 pak." lirih Ilene berharap orang tua ini sedikit tuli. Tapi pak Prapto malah melihat jam yang melingkar di tangannya.
"Telat! Jumpai saya jam 1 nanti."
Bokong Ilene yang belum mendarat sepenuhnya terpaksa ia angkat lagi.
"Iya pak." Gadis itu dengan lesu keluar dari ruangan Pak Prapto. Demi apa, ia harus menunggu dua jam lagi? Belum lagi bimbingan lama, dan banyak revisi yang membuatnya pusing.
Ilene keluar dari ruangan ber-AC. Bertemu Kayvan nyatanya tidak membuat nasibnya mujur.
"Eh ibu anak satu." tegur Ilene saat melihat Azyan yang membawa anaknya ikut bimbingan. Bayi yang sudah lancar berjalan bahkan berlari saja sudah laju, berjalan di setiap bangku menunggu dan membuat semua mahasiswa yang melihatnya geram.
"Hai ponakan." tegur Ilene, dan langsung mengendong Danish. Mencium aroma bayi, membuat kekesalan Ilene sedikit berkurang. Demi apa, saat bimbingan banyak waktunya ia habiskan dengan menunggu.
"Bella bimbingan juga?"
"Iya. Tadi udah, ini mau tandatangan persetujuan penelitian."
Azyan memalingkan wajahnya. Hufh ... Dunia serasa tak pernah adil padanya. Azyan mendapatkan semua kebahagiaan dan kesempurnaan.
"Ini aja jualnya." Ilene mengangkat wajahnya, saat melihat abangnya membawaa materai 6000. Dih, bikin makin iri aja.
"Yaya." Danish sibuk saat melihat ayahnya. Bayi itu tangannya langsung ia ulurkan minta digendong.
Dennis mengambil Danish dan duduk di samping Ilene. Ilene melirik irih ke keluarga bahagia ini. Demi apa ia iri sama abang sendiri, iri sama sahabat sendiri. Hufh ... Hati Ilene hanyak penyakit iri dengki.
Ilene melihat Azyan yang menempel banyak kertas dengan materai. Dia bahkan, revisi bab 1 belum selesai hingga sekarang.
"Abang nggak kerja?" Ilene curiga, kerja Dennis hanya ngepet karena ia seperti tak pernah bekerja dan dunianya tak pernah habis bahkan hidup keluarga kecilnya makin bahagia. Ditambah anak mereka. Ilene harus menanyakan pada bundanya, penyakit apa yang ia punya ia seperti iri dengan kehidupan Dennis dan Azyan.
"Kerjalah." Ilene hanya mencubit-cubit pipi Danish karenw geram. Bayi ini semakin menggemaskan, dan masih bayi saja sudah terlihat bibit tampannya.
"Mommy." Danish berteriak saat melihat ibunya berdiri.
"Bentar ya baby. Mommy tanda tangan bentar." Azyan mencium pipi anaknya dan masuk ke dalam ruangan dosen.
"Habis ini abang pulang?"
"Iyalah."
"Kenapa nggak di kampus aja? Jalan-jalan gitu."
"Danish mau tidur."
Ilene akhirnya membuka ponselnya dan terpaksa ia harus melayani si rese Moon lagi.
Tentang : Revisi 🥶🥶🥶
Hi Moon,
😴😴😴😴.
Mati aja lo Moon!
Ilene langsung menghapus pesan konyol tersebut. Bisa-bisa nyawanya dicabut Moon jika ia berani mengirim seperti itu. Padahal ia sudah lelah.
Tentang : 🥴🥴🥴🥴
Moon resek!
Ilene menghapus lagi. Sepertinya hanya dengan seperti ini, ia bisa bebas mengeluarkan apa yang ia rasakan.
Tentang : 🤢🤢🤢🤢
Lo kapan mati sih!
Ilene menghapus lagi.
Tentang : Revisi
Hi Moon,
Saya terhura, gigi saya jadi gigi sapi😱😱😱. Padahal saya sambil ngaca, gigi saya masih gigi kelinci.
Saya akan revisi lagi. For you information, saya juga mahasiswa akhir yang dikejar deadline skripsi😴😴😴. Lagian saya jomblo😪😪
Regards,
Gigi Kelinci
Ilene langsung mengirim, peduli setan jika editor Moon marah. Dia memang editor rese.
Ilene melihat Danish yang sudah terkantuk-kantuk. Kasian juga bayi inu, rela menemani ibunya ke kampus hingga mengantuk.
"Bang. Anaknya udah ngantuk tuh." Dennis akhirnya membenarkan tidur Danish dan mata bayi itu tertutup sempurna. Ah mengemaskan.
Saat itu, Azyan juga keluar.
"Udah? Danish udah tidur."
"Yaudah pulang yuk. Udah selesai kok Ai pulang dulu." Ilene hanya mengangguk dengan perasan iri yang begitu kentara.
Ilene memperhatikan saat pasangan suami istri tersebut berjalan beriringan menuju parkiran. Dennis yang mengendong bayi, Azyan yang mengambil tas menutupi wajah bayi itu dari sengatan matahari. Saat sampai di mobil, Azyan merogoh kunci mobil di saku Dennis, dan membuka pintunya.
"Kenapa sih mereka bikin iri aja." guman Ilene saat melihat keluarga kecil yang berbahagia tersebut. Gadis itu misuh-misuh, dan melihat ponselnya apa ada balasan dari editor Moon.
Tentang : Mengeluh!
Dear Gigi Kelinci,
Jangan banyak alasan dan mengeluh. Kamu pikir kerjaan saya cuman mau ngurusin kamu yang kerjanya tidak becus?! Masih banyak ratusan naskah yang mengantre untuk saya koreksi. Tapi saya mau beri kamu kesempatan dan belajar.
Jangan banyak alasan! Kerjakan saja apa yang diminta. Saya minta naskah jam 4, sudah masuk ke ke email saya!
Tertanda,
Moon.
"Anjim emang si Moon." maki Ilene. Saat ia menyadari banyak pasangan mata yang melihatnya sudah jingkrak-jingkrak. Tapi Ilene tak peduli, jika ia membalas moon dengan melas, Moon membalasnya dengan lebih kejam.
"Sumpah. Si Moon makan cabe aja tiap hari kayaknya. Atau dia punya grup khusus untuk melatih mulutnya jadi tajam seperti itu. Atau si Moon sebenarnya ibu-ibu komplek yang cerewet banyak maunya. Shit! Bisa-bisanya dapat editor rese macam nih."
Ilene masih menghentak-hentak kakiknya kesal. Dan tanpa sadar Pak Prapto sudah berdiri do depannya. Seperti gaya khasnya. Orang tua itu, menurunkan sedikit kaca mata bulat kecil yang bertengger di hidungnya, dengan kepala plontos andalan dan menatap Ilene.
"Kamu yang mau bimbingan bukan? Ikut saya." Masih dengan kesal karena editor Moon, Ilene mengikuti Pak Prapto untuk bimbingan yang ia yakini levelnya sebelas-dua belas seperti editor Moon.
"Dosa apa gue di masa lalu, hingga ketemu orang yang tak enak semua?" Saat masuk dalam ruangan Pak Prapto. Orang tua itu, bertanya dengan baik, membuat Ilene bernapas lega dan lancar menjawab semua pertanyaan dari Pak Prapto dengan percaya diri.
"Apa ini? Kamu mau meneliti novel? Yang ada sisi erotisnya? Seperti novel Fifthy Shades of Grey? Oh, saya bahkan belum baca novelnya. Tapi filmnya cringe." Ilene menelan ludahnya gugup. Ia sengaja mengambil tema yang sama, karena sejalan dengan apa yang ia kerjakan jadi semuanya terasa lebih gampang.
"Saya ada novelnya kalau bapak mau baca." Ilene merasa tak nyaman. Harusnya ia ingat, jika pembimbingnya seorang lelaki bukan perempuan yang membuat keduanya sama-sama tak nyaman membahas sisi erotis dari sebuah cerita.
Ilene suka membaca novel, jadi penelitiannya ia samakan, kebetulan editor rese juga menyuruh bagian erotis, jadi ia samakan saja. Kebetulan Ilene pernah beli novelnya, walau ia harus menyembunyikan jangan sampai orang rumah ada yang tahu ia membaca novel model seperti itu.
Pak Prapto tentu tidak meloloskan begitu saja. Banyak coretan dan revisi yang harus Ilene kerjakan. Tapi untuk waktu dua hari, Ilene sedikit lega karena sebelum jam 4, ia harus mengirim revisi pada si rese. Ilene keluar dengan perasaan lega.
Gadis itu ingin makan di kantin, sebelum pulang. Atau mencari kembarannya.
"Hai Ai. Mau pulang?" Lidah Ilene langsung terasa kelu, Kayvan berdiri di depannya. Cowok itu begitu wangi, dengan senyum manis andalan. Ilene hanya mampu menunduk.
"Pulang sama aku?" tawaran Kayvan begitu menggiurkan rupanya. Ilene melirik jamnya sudah pukul, 2.34. kenapa waktu cepat berlalu. Tapi Ilene akhirnya mengikuti Kayvan dari belakang.
Ponsel Ilene bergertar. Gadis itu, membuka ponselnya siapa yang mengirimnya pesan. Rupanya email.
Tentang : Saya Tunggu!
Dear Gigi Kelinci,
Jangan pacaran aja. Kerjakan apa yang saya minta. Waktu kamu tersisa satu setengah jam.
Tertanda,
Moon
"Bangsat! Dia bahkan tahu aku ngapain aja! Mati aja lo Moon!" teriak Ilene tak terima, bahkan Kayvan yang melihatnya terheran-heran. Bodo amat, jika Kayvan ilfeel padanya.
Moon editor rese sejagad raya!
_____________________Bagaimana bab 2? Masih terhibur?
Aku suka kalau nulisnya ambil karakter seperti aku di dunia nyata, nulisnya lebih ngalir aja. Cerita Ilene seperti curhat pribadi😪😪😪. Bagaimana diriku iri melihat yg udah nikah pada bahagia 🥶🥶🥶🥶.Semoga ini konfliknya nggak berat, demi menghibur kalian yg penat di dunia nyata.
Jangan lupa bahagia, see you💋💋💋
"Hari ini ujian? Sebelum ujian berdoa dan minum susu. Baca soal baik-baik dan jawab dengan benar." peringat Ilene pada kedua putrinya. Usia mereka sudah 10 tahun.Candy dan Crystal akan melaksanakan ujian kenaikan kelas. Ilene tersenyum dan tak berhenti bersyukur dengan semua anugerah yang ia dapatkan dalam hidupnya. Penyakit Crystal masih kambuh. Kabar baiknya mereka akan melaksanakan transplantasi jantung. Setelah pencarian dan penantian selama 10 tahun, semua kesabaran Ilene dan Jared akan berbuah manis.Jared sedang membuat sarapan untuk kedua putri kembarnya. Laki-laki itu menjalani perannya sebagai kepala rumah tangga yang luar biasa. Candy dan Crystal ingin makan nasi goreng dengan banyak hiasan lucu-lucu yang membuat mereka semangat dan sayang untuk makan.Jadi, Jared akan membentuk nasi goreng tersebut berbentuk karakter lucu. Kali ini dia akan membentuk karakter Rilakuma memakai selimut."Ayah, udah?" Candy langsung berla
"Buna, Kis kenapa?" tanya Candy sambil mendongak melihat ibunya.Ilene mengendong Candy menahan tangisnya, penyakit jantung Crystal kambuh membuat dia harus dilarikan ke rumah sakit. Ilene dan Jared sedang berusaha untuk mencari transplatasi jantung untuk Crystal namun saat ini belum juga dapat.Ilene menoleh ke belakang, tak kuat akhirnya menangis juga. Membayangkan Crystal yang kecil harus menderita seperti itu. Ilene tak ingin menangis di depan Candy membuat bocah itu terus bertanya dan mungkin tahu kesedihan apa yang tengah menimpa keluarga ini.Crystal bisa bermain tapi terkadang penyakit itu datang tanpa diundang. Sudah beberapa tahun mereka mencari transplatasi jantung yang cocok tapi tak kunjung berjodoh.Jared sedang berbicara dengan dokter pribadi Crystal. Dokter yang sudah dianggap keluarga dan menganggap Crystal anal sendiri karena ke sini.Ilene mencium-cium kepala Candy dengan sayang.Candy m
She's become a Momma. A proud Momma for her twins.Ini adalah hari terbahagia Ilene, bukan hari-hari yang ia jalani kini hanya terisi dengan kebahagiaan. Kilas balik tahun sebelumnya saat dia menderita sebuah penyakit aneh yang membuatnya hampir menyerah dan sangat percaya diri. Tapi lihatlah kini, dia mengendong dua putri kembarannya ke rumah Nenek mereka.Candy dan Crystal memakai dress mini lucu berwarna putih dengan rambut kucir dua diikat ke atas. Setiap melihat kedua putrinya dia selalu menumpahkan air mata kebahagiaan. Dia terlalu bangga dengan anak-anaknya.Kedua bocah itu berlari menuju ke dalam rumah neneknya. Mereka sudah tahu, jadi paling semangat jika berangkat ke rumah Nenek, Nenek baik, Nenek sangat memanjakan mereka."Nenek!" teriak Candy dan Crystal kompak. Lihat? Ilene hanya bisa geleng-geleng sambil membawa kantung berwarna putih yang barusan ia beli buah untuk Bundanya. Setiap minggu Ilene ajak anak-anaknya ke r
Ilene tersenyum malu-malu pada suaminya. Masih diliputi oleh rasa bersalah, takut, dan gagal, walau Bundanya telah meyakinkan jika semuanya baik-baik saja. Ilene bisa normal asal dia melawan ketakutannya sendiri dan dibantu terapi."Sini." Ilene tersenyum dan mendekati laki-laki itu. Bagaimana mungkin kamu merasa aneh dan asing dengan suami sendiri, apalagi merasa risih jika dia memegang kamu. Dengan perlahan Ilene mendekati Jared dan dengan rasa sayang yang penuh dia memeluk laki-laki itu. Ilene menutup matanya bersandar di dada laki-laki ini. Dia luar biasa, dia begitu sabar menghadapi sifat Ilene yang kekanakan. Ilene tahu, jika dia mendapatkan laki-laki lain dia sudah dipukul atau lebih parahnya lagi dicampakkan."Terima kasih." Ilene mengelus-elus dada Jared membentuk pola abstrak, walau gadis itu tak tahu jika laki-laki itu menahan dengan sekuat tenaga untuk tidak menerkam gadis itu. Jared begitu sabar, Jared bertahan dan sepertinya dia layak mendapat
"Bunda, Ai nggak bisa. Ai mau sama Bunda aja." Ilene merengek pada Bundanya seperti anak kecil, dan menangis.Pulang dari bulan madu Ilene langsung kabur ke rumahnya karena merasa gagal, merasa takut, dia sudah berusaha untuk mengalahkan rasa takut itu tapi berkali-kali gagal."Enakan jadi anak Bunda aja. Ai nggak siap jadi istri orang." Ilene jujur. Dia ingin menceritakan ketakutan yang terus menggerogoti dirinya, membuat dia tak bisa tidur dengan nyenyak. Ilene seperti dihantui mimpi buruk setiap waktu."Mana ada orang udah punya suami, ngadu-ngadu nangis kayak orang pacaran." Ilene berbalik melihat Darris yang menegurnya. Dulu dia bangga dan songong mengatakan ingin menikah, saat sudah terjadi dia menyesali hal itu."Huwaaaaaa, aku lebih baik kelahi sama kau daripada harus jadi istri orang." Ilene bangkit dan ingin memeluk Darris saat Darris sudah membentengi dirinya agar dipeluk Ilene."No. No! Haram pegang-pegang.
"Hi, Darris, aku akan berjumpa dengan salah satu saudaramu di sini. Mau nitip salam apa sama mereka?" tanya Ilene dengan suara cempreng di ujung telpon sambil menaikkan kaca mata hitam ke atas kepalanya. Gadis itu sedang berada di sebuah bukit dan melihat banyak pemandangan indah di sekelilingnya. Jared membawanya bulan madu ke Pulau Komodo."Siapa?""Komodo. Kamu hidup di jaman T-rex, jadi mau nitip salam-salam apa sama mereka?""Kau kan kembaran aku, jadi kamu juga komodo." sanggah Darris tak mau kalah."Sialan! Benar juga."Ilene mengubah panggilan jadi video chat. Dan terlihat wajah kusut Darris di layar, laki-laki itu hanya memakai kaos lusuh berwarna abu-abu. Ilene moodnya sangat baik sekarang bahkan memakai baju berwarna cerah, berwarna kuning."Kasian kembaran aku. Nikah sana. Biar bisa bulan madu kayak aku." perintah Ilene dengan songong. Mereka baru saja tiba di Labuan Bajo dan Ilene langsu