Elang memang menyihir pandangan mata Dimas pada awalnya, sampai Dimas mengira bahwa Elang adalah Aru. Akan tetapi ada satu hal mencolok yang membedakan antara Elang dan Aru, yakni tatapan mata mereka.
Aru biasanya memiliki tatapan mata lembut dan juga ramah, akan tetapi Elang memiliki tatapan mata yang arogan dan ketus. Dan jujur saja Dimas bisa melihat goresan luka di dalam mata Elang. Dimas semakin merasa cemas. Keadaan seperti Elang mungkin benar-benar menumbuhkan banyak dendam di dalam hatinya. Hal itu bisa saja membuat Elang melakukan hal tidak baik di dalam misi pertukaran peran ini.
Akan tetapi Dimas tidak bisa berbuat apa pun, karena sekeras apa pun dia mengingatkan Aru maka hasilnya akan sama saja, yakni Aru tetap bersikukuh pada pendiriannya. Yakni dia tetap akan bertukar peran dengan Elang.
“Jadi… Dim, ini Elang. Elang, ini Dimas sahabatku. Dia yang akan banyak membantu di dalam misi pertukaran posisi kita. Dia yang nantinya akan menjadi doktermu saat kau berpura-pura mendapatkan amnesia. Dengan Dimas maka semuanya akan berjalan dengan baik, dia adalah orang yang bisa dipercaya.” Aru berkata panjang lebar setelah mereka sampai di ruang tamu milik Dimas dan dia duduk di atas sofa. Tubuhnya bergetar karena lelah akan tetapi dia tidak mau berhenti sampai di situ. Dia harus segera mengakhiri semua ini, agar dia bisa segera berobat dan agar dia bisa segera kembali ke dalam pelukan Bela.
Elang nampak tidak peduli. Dia hanya duduk bersedekap, pandangan mata bosan dan teksesan menantang. Dimas tidak menyukai itu. Dia mulai ragu bahwa dia bisa bertahan dengan Elang nanti, karena Dimas adalah tipikal orang yang tidak bisa mentolerir sikap angkuh seperti milik Elang.
“Jadi intinya aku sudah membuat rencana yang cukup matang. Aku juga akan memberikan informasi yang penting pada Elang nanti mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dia lakukan. Aku tetap menumpukan harapan banyak padamu, Elang. Jadi aku tetap akan bisa menyimpan rahasiamu dari ayah.”
Mendengar bahwa ayahnya disebut lagi, Elang menjadi agak geram. Wajahnya tiba-tiba saja berkedut. Jujur bahwa dia tidak menyukai cara Aru menjebaknya, dan itu terkesan sangat kotor. Masa lalu mereka sudah dipenuhi oleh tindakan curang tanpa disengaja. Aru telah merebut semua kebahagiaan milik Elang, dan sekarang dia berusaha untuk menekan Elang?
Tadinya Elang memang takut pada Aru, akan tetapi ketika melihat bahwa posisinya cukup kuat maka Elang akhirnya memberontak, “Kau pikir kau bisa membayarku apa dengan menyuruhku seenak yang kau mau? Aku mencoba untuk mengulur-ulur waktu agar aku bisa melihat rencana apa yang kau buat, dan seberapa menderitanya kau saat ini. Sekarang aku sudah tau jawabannya, jadi aku tidak akan pura-pura terpojok lagi.”
Elang kemudian bangkit, dan sejujurnya saja dia sudah merasa menang. Tubuhnya yang tegap menjadi begitu agung, hanya saja jika aura bengis tidak menyelimuti matanya. Tubuhnya yang bergerak menjauh akhirnya terhenti setelah dia mendengar ucapan dari Aru.
“Kau pikir kau bisa berbohong? Kau hanya mengulur-ulur waktu saja? Lalu kau tidak keberatan jika aku menelepon ayah kan?” Aru tidak mau mengambil jalan curang ini kembali, setelah dia menjebak Elang dan menyeret saudara kembarnya secara paksa dalam misi yang menguntungkan dirinya sendiri. Akan tetapi Aru tidak memiliki pilihan lagi, dia sudah tidak memiliki pilihan lain.
Dimas menganga kala melihat keberanian Aru. Aru memang lelaki yang memiliki beberapa kepribadian rumit di masa lalu. Terkadang dia bisa terlihat begitu kokoh dan berwibawa, terkadang dia bisa terlihat begitu berani, akan tetapi terkadang dia bisa terlihat agak penakut dan juga agak pemalu.
Akan tetapi Dimas tidak pernah menyangka bahwa Aru bisa menjadi sekuat ini dalam mengintimidasi Elang yang tubuhnya jauh lebih kekar dan lebih kuat darinya. Dimas mulai mengalkulasi kapan kira-kira baku hantam akan terjadi di depannya, dan dia mulai mencari sejata jika perlu. Di sini dia harus melindungi dirinya dan juga Aru.
Elang memutar tubuhnya, membuat dirinya tampak menjadi sangat percaya diri. Jika dia ingin melawan penindasan ini maka dia tidak boleh terlihat gentar dan takut. Jika dia melakukan itu pasti Aru akan menemukan celah lebih besar lagi untuk memanfaatkannya.
Bayang-bayang Elang jatuh dengan lembut di atas lantai. “Aku ke sini untuk berlibur. Dan kau mau menelepon ayah?” Elang agak gemetar saat mengatakannya. “Okay, telepon saja dia. Aku tidak masalah. Ayah tidak bisa melukaiku hanya karena aku berniat untuk berlibur di sini. Dia juga sudah tau kepergianku ke sini.” Elang menumbuhkan rasa percaya dirinya yang sejujurnya hanya palsu. Tenggorokannya seolah tercekat, karena di dalam dirinya dia merasakan ketakutan yang sudah menjebaknya. Rambutnya seolah meremang.
Aru tidak menanggapi untuk beberapa saat. Dia tau bahwa Elang hanya menipunya, terlepas betapa pandainya dia menyembunyikan ketakutan itu sendiri. Aru juga tidak kaget dengan perlawanan yang dilakukan oleh Elang karena sejujurnya dia sudah memperkirakan mengenai ini sebelumnya.
Elang adalah sosok yang keras dan juga arogan saat Aru bertemu dengannya di Lombok, jadi Aru sudah menyangka bahwa akan ada setidaknya sedikit saja perwalanan atau sejenis pemberontakan. Belum lagi kala mengingat mengenai ucapan Dimas yang mengatakan bahwa Elang mungkin saja tidak akan melakukan tugasnya dengan baik karena dia telah menyimpan dendam untuk Aru dan juga ibunya.
Jadi akhirnya Aru berkata, setelah dia memeriksa ponsel dan menunjukannya pada Elang, “Aku tau alasanmu pergi ke sini, atau tepatnya bersembunyi di sini. Sebenarnya kau sedang berada di dalam sebuah perjodohan bukan? Maka dari itu kau ingin menghindarinya. Berlibur? Elang, kau sungguh buruk dalam berbohong.
“Mana mungkin aku akan mempercayai itu? Ayah tidak akan pernah membiarkanmu untuk pergi ke tanah air kembali, dia pasti tidak akan membiarkanmu melakukan itu. Sebagai bentuk penghindaran dari ibu dan juga diriku, ayah sampai tidak pernah membuka cabang perusahaan di sini. Kau pikir aku akan percaya begitu saja bahwa kau ke sini untuk berlibur?
“Aku sudah yakin bahwa kau sendiri tidak memiliki banyak kesempatan sekarang. Aku tau kau masih tidak menyukai perjodohan ini mengingat orienstasi seksualmu yang cukup rumit.”
Dimas menelan ludahnya sendiri. Kulitnya yang bersih dan juga putih nampak memucat. Dia kemudian mengawasi Elang, dengan pandangan lebih aneh dari sebelumnya. Elang memiliki orientasi seksual yang unik, Dimas kira Elang menyukai sesama jenis, jadi….
Sementara Elang terlihat mematung. Dia tidak pernah tau bahwa Aru cukup licik untuk menjebaknya dengan sangat detail. Pelariannya di Pulau Lombok memang dilakukan agar dia bisa menghindari perjodohan yang dilakukan oleh ayahnya padanya. Semenjak penolakan yang dilakukan oleh ibunya, dan semenjak dia ditelantarkan oleh ibunya Elang telah membuat sebuah dinding yang sangat besar di dalam hatinya.
Dia sendiri merasa muak kala melihat kepada para gadis berada di dekatnya, melihat mereka menatapnya dengan lembut, atau ketika mereka terlihat tertarik pada Elang. Karena baginya semua itu palsu dan semua itu tidak akan bisa bertahan lama.
***
Elang sampai pada apatermen yang disewakan oleh Aru untuknya. Pada misi ini semua biaya kebutuhan termasuk tempat tinggal bagi Elang, Aru yang menyediakannya. Elang menghempaskan tubuhnya di atas ranjang, dia menekan matanya karena frustasi. Dia mengingat kekalahan yang dia dapatkan saat Aru mengancamnya beberapa hari yang lalu.“Menjaga istri dari saudara kembarku yang brengsek! Aku tentu tidak akan melakukannya begitu saja. Aku akan mencari cara agar bisa mendapatkan hal lebih besar dan lebih menguntungkan setelah ini.” Elang mengerang bersama matanya yang sudah tertutup rapat.…Sementara Aru kini berjalan terhuyung. Dia baru saja selesai mengajak Bela berjalan-jalan dalam rangka perpisahan tersembunyi. Niatannya hanya ingin membuat Bela bah
“Aku hanya minta cium, Sayang. Bolehkah aku mencium bibirmu? Kita tidak pernah melakukan itu bahkan setelah menikah kan?” serak Aru di sela pelukan hangat miliknya. Dia kini agak mengangkat kepalanya, memandang pada bulu mata lentik Bela yang menjatuhkan bayang-bayang indah di wajahnya. Aroma Bela begitu manis, dan juga begitu harum. Aru menenggelamkan wajahnya kembali.Bela memang merasa lebih lega sekarang, akan tetapi pergerakan Aru tetap membuatnya tidak nyaman apalagi ini kali pertama seorang lelaki menyentuhnya sejauh ini. Walau pun orang yang menyentuhnya sekarang adalah suaminya, bukan berarti Bela bisa tenang sepenuhnya. Karena itu Bela segera berkata, “Mas, boleh lepaskan dulu pelukannya? Dan jangan ciumi leherku.”Aru mengernyit dan seketika itu juga dia menghentikan ciumannya yang dalam. Kepala dan
Elang sudah mengenakan setelan baju miliknya, yang sama persis dengan milik Aru hanya saja terdapat banyak sobekan dan lebam di sana-sini. Elang juga sudah mengenakan riasan agar nampak lebam dan terluka parah. Dia menjadi mual saat melihat drama yang akan dia lakukan, terutama ketika semua ini bertujuan untuk mengamankan hati seorang gadis.Aru hanya menghela napas. Dengan pandangan layu dia memandangi Elang yang sudah menjauh dan tidak terlihat di kegelapan. Mungkin Elang sudah benar-benar pergi dan lenyap di dalam hutan, dan sebentar lagi dia akan segera menggantikan Aru setelah ini. Wajah Aru meremang karena cemas.“Halo, Dim? Sorry, tadi aku tinggal sebentar untuk berbicara dengan Elang. Aku sudah di mobil dan siap berangkat ke bandara. Kau sendiri bagaimana?” tanya Aru yang sudah memasuki mobil dan memasang sabuk pe
“Halo, Ru? Elang hilang.” Dimas terengah saat mengatakan hal itu. Wajahnya bahkan sudah dipenuhi oleh bulir keringat. Dia sedang mondar-mandir di tempat di mana mobil ringsek Aru digulingkan.Sementara Aru yang masih berada di jalan untuk menuju ke bandara hanya bisa mematung, seolah enggan mempercayai apa yang baru saja dia dengar. “Ini mimpi kan? Aku pasti tertidur di mobil menuju ke bandara lalu memimpikan hal yang tidak-tidak,” bisik Aru pada dirinya tanpa sadar.Sebelum benar-benar meninggalkan Elang dan misi mereka, Aru memang sudah berpikiran negative. Di antaranya adalah bagaimana jika nanti terdapat banyak rintangan yang bisa mengagalkan rencana kali ini?Bagaimana jika sesuatu terjadi atau bagaimana jika Elang tiba-tiba kabur dan mengelabuhi
Elang sudah mulai tersadar walau dia belum ingin memperlihatkannya. Tangannya diikat di belakang punggung sementara mulutnya ditempeli lakban sehingga dia tidak bisa berbicara atau berteriak.‘Itukah penculikku?’ batin Elang yang pelan-pelan membuka mata untuk mengintip. Sekarang dia berada di dalam mobil untuk menuju ke suatu tempat yang tidak Elang ketahui.Saat bersembunyi di hutan Alas Roban, Elang sedang membuat panggilan dengan Dimas. Seperti yang sudah diketahui, Elang sendiri tidak bisa menjawab apa pun karena saking terkejutnya dia saat melihat pistol tiba-tiba ditodong ke kepalanya.Ada dua sosok hitam di depannya saat itu, yang berbadan tegap dan tidak terlalu jelas wajahnya. Keduanya membawa senjata. Satu orang membawa pistol, yang ditodongkan pada Elang, satunya lagi membawa pisau y
Begitulah akhirnya. Elang yang tadinya ingin kabur dari dua orang asing yang berusaha membunuhnya justru malah berhasil dibebukan hingga pingsan. Lalu saat membuka mata dia justru sudah berada di dalam mobil bersama dua orang asing itu.“Dia masih pingsan?” kata salah satu lelaki asing itu.Sekarang hari mulai fajar. Semburat merah terlihat di kejauhan. Tapi tetap belum mampu menampakkan cahaya yang terang, yang mungkin bisa menampakkan sosok Elang. Tapi toh itu tidak ada gunanya karena Elang digulingkan hingga kepalanya tidak akan nampak dari luar.“Sepertinya masih. Kau takut dia bangun? Bius saja lagi!” jawab rekannya, yang mengemudi.“Tidak. Nanti saja jika sudah kepepet. Kau tau kan kebanyakan bius juga tidak baik. Kita harus membawanya hidup-hidup tanpa terluka agar kita bisa mendapatkan bayaran yang setimpal.” Tercium uap asap rokok setelah lelaki itu berbicara. Sementara Elang yang sudah sadar
Wirya oleng sesaat setelah Elang menubruknya dari belakang. Bahkan kemudi mobilnya tidak terkendali hingga membuat mobil itu menggila tak karuan di jalan. Tapi justru itu yang Elang inginkan agar ada orang lain yang menemukan sesuatu yang ganjil dengan mobil itu.“Woy, woy!” Hanya itu teriakan yang bisa dilakukan Wirya sampai akhirnya Wirya berteriak lagi, “Jo! Bantu aku, Jo! Tahan dia!” teriaknya lagi.Jo yang tadinya terguncang kaget kini berusaha mengendalikan Elang yang justru terlihat seperti penjahat di situ. Elang sudah mengamuk layaknya banteng yang membahayakan. Jo berusaha memegangi Elang. “Tenang! Kembali ke belakang! Kembali atau kau menyesal.”Sejak mengetahui bahwa Elang akan dipulangkan dalam kondisi selamat, lelaki itu nampaknya sudah tidak memiliki ketakutan di dalam hatinya. Elang akan terus menjejak dan menubruk sampai dia bisa terbebas dari mobil yang menculiknya itu.“Hey, tenang! Atau kau aka
Dimas mendobrak pintu rumah sakit dan menemukan Elang terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Seketika itu juga kaki Dimas menjadi sangat lemah, dan dan lelaki berwajah oriental itu menangis di tempatnya.“Anda tidak apa-apa, Pak?” tegur salah satu perawat yang masih berada di dalam demi membersihkan tubuh Elang. Sekarang Elang sudah bersih dari luka dan lebam buatan, lalu sebagai gantinya ada sebuah luka di perut yang tidak terlihat dari luar.Tangan Dimas menggosok matanya yang berlinang air mata. Lalu dengan sempoyongan dan menyangga diri pada dinding lelaki itu berkata, “Apa dia baik-baik saja, Suster?”“Oh, Anda walinya?” tebak suster itu.“Saya temannya, dan bisa menjadi wali sementara. Pihak keluarganya belum saya kabari. Jadi bagaimana? Apa dia baik-baik saja?” ulang Dimas lagi, dengan pikiran kacau dan berantakan.Suster itu mengangguk. Setelah dia menaikkan selimut milik