Share

BAB 2 NELAYAN

Tara meletakkan setengah ember kecil ikan  yang dia dapatkan pagi ini di dekat sumur kemudian menutup atasnya dengan tatakan kayu agar tidak dicuri kucing. Jika matahari cerah ibu Tarra akan segera menjemur ikan-ikan itu untuk  dijadikan ikan asin, mereka bisa menjualnya jika sudah terkumpul banyak.

Tarra segera masuk ke dalam rumah untuk memberikan uang pemberian sang paman pada ibunya.

"Dari paman, Bu."

Tara masih tersenyum gembira ketika menyerahkan uang seratus ribu itu kepada ibunya. Dengan uang itu ibunya bisa membeli beras dan cukup untuk mereka makan selama dua minggu jadi Tara bisa tenang adik dan ibunya tidak akan kelaparan selama dua minggu ke depan.

"Aku hanya mendapatkan sedikit ikan." Tara kembali memberi tahu ibunya sambil meniupi api di tungku yang hampir mati. 

"Sudah, cepat mandi sana jangan sampai terlambat pergi ke sekolah." Ibu Tara menegur putranya yang malah masih mau membantu membenahi api.

"Ya, Bu." Tata buru-buru berdiri dan pergi ke bilik kamar mandi.

Sang ibu masih melihat punggung putranya yang berlalu pergi dengan perasaan haru kemudian kembali memperhatikan uang kusut ditangannya. Beberapa minggu ini tangkapan nelayan memang sedang sepi karena terang bulan dan berangin. Tapi Tara akan tetap pergi ke pantai walau kadang cuma pulang dengan membawa beberapa ekor ikan. Kakak laki-lakinya itu pasti tahu jika keponakannya tidak akan mendapatkan apa-apa.

"Tara, mandilah yang bersih jangan sampai kau pergi ke sekolah masih bau ikan." Ibunya memperingatkan dari luar bilik kamar mandi. Meski tidak menjawab tapi dia tahu jika putranya mendengarkan. Dari suaranya anak itu masih mencuci pakaian dan sang ibu tersenyum sambil mengambil ember ikannya untuk dibersihkan.

Tara memang selalu mencuci pakaiannya sendiri sekalian mandi dan akan langsung menyampirkannya ke tali jemuran di dekat sumur. Ibunya sedang menimba air untuk membersihkan ikan ketika Tara keluar dari bilik kamar mandi yang juga terletak di samping gubuk mereka. Sudah tiga tahun Tara hanya tinggal bertiga dengan ibu dan adik perempuannya di gubuk kecil itu, gubuk kecil yang masih sering bocor di musim hujan meskipun Tara sudah berulang kali memanjat atap seng berkat itu untuk menambalnya. Untungnya walaupun masih anak-anak tapi Tara sudah sangat bisa diandalkan untuk mengantikan peran laki-laki di rumahnya.

Sejak orang-orang terus menggunjingkan pekerjaan ayahnya sebagai pencari kepiting, Ayah Tara mula tidak tahan karena seperti terus disalahkan atas anaknya yang terlahir cacat. Menurut tetangga-tetangga mereka membunuh kepiting di saat istri sedang hamil dianggap bisa mendatangkan karma, sebab itu Mina terlahir dengan kaki seperti  kepiting. Karena tidak memiliki keahlian lain dan sulit mencari pekerjaan di daerah mereka, ayah Tara merantau ke pulau timur bersama rekan-rekanya demi untuk bisa  mendapat pekerjaan yang jauh lebih baik dari sekedar menjadi nelayan. Karena itu sekarang ayah mereka kadang hanya bisa pulang satu atau dua kali dalam setahun.

Untuk menyambung hidup dari uang kiriman ayah mereka yang juga tidak pasti, ibu Tara bekerja di pabrik ikan kaleng, sementara Tara yang masih anak-anak juga cuma hanya bisa berkeliaran di pantai untuk ikut mencari makan. Tara mau melakukan pekerjaan apa saja yang disuruh orang padanya, ikut menjadi kuli panggul atau menguras sampan nelayan setelah melaut dengan imbalan tak seberapa atau kadang malah cuma dibayar dengan seember ikan hasil tangkapan mereka.

Semua pekerjaan akan Tara lakukan asal sudah selepas dari sekolah. Sekolah tetap harus jadi yang utama meskipun Tara juga tidak terlalu pintar di sekolah karena dia memang tidak punya cukup waktu untuk belajar. Saat malam biasanya dia masih harus mengajari Mina berhitung dan membaca karena adik perempuannya itu sudah tidak mau pergi ke sekolah lagi, jadi Tarra sendiri yang menjadi gurunya di rumah. Karena masih sama anak-anak Tara juga cuma bisa mengajarkan sebisanya yang penting adiknya bisa berhitung dan membaca tulisan walaupun tidak bisa bicara. Sejak Mina bisa menulis dan membaca Tara membuatkannya papan tulis kecil agar adiknya bisa menulis apa saja yang sulit di sampaikannya, selain fisiknya yang cacat Mina juga terlahir bisu sejak  lahir. Sampai usianya lima bulan Mina tidak pernah terdengar menangis sama sekali baru setelah lewat tujuh bulan kadang dia hanya seperti sedang cegukan ketika menangis. Tak perduli seperti apapun kondisi fisik adiknya Tarra sangat menyayangi adik perempuannya dan Tara bertekad akan melakukan apapun untuk bisa menjaga Mina seumur hidupnya walau semua orang tidak pernah menyukainya.

Tara sadar jika tinggal dirinya lah satu-satunya harapan keluarga, karena itu dia harus rajin pergi ke sekolah. Walau tidak terlalu pintar tapi dia juga tidak bodoh. Tara hanya kurang bimbingan dan waktu belajar tapi sejatinya dia cerdas. Menurutnya asal dia datang setiap hari ke sekolah pasti ia bisa lulus. Setelah lulus  SMU nanti dia ingin langsung mendaftar sebagai Tentara, dan yakin mampu mengikuti seleksi dengan kemampuan fisiknya yang sudah terlatih setiap hari.

Setiap hari Tara akan bangun pagi-pagi untuk memungut ikan di pantai. Harus berlari pulang sebelum matahari terbit, segera mandi dan berangkat ke sekolah dengan semangat mengayun sepeda kecilnya yang berkarat. Tara tidak pernah merasa malu atau rendah diri walaupun miskin, menurutnya asal dirinya tidak bersalah dan mencuri Tara tidak sedih atau takut meskipun tidak memiliki teman. Sudah cukup dia hidup dengan ibu dan adiknya yang selalu kenyang. Walaupun ayah mereka tidak rutin mengirim uang tiap bulan tapi mereka masih bisa mencari makan tanpa harus meminta-minta. Kadang jika ayahnya tidak bisa mengirim uang sepucuk surat saja sudah cukup untuk membuat mereka semua bahagia. Mina akan duduk diam di samping ibunya untuk mendengarkan Tara membacakan surat dari ayah mereka. Karena cuma Tara di rumah itu yang bisa membaca tulisan dengan lancar, jadi pasti dia yang akan bertugas untuk membacakan surat-surat dari ayahnya.

Tara dan Mina sebenarnya juga tidak pernah tahu apa pekerjaan ayah mereka di luar sana. Yang Tara tahu ayah mereka selalu pulang dengan memakai kemeja bagus dan Tara sudah sangat bangga dengan pakaian ayahnya karena artinya sekarang mereka berdua bukan anak pencari kepiting bakau lagi. Saat itu Tara memang belum paham kenapa ayahnya sampai harus berpura-pura memakai pakaian bagus setiap kali pulang. Tentu tujuannya adalah agar anak-anaknya senang dan bangga tanpa harus tahu sekeras apa orang tuanya bekerja untuk mereka. Padahal di pantai timur sana ayah Tarra juga tetap bekerja sebagai nelayan bahkan kemeja yang ayahnya pakai juga cuma satu itu setiap kali pulang, karena memang hanya satu itu yang ia punya.

Komen (4)
goodnovel comment avatar
yoelandakiky
Sedih banget more nangis
goodnovel comment avatar
riasani
langsung jatuh cinta sama sosok tara
goodnovel comment avatar
Jemyadam
Sampai pingin kuadopsi rasanya. 😃😀
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status