Tara meletakkan setengah ember kecil ikan yang dia dapatkan pagi ini di dekat sumur kemudian menutup atasnya dengan tatakan kayu agar tidak dicuri kucing. Jika matahari cerah ibu Tarra akan segera menjemur ikan-ikan itu untuk dijadikan ikan asin, mereka bisa menjualnya jika sudah terkumpul banyak.
Tarra segera masuk ke dalam rumah untuk memberikan uang pemberian sang paman pada ibunya.
"Dari paman, Bu."
Tara masih tersenyum gembira ketika menyerahkan uang seratus ribu itu kepada ibunya. Dengan uang itu ibunya bisa membeli beras dan cukup untuk mereka makan selama dua minggu jadi Tara bisa tenang adik dan ibunya tidak akan kelaparan selama dua minggu ke depan."Aku hanya mendapatkan sedikit ikan." Tara kembali memberi tahu ibunya sambil meniupi api di tungku yang hampir mati.
"Sudah, cepat mandi sana jangan sampai terlambat pergi ke sekolah." Ibu Tara menegur putranya yang malah masih mau membantu membenahi api.
"Ya, Bu." Tata buru-buru berdiri dan pergi ke bilik kamar mandi.
Sang ibu masih melihat punggung putranya yang berlalu pergi dengan perasaan haru kemudian kembali memperhatikan uang kusut ditangannya. Beberapa minggu ini tangkapan nelayan memang sedang sepi karena terang bulan dan berangin. Tapi Tara akan tetap pergi ke pantai walau kadang cuma pulang dengan membawa beberapa ekor ikan. Kakak laki-lakinya itu pasti tahu jika keponakannya tidak akan mendapatkan apa-apa.
"Tara, mandilah yang bersih jangan sampai kau pergi ke sekolah masih bau ikan." Ibunya memperingatkan dari luar bilik kamar mandi. Meski tidak menjawab tapi dia tahu jika putranya mendengarkan. Dari suaranya anak itu masih mencuci pakaian dan sang ibu tersenyum sambil mengambil ember ikannya untuk dibersihkan.
Tara memang selalu mencuci pakaiannya sendiri sekalian mandi dan akan langsung menyampirkannya ke tali jemuran di dekat sumur. Ibunya sedang menimba air untuk membersihkan ikan ketika Tara keluar dari bilik kamar mandi yang juga terletak di samping gubuk mereka. Sudah tiga tahun Tara hanya tinggal bertiga dengan ibu dan adik perempuannya di gubuk kecil itu, gubuk kecil yang masih sering bocor di musim hujan meskipun Tara sudah berulang kali memanjat atap seng berkat itu untuk menambalnya. Untungnya walaupun masih anak-anak tapi Tara sudah sangat bisa diandalkan untuk mengantikan peran laki-laki di rumahnya.
Sejak orang-orang terus menggunjingkan pekerjaan ayahnya sebagai pencari kepiting, Ayah Tara mula tidak tahan karena seperti terus disalahkan atas anaknya yang terlahir cacat. Menurut tetangga-tetangga mereka membunuh kepiting di saat istri sedang hamil dianggap bisa mendatangkan karma, sebab itu Mina terlahir dengan kaki seperti kepiting. Karena tidak memiliki keahlian lain dan sulit mencari pekerjaan di daerah mereka, ayah Tara merantau ke pulau timur bersama rekan-rekanya demi untuk bisa mendapat pekerjaan yang jauh lebih baik dari sekedar menjadi nelayan. Karena itu sekarang ayah mereka kadang hanya bisa pulang satu atau dua kali dalam setahun.
Untuk menyambung hidup dari uang kiriman ayah mereka yang juga tidak pasti, ibu Tara bekerja di pabrik ikan kaleng, sementara Tara yang masih anak-anak juga cuma hanya bisa berkeliaran di pantai untuk ikut mencari makan. Tara mau melakukan pekerjaan apa saja yang disuruh orang padanya, ikut menjadi kuli panggul atau menguras sampan nelayan setelah melaut dengan imbalan tak seberapa atau kadang malah cuma dibayar dengan seember ikan hasil tangkapan mereka.
Semua pekerjaan akan Tara lakukan asal sudah selepas dari sekolah. Sekolah tetap harus jadi yang utama meskipun Tara juga tidak terlalu pintar di sekolah karena dia memang tidak punya cukup waktu untuk belajar. Saat malam biasanya dia masih harus mengajari Mina berhitung dan membaca karena adik perempuannya itu sudah tidak mau pergi ke sekolah lagi, jadi Tarra sendiri yang menjadi gurunya di rumah. Karena masih sama anak-anak Tara juga cuma bisa mengajarkan sebisanya yang penting adiknya bisa berhitung dan membaca tulisan walaupun tidak bisa bicara. Sejak Mina bisa menulis dan membaca Tara membuatkannya papan tulis kecil agar adiknya bisa menulis apa saja yang sulit di sampaikannya, selain fisiknya yang cacat Mina juga terlahir bisu sejak lahir. Sampai usianya lima bulan Mina tidak pernah terdengar menangis sama sekali baru setelah lewat tujuh bulan kadang dia hanya seperti sedang cegukan ketika menangis. Tak perduli seperti apapun kondisi fisik adiknya Tarra sangat menyayangi adik perempuannya dan Tara bertekad akan melakukan apapun untuk bisa menjaga Mina seumur hidupnya walau semua orang tidak pernah menyukainya.
Tara sadar jika tinggal dirinya lah satu-satunya harapan keluarga, karena itu dia harus rajin pergi ke sekolah. Walau tidak terlalu pintar tapi dia juga tidak bodoh. Tara hanya kurang bimbingan dan waktu belajar tapi sejatinya dia cerdas. Menurutnya asal dia datang setiap hari ke sekolah pasti ia bisa lulus. Setelah lulus SMU nanti dia ingin langsung mendaftar sebagai Tentara, dan yakin mampu mengikuti seleksi dengan kemampuan fisiknya yang sudah terlatih setiap hari.
Setiap hari Tara akan bangun pagi-pagi untuk memungut ikan di pantai. Harus berlari pulang sebelum matahari terbit, segera mandi dan berangkat ke sekolah dengan semangat mengayun sepeda kecilnya yang berkarat. Tara tidak pernah merasa malu atau rendah diri walaupun miskin, menurutnya asal dirinya tidak bersalah dan mencuri Tara tidak sedih atau takut meskipun tidak memiliki teman. Sudah cukup dia hidup dengan ibu dan adiknya yang selalu kenyang. Walaupun ayah mereka tidak rutin mengirim uang tiap bulan tapi mereka masih bisa mencari makan tanpa harus meminta-minta. Kadang jika ayahnya tidak bisa mengirim uang sepucuk surat saja sudah cukup untuk membuat mereka semua bahagia. Mina akan duduk diam di samping ibunya untuk mendengarkan Tara membacakan surat dari ayah mereka. Karena cuma Tara di rumah itu yang bisa membaca tulisan dengan lancar, jadi pasti dia yang akan bertugas untuk membacakan surat-surat dari ayahnya.
Tara dan Mina sebenarnya juga tidak pernah tahu apa pekerjaan ayah mereka di luar sana. Yang Tara tahu ayah mereka selalu pulang dengan memakai kemeja bagus dan Tara sudah sangat bangga dengan pakaian ayahnya karena artinya sekarang mereka berdua bukan anak pencari kepiting bakau lagi. Saat itu Tara memang belum paham kenapa ayahnya sampai harus berpura-pura memakai pakaian bagus setiap kali pulang. Tentu tujuannya adalah agar anak-anaknya senang dan bangga tanpa harus tahu sekeras apa orang tuanya bekerja untuk mereka. Padahal di pantai timur sana ayah Tarra juga tetap bekerja sebagai nelayan bahkan kemeja yang ayahnya pakai juga cuma satu itu setiap kali pulang, karena memang hanya satu itu yang ia punya.
Setelah pulang sekolah biasanya Tara akan langsung kembali pergi ke pantai. Jika sedang Tidak ada kapal yang pergi melaut karena cuaca atau memang sedang terang bulan, biasanya dia hanya akan pergi ke hutan bakau. Tara akan menombak ikan karang sekalian memasang perangkap kepiting di antara akar-akar bakau. Akar bakau adalah tempat favorit para kepiting untuk bersembunyi dan saat sore hari ketika air mulai pasang ikan-ikan karang juga akan banyak naik ke hutan bakau. Selain pandai mencari kepiting seperti ayahnya Tara juga sangat pintar menombak ikan. Tara mempelajari semua keahlian itu dari ayahnya, itulah kenapa dulu saat tetangga-tetangga mereka mengalami paceklik ikan ayah Tarra tetap akan pulang membawa tangkapan ikan untuk keluarganya.Hari ini Tarra menombak cukup banyak ikan dan mendapat beberapa ekor kepiting dari perangkap yang ia pasang kemarin sore. Tarra juga menangkap
Setelah mendapat surat dari teman ayahnya yang mengatakan ayah mereka hilang, sepertinya Tara masih tidak mau percaya. Karena kata 'hilang' rasanya masih sangat janggal untuk sekedar didengar telinganya yang bahkan masih anak-anak. Hampir setiap hari Tara pergi ke pelabuhan penyebrangan berharap tiba-tiba ayahnya pulang untuk memberi mereka kejutan.Tara duduk di tepi dermaga menyaksikan orang-orang yang naik turun dari feri berharap ayahnya akan muncul di antara kerumunan dan memangilnya untuk bantu mengangkat barang bawaannya. Tara sudah sangat rindu setelah berbulan-bulan tidak ada kabar dari ayahnya dan tiba-tiba kemarin ibunya menerima surat dari teman kerja ayahnya jika ayah mereka menghilang. Tanpa disertai keterangan apapun cuma mengatakan jika ayah mereka 'hilang'. Tara bahkan sampai mengulang beberapakali ketika membacakan bagian kalimat yang menyebut ayahnya 'hilang'. Ta
Tahun ini Tara dan Mina mendapatkan santunan dari desa, mereka di beri sepasang kambing untuk di pelihara agar nanti bisa beranak dan menjadi banyak. Tara sudah biasa di anggap miskin tapi dia benar-benar belum biasa jika disebut sebagai anak yatim. Apalagi ketika dirinya harus membantu Mina naik keatas panggung dengan kerepotan untuk menerima santunan bersama anak-anak yatim lainya yang juga berbaris di atas panggung. Semua mata seperti sedang tertuju pada adik perempuannya, kemudian pada saling berbisik untuk membicarakan mereka. Meskipun banyak yang prihatin dan bersimpati tapi sungguh Tara tetap tidak suka adiknya seperti menjadi tontonan menyedihkan seperti itu.Tara bahkan cuma diam saja ketika ibu dan adiknya begitu gembira membawa kambing mereka pulang. Sebenarnya Tara juga tidak tahu harus mereka taruh di mana kambing tersebut. Karena rumah yang mereka tempati saja cuma sebuah g
Walau hanya mendapatkan pengobatan tradisional tapi untungnya lengan Tara bisa kembali pulih. Meski tidak sepenuhnya sempurna karena jadi seperti ada sedikit benjolan di dekat sikunya, tapi selebihnya Tara baik-baik saja bahkan dia sudah bisa kembali beraktifitas dengan normal mengunakan tangannya. Cuma dia masih belum diperbolehkan untuk mengangkat barang-barang berat terlebih dulu. Setelah lewat dua bulan dan patah lengannya pulih Tara mulai bisa kembali ikut bekerja di pelabuhan. Tidak sebagai kuli panggul lagi tapi sekarang Tara cuma membantu pamannya menimbang ikan atau kadang ikut menjadi kernet truk di saat libur sekolah. Pekerjaan apa saja mulai kembali dia jalani asalkan tidak mengangkat barang-barang berat dulu. Sepertinya Tara juga suka menjadi kernet truk karena dia jadi bisa ikut bepergian kemana-mana ketika mengirim ikan keluar kota. Tara juga jadi sering diberi uang lebih
Saat ini usia Tara sudah genap tujuh belas tahun, setelah lulus sekolah nanti dia bisa langsung ikut pendaftaran militer meski ibu Tara juga sama-sama ragu apa masih bisa putranya lulus dengan sedikit cacat tulang di lengannya itu. Belakangan ini Tara malah jadi lebih sering menceritakan berbagai rencananya yang lain termasuk keinginannya untuk bisa memiliki truk sendiri dan menjadi pedagang antar kota. Menurut Tara profesi itu juga sangat menjanjikan untuk masa depannya. Setelah sering ikut menjadi kernet truk Tara jadi paham seluk beluk perdagangan dan pandai bernegosiasi.Selain hal positif tentu juga ada hal negatif yang tidak luput dari efek pergaulannya dengan para orang dewasa apa lagi di usianya sekarang. Karena seringnya bergaul dengan para supir truk Tara jadi semakin sering mendengar obrolan pria dewasa mengenai wanita, mulai dari yang bermanfaat sampai ke hal-hal yang kotor p
Layaknya pasangan remaja yang sedang saling tergila-gila dan senang berbuat bodoh, kadang Tara jadi sedikit lupa dengan pesan-pesan ibunya.Larisa sering menjemput Tara ke sekolah dengan mobilnya kemudian mereka pergi berdua dulu sebelum mengantar Tara ke dermaga. Sekarang Tara tidak pernah pulang ke rumah terlebih dulu dan langsung membawa pakaian ganti untuk bekerja."Jadi benar kau sering keluar dengan putri Haji Sofyan?" tanya pamannya yang jadi ikut khawatir melihat pertemanan keponakanya."Larisa anak yang baik dan kami hanya berteman, Paman.""Hati-hati, Nak. Kita tidak sama dengan mereka dan aku tidak mau ada yang bicara tidak baik mengenai kalian. ""Percayalah, Paman.
Seperti yang sudah lama Tara khawatirkan, ternyata dirinya gagal untuk mendaftar militer karena cacat di lengannya. Walaupun sudah mempersiapkan diri dengan kegagalan tapi ternyata tetap saja Tarra sedih karena merasa gagal menunaikan cita-cita ayahnya.Sementara itu Larisa juga ikut gelisah karena sudah tidak sabar ikut menunggu kabar dari Tara mengenai pengumuman seleksi tahap awal. Karena sampai sore Tara belum juga menelponnya Larisa memutuskan pergi ke rumah Tara tapi kata ibunya Tara juga belum pulang. Padahal hari sudah hampir petang dan dia tahu Tara tidak suka keluyuran kecuali hanya di dermaga. Dan baru saat itu Larisa langsung kepikiran untuk mencarinya di dermaga.Larisa merasa lega saat akhirnya melihat Tara sedang duduk di tepi dermaga. Dari kejauhan saja Larisa sudah yakin jika itu adalah Tara, meskipun waktu itu su
Tara mulai khawatir karena tidak melihat Larisa lagi beberapa hari ini. Tidak ada menelpon ataupun mengirim pesan, bahkan ponselnya tidak dapat dihubungi. Yang membuat Tara semakin khawatir karena terakhir mereka berpisah malam itu bibinya sedang sangat marah. Tara takut jika Larisa sampai mendapat masalah karena perbuatan mereka malam itu.Sudah tiga hari berlalu dan Tara masih belum mendapat kabar dari Larisa. Sementara akhir pekan ini Tara akan pergi keluar kota. Sekarang Tara sudah mulai menyetir truk sendiri untuk mengantar barang. Mungkin dia akan pergi untuk tiga sampai empat hari dan rasanya ia belum tenang untuk berangkat jika belum mendapat kabar dari Larisa.Dari tadi Tara masih duduk di depan gudang meskipun pekerjaannya sudah selesai sejak dari tadi siang. Berulang kali dia hanya memeriksa pesan masuk di ponselnya yang masi