SEPANJANG perjalanan balik ke Kertajaya, aku berkhayal tengah menyanyikan lagu cinta di tengah rinai hujan untuk Juleha. Dari balik jendela, Juleha menyambut lantunanku dengan berjoget ala India. Sungguh syahdu, hingga tak terasa sudah hampir sampai di Warkop Cak Lamis.
Konon, kisah ibuku, orang-orang yang tinggal di Kertajaya maupun Juwingan sekarang ini merupakan keturunan para ahli beladiri silat dan tinju.
Bapakku sendiri bukan orang asli Surabaya, melainkan kelahiran Yogyakarta. Beliau sehari-hari berprofesi sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI). Bapakku sendiri berpangkat kapten, dan kini sedang bertugas di Papua.
Beliau memang jarang sekali pulang. Bahkan setahun cuma sekali. Kami semua ikhlas merelakan bapak bertugas menunaikan tugas negara. Menjaga perdamaian, katanya. Di Papua sana, memang masih ada kelompok-kelompok separatis.
Desas-desus menyebutkan, Juwingan – Kertajaya adalah tempat bagi orang-orang terbuang pada masa lampau
HUJAN baru saja berhenti dan hari ini sudah mencapai akhirnya. Malam sudah larut. Jarum jam menunjukkan pukul 11.45 WIB. Aku sendiri masih terjaga di kamar sambil bermain gim Mobile Legends. Entah sudah berapa lama aku bermain gim laknat ini. Di tengah keseruan mempertahankan markas, mendadak ada telepon masuk via WhatsApp. Bazenk!Ada nama Kentung tertera di layar. Kujawablah panggilannya itu. Dia menyuruhku untuk membawa gitar ke ujung gang. Kata Kentung, ada Culex dan Santos dan beberapa orang lainnya. Aku mengiyakan dan langsung away f
SEKILAS, dari hasil kesimpulanku, anasir kiri ini memang tampak ideal dan menjanjikan. Memikat seperti jaran goyang. Namun, seperti yang diungkapkan oleh Santos dan Kentung, yang terjadi justru sebaliknya. Komunisme tumbang di hampir seluruh belahan dunia.Dari paparan Santos, jaran goyang komunisme tumbang lantaran rakyat sudah tidak tahan lagi dipaksa bercinta dengan menggunakan metode BDSM. Mereka sudah tidak tahan lagi dibungkam, diatur dan disiksa.Betapa tidak? Pemerintahan negara berhaluan kiri ini bertindak otoriter, totaliter dan absolut sebagai konsekuensi menjalankan ideologi materialisme-nya. Bilik-bilik cinta pada bidang ekonomi, sosial, politik dan budaya ditutup rapat-rapat. Segala bentuk pembangkangan bakal disingkirkan.“Berbeda dengan metode bukake alias demokrasi, pemerintah secara sukarela menampung aspirasi rakyatnya. Secara perlahan rakyat mulai mengerti dan menuntut hak mengekspresikan cinta tak diawasi pemerintah,” sindir Sant
KEESOKAN hari, aku terbangun. Rasanya berat kepala ini. Sakit sekali, pengar dan mual. Rasanya ingin tidur lagi. Tapi tak bisa. Guling ke kiri sakit, ke kanan pun sama. Pasti aku terlalu banyak minum tadi malam, hingga lupa daratan.Mataku lantas tertumbuk pada sebuah poster jumbo. Ada seorang kakek bersorban putih dengan cambang yang lebat. Telunjuknya mengarah ke atas seperti sedang menasehati. Dia bukan Gandalf, melainkan Ayatullah Khomeini, pemimpin revolusi Iran. Di sebelahnya ada gambar siluet Che Guevara, pahlawan revolusi Kuba. Kusapu pandanganku ke seluruh ruangan. Rupanya ada Jonathan Davis dan Max Cavalera.Oh syukurlah, aku di kamarku sendiri.Aku lantas melihat jam dinding, pukul 08.25 WIB. Busyet! Setengah jam lagi dimulai penyuluhan narkoba di Hotel Wahid. Aku lantas mengambil ponselku. Ada 12 missed video call dari Juleha. Aw! Ngeri kali si Juleha kalau mengingatkan.Kemudian, terdengar nada dering lagu Insane karya Prodigy dari ponselku.
NGOMONG-ngomong tentang Boumerank, mereka adalah band rock paling fenomenal di Indonesia. Bahkan salah satu yang paling terkemuka di dunia! Tidak ada band rock di Indonesia yang bisa menyaingi popularitas Boumerank. Band rock ini kerap diundang sebagai bintang tamu di acara festival musik internasional, seperti Summerfest dan Woodstock di Amerika Serikat, yang penontonnya bisa mencapai 800 ribu orang.Kemudian, kami bertiga--aku, Eko dan Kunto--berbicara tentang musik dan gosip hiburan lainnya. Dalam dunia hiburan, gosip adalah hiburan itu sendiri. Hanya dengan membicarakannya saja, itu sudah seperti mengerjakan hobi."Ngomong-ngomong, siapa pengacara Inod?" aku bertanya."Seperti biasa, pria gundul dari timur itu," jawab Kunto.“Ha ha ha, dia selalu jadi pengacara selebriti kalau ada masalah,” kata Eko."Tapi dia baik untuk Inod. Dia bisa keluar dari penjara," kataku."Dengan syarat," Eko mengingatkanku. "Inod dilarang membuat a
"KARENA ..." Syahrir ragu-ragu. "Ada beberapa hal yang tidak bisa saya ungkapkan di sini.""Jadi mana yang lebih penting, keduniawian atau jihad melawan maksiat?" Aaliyah bersikeras."Keseimbangan," jawab Shahrir.Aaliyah tersenyum mendengar jawaban Shahrir. Dia kemudian beralih ke Sulaiman, pengacara Damha Inod. Dia bertanya apakah Inod akan melaporkan tentang hal yang sama. Awalnya, Sulaiman menertawakan Syahrir. Sulaiman mengatakan Syahrir patut bersyukur bisa tampil di televisi. Seharusnya, jika Inod mau, Syahrir juga bisa ditangkap karena menghinanya."Inod menghargai perbedaan pendapat, tapi tidak dengan mereka. Mengapa kebenaran hanya milik mereka?" Sulaiman dengan sinis menyebut Lasjitara.Saat itu, aku merasa Sulaiman dengan sengaja memancing emosi Imam Syahrir.Aaliyah pun meminta, apakah Inod bisa bebas dari tuduhan pencemaran nama baik ormas Islam.Sulaiman berkata dengan tegas, dia akan membela Inod dengan keras. Hak untu
AKU kemudian mengangguk mengerti. Aku minta diri, berbalik, dan mulai berjalan pergi, meninggalkan Aisyah dan Farhan. Sebenarnya, aku merasa tidak ingin Aisyah sendirian dengan Farhan. Apalagi setelah perseteruan kecil dengan putra Bupati Bangkalan itu.Belum jauh aku melangkah, Aisyah memangilku."Lang," panggil Aisyah.Aku berbalik ke arahnya."Maaf," katanya, "dan terima kasih.""Untuk apa?" Aku bertanya."Aku gak tahu," jawab Aisyah sambil mengangkat bahunya."Gak usah dipikirin," aku menasihatinya.Sementara Aisyah kembali ke Farhan, aku melanjutkan langkah menuju halaman musala. Ketika aku sampai di tengah pintu masuk musala, ada Mat Bagi. Aku melihat Mat tersenyum-senyum sendiri di depan kotak amal, seperti orang yang kehilangan akal."Ngapain ente?" tanyaku heran dengan tindakan anehnya."Guru ngajiku di Gresik pernah berpesan, senyum adalah sedekah juga," jawabnya."Bener iku," aku tersenyum kecut
Di dalam kelas, suasana terlihat gaduh. Teman-teman sedang membicarakan sesuatu yang sepertinya seru. Soalnya, beberapa dari mereka tampak bahagia dan sebagian lainnya terlihat murung. Mula-mula, aku tidak peduli apa yang menjadi bahan diskusi. Tapi lambat laun, aku ingin tahu juga.Baru saja aku hendak bertanya, mataku kedutan. Namun, feromon ini dalam jumlah jamak dan random. Aku tidak bisa memastikannya.Seperti sebelumnya, datang entah dari mana, sambil melempar senyum, Lita yang seksi meletakkan jari telunjuknya di bibirku, Gatot yang kekar memberiku cium jauh, Bianca dengan bibir sensualnya mendesah, dan Tari yang gemulai menampar pantatku. Mereka berlalu melewatiku seolah tidak terjadi apa-apa.Aku pun hendak memberi respon serupa kemarin, tetapi teringat Aisyah dan Juleha. Aku sisir pandangan di ruangan, aku menemukan mereka terduduk di kursi masing-masing sambil memelototiku dengan tajam.Aku urungkan niat untuk me-rewind flirting dari LGBT Gang.
MALAM hari, aku masih merasa senang bisa bertemu dengan Resti yang mengajar Cross-Cultural Understanding alias Pemahaman Lintas Budaya. Walau masih muda, dia orangnya penyabar dan penyayang dalam mengajar. Gaul pula! Aku jadi bertanya-tanya sendiri, apakah Resti sudah punya pacar, atau bahkan sudah bersuami. Mengapa aku jadi tidak rela kalau dia sudah ada yang punya?Sementara itu, aku hanya tiduran di kamar sambil mengutak-atik ponsel dengan menggeser-geser postingan media sosial Facebook teman-teman. Aku scroll terus karena sedikit sekali yang menarik minatku. Seperti biasa, beranda Facebook-ku dipenuhi swafoto, keluhan minor hingga sumpah serapah.Perhatianku lantas tertuju pada akun dengan foto seorang perempuan tengah bergaya di sebuah tempat yang sepertinya mal. Akun itu bernama alias JJ Juleha. Dia mengunggah sebuah foto dirinya sedang berada di sebuah tempat rekreasi dengan latar belakang air terjun. Sepertiya aku mengenali air terjun itu.Juleha memberi