"Menikahlah denganku, Lovina Serena Robinson." Lamaran selalu menjadi mimpi setiap wanita. Namun, bagi Lovy, itu justru menjadi mimpi buruk yang harus ia jalani dengan senyum palsu. Bagaimana tidak? Sean Wilver, pria itu adalah detektif ternama yang kini menjadi pemimpin penyelidikan besar-besaran untuk memburu seorang pembunuh berantai. Masalahnya? Lovy adalah orang yang selama ini Sean cari. Apakah pria itu akan menangkap Lovy? Atau malah cinta berhasil membutakan mata seorang penegak hukum?
Lihat lebih banyakMalam hari di kota Manhattan, Amerika Serikat.
Hiruk pikuk kota metropolitan dengan gemerlap lampu berwarna-warni memanjakan mata, menjadikan suasana malam itu begitu indah meski tak terlihat kilauan bintang di langit.
Bagaikan serangga, orang-orang dari berbagai ras berkumpul di kota itu untuk menikmati indahnya malam pergantian tahun di sekitar kawasan Midtown yang akan berlangsung dua jam lagi.
Semua orang datang berbondong-bondong bersama kekasih, teman, saudara, bahkan keluarga untuk ikut memeriahkan acara pesta kembang api yang akan diselenggarakan di tempat itu.
Namun, terlihat seorang wanita berambut hitam panjang sepunggung dan memiliki gelombang indah tergerai menutupi tubuhnya yang molek.
Sorot mata tajam, hidung mancung dan bibir tebal karena sebuah lipstik merah menyala menghiasi bibir cantiknya. Wanita itu bertubuh atletis yang terlihat dari kedua lengannya karena sedikit berotot.
Kaki jenjang yang tertutupi celana jeans panjang dan sepatu boots beronamen bunga di samping setinggi betis, membuat wanita itu terlihat begitu modis dan garang di malam pergantian tahun itu.
Wanita itu segera berdiri dari tempatnya duduk di teras sebuah balkon hotel tempatnya menginap. Ia yang mengenakan kaos hitam tanpa lengan berjalan masuk ke kamar dan mengambil mantel bulu karena cuaca cukup dingin.
Si cantik mengenakan topi rajutan di kepala serta sarung tangan kulit untuk membungkus dua tangannya. Ia juga bermake-up untuk memberikan kesan seksi pada rona wajahnya.
Bahkan ia juga melukis kukunya dengan cat berwarna merah yang senada dengan bibirnya. Wanita itu lantas pergi dengan membawa sebuah tas slempang cantik berwarna merah menyala.
Sepertinya, wanita itu penyuka warna merah.
Ia berjalan melenggang dan berpapasan dengan beberapa orang yang meliriknya. Siapa yang bisa menolak auranya karena kharisma wanita itu begitu terpancar dari cara ia memandang.
Ditambah lengkungan dari bibirnya ketika ia tersenyum, praktis menghipnotis para kaum Adam yang melihatnya.
Wanita itu menengok ke kanan dan ke kiri seperti memastikan sesuatu. Ia pun ikut berjalan menyusuri trotoar, berkerumun dengan orang-orang yang sudah lebih dulu berjalan di depannya.
Hingga akhirnya, ia memutuskan untuk duduk di kursi sebuah cafe dekat dengan pesta kembang api akan dilangsungkan.
Ia memesan secangkir Black Coffee dan sepotong kue brownies sebagai teman hitam pekatnya itu.
Pesona dan kemolekan tubuhnya tentu saja menarik perhatian para lelaki di sekitarnya atau hanya sekedar melintas di depannya.
Para lelaki itu mulai berbisik seperti merencanakan strategi ampuh untuk bisa menggaet wanita tersebut hingga jatuh dalam pelukan mereka.
Hingga akhirnya, seorang lelaki berambut pirang memberanikan diri mendekati wanita itu dengan senyum menawan.
"Hai, hallo. Kau sendirian?" tanya lelaki itu ramah.
"Ya. Kau mau menemaniku duduk sembari menunggu kembang api?" tanya wanita itu dengan balasan senyum merekah.
"Ya, tentu saja," sahut lelaki itu terlihat gembira.
Dua insan itupun saling bercengkrama dan terlihat mulai akrab.
Entah apa yang mereka bicarakan, tapi terlihat seperti sepasang kekasih padahal baru bertemu beberapa menit.
"Aku punya spot bagus untuk melihat kembang api ketimbang di sini. Mau ikut denganku?" tanya lelaki itu.
"Ya, tentu saja, Paul," jawab wanita itu sembari menyambut ajakan lelaki yang memperkenalkan dirinya bernama Paul Roland.
Paul memberikan lengannya dan wanita itupun merangkulnya dengan mesra. Paul merasa senang karena ia mendapatkan gadis cantik untuk malam kencan di pesta tahun baru dengan begitu mudah.
"Wah, suara pembukaan dari petasan kembang api mulai terdengar! Apakah sudah akan dimulai?" tanya wanita itu dengan mata berbinar menunjuk sebuah kembang api kecil meluncur dan mengeluarkan percikan indah di langit.
"Ya, 30 menit lagi. Tempatnya tak begitu jauh. Ayo, kita harus segera bergegas ke sana," ajak Paul dengan semangat.
Wanita itu mengangguk hingga akhirnya mereka pergi menjauh dari keramaian menuju ke taman yang mulai sepi ditinggalkan orang-orang.
Wanita itu heran dan tiba-tiba ....
"Aggg!"
Sebuah mobil van muncul dan pintu tengahnya terbuka. Wanita itu ditarik paksa untuk masuk.
Di dalam mobil, sudah ada empat lelaki yang telah menantinya. Wanita itu terkejut dan matanya sampai melotot karena panik.
"Tolong!" teriak wanita itu meronta, mencoba melepaskan diri dari dekapan kuat keempat lelaki yang berhasil membawanya masuk ke mobil dan mendudukkannya.
Wanita itu diapit di tengah dan dilakban mulutnya. Kedua tangannya dipegang kuat oleh dua lelaki yang berada di kanan kirinya.
Paul yang menjadikan dirinya umpan tersenyum miring saat salah satu wanita incarannya berhasil masuk dalam perangkap.
Lelaki yang duduk di samping kemudi melemparkan segepok uang kepada Paul dan ia pun dengan sigap menerimanya.
"Kerja bagus, Paul. Sampai jumpa," ucap lelaki yang memiliki brewok dan berwajah garang.
"Selamat bersenang-senang!" jawab Paul sembari melambaikan tangan setelah keluar dari mobil.
Pintu mobil bagian tengah ditutup rapat begitupula jendela lelaki yang tadi melemparkan uang pada Paul. Wanita itu ketakutan dan panik.
Ia berusaha berteriak dan melepaskan diri, tetapi tak bisa berkutik.
"Wow, kali ini pilihan Paul sangat bagus. Ini di atas rata-rata!" seru salah seorang lelaki yang memegangi tangan wanita itu di sebelah kiri.
"Bos pasti akan suka. Cepat pergi, sebelum jalanan makin padat dan bius dia," sahut lelaki yang memberikan uang kepada Paul dengan seringainya.
Wanita itu terkejut dan semakin berusaha kuat untuk melepaskan diri. Saat mobil sudah berbalik arah, tiba-tiba mobil itu menabrak sebuah tiang listik dan membuatnya berhenti seketika.
Paul yang masih berada di kawasan itu karena sibuk menghitung uangnya, terkejut. Ia berdiri mematung di kejauhan, menatap mobil van yang membawa wanita tadi dengan curiga.
Ia mendekati mobil van itu dengan ragu dan DOR!
Paul terkejut saat melihat sebuah percikan kembang api yang mulai meluncur dan kini menghiasi langit malam.
Suara petasan mulai bersahut-sahutan merayakan pergantian tahun di Manhattan.
Paul menatap langit malam yang terlihat indah malam itu, tapi entah kenapa ia tak tertarik dengan semua kemeriahan pesta kembang api.
Ia kini terfokus dengan mobil van yang berjarak 10 meter dengannya.
Paul memasukkan uangnya ke dalam saku jaket bagian dalam dan berjalan mengendap sembari menyiagakan pistol dalam kedua genggaman tangannya.
Saat Paul melangkah maju mendekati kaca depan sopir, tiba-tiba, Paul roboh seketika dengan sebuah lubang tepat berada di dahinya.
Mata dan mulut Paul terbuka lebar karena terkejut akan serangan yang tiba-tiba itu.
Paul masih menggenggam pistol di salah satu tangannya. Ia tergeletak begitu saja di pinggir aspal dan tewas.
Hingga akhirnya, pintu mobil bagian tengah terbuka. Sebuah sepatu boots beronamen bunga terlihat di sana.
Wanita yang tadi disekap dan dilakban mulutnya turun dengan anggun sembari mengibaskan rambut yang panjang bergelombang ke salah satu bahunya.
Ia menggenggam sebuah pistol saat berjalan melenggang dengan mata memindai sekitar.
Ia melepas lakban yang membelenggu bibirnya lalu membalik tubuhnya.
Ia menatap semua lelaki yang berada dalam mobil itu telah tewas mengenaskan bersimbah darah dengan luka robek di sekujur tubuh mereka, tapi tak terlihat benda tajam di sana.
Darah mengucur dari sayatan di leher, tusukan di perut dan mata, hingga bau anyir mulai tercium di sana.
Wanita itu mengambil korek api gas dari saku mantelnya. Ia menggenggamnya sembari melepaskan mantel yang dipakainya dan melemparkannya ke dalam mobil karena sudah berlumuran darah.
Pistol yang masih dalam genggamannya ia gunakan untuk menembak tangki bahan bakar dan membuat bensin mengucur di aspal.
Wanita itu kembali melemparkan pistol yang dipakainya ke dalam mobil. Ia berjalan mendekati mayat Paul dan merogoh dalam saku jaketnya di mana ia menyimpan uang tadi.
Wanita itu kembali berdiri dan menatap mobil itu dengan santai. Ia menyalakan korek api gas itu dan melemparkan ke arah tangki bahan bakar.
Seketika, ledakan hebat santer terdengar hingga membuat mobil itu terbakar dalam kobaran api yang dasyat.
Wanita itu tersenyum tipis sembari memasukkan uang tersebut dalam tas slempangnya lalu membetulkan topi rajutan yang ia kenakan karena terasa miring.
"Uh, dingin. Sebaiknya aku segera kembali ke hotel," ucapnya sembari mendekap kedua lengannya dengan kedua tangan yang masih terbungkus dengan sarung tangan kulit.
Wanita itu pergi begitu saja meninggalkan kekacauan yang ia buat, seakan apa yang baru saja terjadi hanya sebuah percikan petasan yang hilang setelah memberikan kesan di langit.
Lovy bersama keluarga besar Lea terbang ke Ithaca pagi itu. Terlihat Lovy murung sedari tadi karena tak menyangka jika neneknya akan tewas mengenaskan karena orang suruhan Tuan Wilver.Mereka tiba siang itu dan langsung menuju ke tempat pemakaman. Suasana pemakaman tak seramai almarhum Tuan Wilver karena hanya datang segelintir orang termasuk keluarga Lea.Lovy menahan air matanya saat peti jenazah neneknya dimasukkan ke liang lahat dan mulai ditimbun tanah. Matthew tak pernah melihat Lovy sesedih ini karena ia terlihat seperti begitu kehilangan dan terpuruk.Selesai pemakaman, Lovy dan lainnya mendatangi rumah Elda yang kini tak lagi di tempati. Nia, wanita yang pernah diselamatkan oleh Lovy dan dibimbing untuk pergi ke Ithaca untuk tinggal sementara waktu bersama Elda dan pada akhirnya bekerja untuk Lea, sudah ada di kediaman Elda bersama beberapa anak buah Lea.Lovy tertegun saat melihat Nia sudah jauh berbeda tak seperti saat ia bertemu dengannya dulu. Nia menyambutnya dan mengaja
Tak terasa, pagi sudah menjelang. Lovy masih tertidur pulas di kamarnya, tetapi suasana di ruang keluarga sudah terlihat ramai oleh anak buah Harold. Terlihat Lea sedang mengobrol serius dengan suaminya."Ada apa?" tanya Matthew tiba-tiba.Sontak, hal itu mengejutkan semua orang yang ada di sana karena tak menyadari kedatangan putra Lea yang seperti hantu."Matt? Matthew? Kau 'kah itu?" tanya Lea keheranan sampai berkerut kening."Mengerikan. Kau bahkan sampai lupa jika aku adalah anakmu," gerutu Matthew di hari yang masih menunjukkan pukul 7 pagi.Harold dan Lea saling memandang. Harold berbisik di telinga Lea dan wanita itupun mengangguk paham."Kau terlihat tampan, Matt, tak seperti berandalan. Apa yang mengubahmu?" tanya Lea bernada menyindir."Jangan mulai. Sebaiknya, kau katakan apa yang terjadi? Apa yang kalian bicarakan?" tanya Matthew ketus.Lea dan Harold tersenyum menghela napas. Mereka sudah paham dengan sifat dan perilaku pria yang sebenarnya berwajah tampan itu. Harold m
VROOM!!Lovy bahkan menyempatkan melambaikan tangan kepada satpam penjaga di pos yang membukakan portal tempat parkir mobil. Lovy melajukan mobil barunya dengan kecepatan penuh dan pandangan lurus ke depan. Matthew bisa merasakan amarah dan ketegangan dalam diri Lovy."Mm, Lovy ....""Diam. Jangan katakan apapun," ucap Lovy menunjukkan telunjuknya tepat di wajah Matthew."Oke. Hanya saja, kita mau ke mana? Jika kau tak keberatan, bagaimana kalau ke bandara? Pesawat pribadiku ada di sana," jawab Matthew gugup karena Lovy berkendara layaknya pembalap.Lovy diam saja, tapi ia langsung membanting setir. Matthew yang tahu jika Lovy sedang marah itupun diam karena tak mau dilempar dari mobil. Matthew akhirnya menyadari jika Lovy sedang membawanya ke bandara."Tinggalkan saja mobilnya, nanti aku akan meminta anak buahku membawanya ke Kansas," ucap Matthew menyarankan, tetapi Lovy diam saja tanpa ekspresi di wajah.Matthew menghela napas. Ia diam selama perjalanan hingga akhirnya mereka tiba
Lovy segera masuk ke lift dan menuju ke lantai 4. Dengan napas menderu, ia mendatangi ruangan tempatnya bekerja di mana ruangan milik Tuan Wilver juga berada di sana. Sean yang panik karena lift tak kunjung datang, nekat menaiki tangga dengan tergesa karena takut jika ayahnya tewas di tangan istrinya yang sedang gelap mata itu. Sean berlari sekuat tenaga dengan napas tersengal dari lantai satu menuju ke lantai 4 secepat yang ia bisa. TING!Pintu lift terbuka dan Lovy melihat sekitar yang gelap karena kantor libur hari itu. Lovy melangkahkan kakinya dengan tatapan kosong karena pikiran dan hatinya kini berkecamuk. Ia menggenggam senjata milik Matthew di tangan kanannya dengan mantap.Lovy melangkahkan kakinya perlahan memasuki ruangan tempat biasa ia duduk dengan Bob dan Isabel. Ia melihat lampu di ruangannya menyala, tetapi tak ada orang. Pintu juga tak dikunci dan Lovy cukup mendorongnya untuk bisa masuk ke dalam.Namun, ia mendengar ada orang berbincang di dalam ruangan Tuan Wilve
Semua orang di ruangan itu tertegun dengan jantung berdebar dan kepanikan melanda."Jangan diam saja! Kita harus segera ke Ithaca!" pekik Matthew yang membuat Lovy dan Sean tersadar dari keterkejutan mereka.Sean segera membangunkan Lovy yang masih gemeteran dan menangis. Mereka bergegas pergi meninggalkan apartment. Terlihat Matthew berjalan di depan dan menghubungi seseorang untuk mengurus sesuatu.Dua bodyguard Matthew segera menyiapkan mobil saat mereka bertiga kini menunggu di lobi. Namun, saat dua bodyguard Matthew sedang berjalan tergesa mendekati mobil dan salah satu lelaki itu menyalakan kunci pembuka jarak jauh, tiba-tiba ....PIP! PIP!DWUARRRR!!"Oh my God!" pekik Sean terkejut dan langsung memeluk Lovy erat.Dua bodyguard Matthew terpental dan menghantam mobil yang berada di dekat mereka. Matthew terkejut dan langsung menarik senjata dari balik pinggangnya. "Kembali ke dalam cepat!" teriak Matthew yang mengajak Sean dan Lovy masuk ke dalam.Mereka bertiga bergegas kembal
Lovy mengelus punggung Sean lembut dan mengajaknya duduk di kursi meja makan. Mereka berdua duduk bersebelahan di depan Matthew yang terlihat masih menikmati makanan di depannya. "Biar kutebak. Ini masakanmu, ya, Lovy sayang? Kenapa kau tak pernah memasak untukku?" tanya Matthew cemberut. "Sudah kubilang jangan memanggil istriku sayang!" teriak Sean lantang yang mengejutkan semua orang di ruangan itu. Matthew menghentikan makan dan menatap Sean yang memandanginya penuh emosi. "Oke ... baiklah. Jadi begini maksud kedatanganku, Lovy sayang ...." BRAKK!! "Keparat kurang ajar! Kemari kau, biar kuhajar wajahmu dan kulempar dari jendela rumahku!" Lovy terkejut karena Sean sampai menggebrak meja dan langsung berdiri. Namun, saat Sean akan mencengkeram baju Matthew, dua bodyguard lelaki itu langsung memegangi kedua tangan Sean kuat. Matthew tertawa terbahak dan terlihat begitu gembira. "Matthew! Jika kau sungguh menghargai persahabatan kita di masa lalu, jangan membuatku kecewa denga
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen