Romeo tersenyum, ia menaruh kepalanya di ceruk leher Ruster dan mulai memompa dengan cepat pinggulnya untuk menghujam Ruster semakin dalam untuk memberikan kepuasan nikmat pada ubuh Ruster.
Desahan demi desahan dari Ruster semakin menghiasi ruang kamar. tanpa mereka sadari, dari celah pintu seseorang menatapinya dengan mata bergairah tinggi. orang itu memilih kembali ke dalam kamarnya. sebelum ia hilang kendali dan menerjang masuk ke dalam yang bisa berakibat fatal dan mengagalkan semuanya.
Gairah Romeo seakan meletup. Begitu gagah di atas tubuh ramping wanita yang kini terdorong-dorong ke atas tubuhnya.
“Aku keluar...arhhhhh...”
“Sayang, intimu begitu ketat. Sungguh mencengkeram milikku,” ucap Romeo yang menghentikan hujamnya sejenak. Untuk memberikan ruang waktu untuk Ruster menikmati orgasme pertamanya yang di lakukan oleh rudalnya.
Ruster yang menikmati setiap hentakkan dari Romeo. hanya bisa bernafas erengah-engah sambil mengikui setiap i
"Kau fikir aku peduli, jalang ini mau kelelahan atau tidak?” balas Raven tetap dengan nada dinginnya ke arah Romeo. ia ingin segera menarik pergelangan tangan Romeo untuk segera keluar dari dalam kamar terkutuk ini. yang di tepati oleh wanita bernama Ruster, yang sialnya menjadi istri bohongan Romeo dengan pernikahan palsu dari Romeo yang menipu Ruster. Melihat sikap keras kepala sang kakak, sekaligus kembarannya. Romeo memilih duduk di samping ranjang dan membuka selimut yang menutupi tubuh Ruster untuk di perlihatkan pada Raven. "Bercak darah masih ada di seprai, pasti miliknya masih terasa sakit!" ucap Romeo lirih dan kasihan pada Ruster. tepatnya melindungi Ruster dari kegilaan Raven yang tidak mau tahu apa yang di rasakan oleh para jalang. kali ini, Romeo sangat takut. Raven akan menghancurkan Ruster sampai tulang berlulang. Raven mengeraskan rahangnya memperhatikan kemolekan tubuh wanita di depannya, entah kenapa kali ini ia tidak bisa menunggu lebih la
Setelah sosok Raven menghilang jauh dari hadapan mata Romeo. Romeo menghela nafas panjangnya, ia kemudian masuk ke dalam kamarnya. Kembali ke atas ranjang untuk tidur bersama dengan wanita yang kini menjadi istrinya. tepatnya istri dalam sebuah permainan. *** Pagi hari, wangi parfum pria yang maskulin melekat di indra penciuman Ruster yang baru saja terbangun dari tidur lelahnya. setelah semalaman di gempur habis-habisan oleh pria yang di depan. yang kini menjadi suaminya. Ruster mengejapkan matanya menatapi Romeo yang sudah rapi dengan stelan jas berwarna biru dongkar. bahkan sudah mengikat dasi dengan rapi. "Maaf, aku bangun kesiangan!” ucap Ruster yang membuat Romeo yang memakai jam tangannya tersenyum membalas tatapan Ruster. "Tidurlah kembali, mungkin kau masih kelelahan. seharusnya aku tidak masuk ke kantor tapi karena teman dari Singapura datang hari ini, aku harus melupakan cutiku yang berharga!" ujar Romeo dengan wajah sedihny
Romeo terkekeh menangkapi perkataan Raven dan ia berdiri dan merapikan jasnya. “Karena Ruster sangat polos dari wanita sebelumnya yang menjadi mainan kita," ucap Romeo datar. "Bagiku itu tidak ada pengaruhnya. Mau polos atau liar di atas ranjang," balas Raven yang melipat korannya dan meletakkan di atas meja dengan suaranya yang semakin dingin dari biasanya. keduanya langsung hening berapa saat. dengan tatapan saling melihat satu sama lain. "Ok! Silahkan kau lakukan apa yang kau mau dan aku tidak akan mencampuri apa yang kau lakukan! Asal kau ingat saja, jika terjadi kesalahan, maka nyawa kita taruhannya!" ucap Romeo yang memperingatin Raven yang suka gegabah dalam menjalankan suatu misi tanpa pikir panjang. karena terbawa arus cemburu dan main emosi. Raven terdiam, ia mengakui. Apa yang di katakan oleh Romeo memang ada benarnya. Nyawa mereka taruhannya, jika salah sedikit saja dan bisa lebih parah. Ia akan kehilangan Romeo selamanya dar
"Sudah jangan manja-manja lagi. ayo kita segera makan siang bersama-sama," ucap ibu Ruster yang mengurai pelukkan Ruster. Ruster dan ibunya bergegas menyiapkan makanan di atas meja makan dan Keith seperti biasa kan menatapi Ruster dan ibunya yang rajin menyiapkan sarapan. "Ayo di makan Keith, ini makanan ke sukaanmu. jangan di pandang terus," ucap Ruster kepada adik lakinya yang memandangi sup sedari tadi dan belum di sentuh sama sekali. Keith tidak bisa mengatakan kepada Ruster, ia tidak suka dengan wortel. akhinya ia menyantap sup tersebut dengan menghindari wortel agar tidak terambil oleh sendoknya. "Keith, wortel baik untuk kesehatanmu. jangan di buang-buang seperti itu," perintah Ruster dengan anda menekannya pada Keith yang menyingkirkan berapa potongan wortel di dalam mangkok sup. Keith masih diam, ia menatapi Ruster dengan mata berkaca-kaca. Hati Ruster yang marah, kini entah kemana melihat kesedihan Keith dari bola matanya.
"Romeo..aahhh....!" pekik Ruster yang menikmati keliaran suaminya yang semakin menyiksa tubuhnya dengan gairah mematikan yang membuat Ruster semakin merasakan kenikmatan. Pria itu semakin bernafsu untuk menyetubuhi Ruster kembali, ia tidak perduli Ruster kelelahan atau tidak. karena saat ini nafsunya semakin memuncak dengan suara Ruster yang memancing gairahnya semakin meninggi. "Akan ku puasin dirimu, jalang." Pria itu kembali membuka kedua kaki Ruste semakin lebar untuk menyatuhkan miliknya dengan tubuh inti Ruster. Ruster kemudian memekikan suaranya lagi, saat merasakan keperkasaan Romeo menyeruak masuk ke celah intinya. Terasa penuh dan sesak. Tepatnya terasa sangat besar dan lebih panjang dari sebelumnya. bahkan ia kembali tidak bisa menyeimbangi permainan suaminya yang semakin cepat tanpa ampun. “Ini sangat berbeda dengan sebelumnya” batin Ruster. Saat Ruster akan berpikir lagi, hentakkan kuat berapa kali. Membu
Setelah cukup lama hening. Raven mulai bersuara sambil memakai bajunya kembali. "Cepat atau lambat dia pasti akan tahu apa yang kita kerjakan dan saat aku sudah bosan. Maka kau harus bersiap menceraikannya, sebelum kau tumbuh rasa padanya?” nasehat Raven kepada Romeo. Raven keluar dari dalam kamar dengan amarah di dada. Ketika melihat sikap Romoe mulai menatapi Ruster dengan tatapan berbeda. seperti yang di lakukan Romeo kepada jalang pada umumnya dan tatapan itu mengingatkan Romeo kepada Emilia Lim. tepatnya, tatapan Romeo mirip dengan saat itu. "Tak akan ku biarkan," batin Raven yang menutup pintu kamar Romeo dan ia menyandarkan tubuhnya di pintu dengan salah satu tangan mencengkeram baju di dadanya. Rasa sakit dan marah terasa olehnya yang merupakan perasaan Romeo yang tersalurkan padanya. Kemudian, Raven kembali berjalan ke arah kamarnya dengan kedua mata basah. Ia juga merasakan sakit hati pada Romeo yang sudah berubah sejak menikahi Ruster
“I..iya,” jawab Ruster dengan sedikit terbata-bata sambil menyesuaikan rasa sakit yang menderah di celah intinya yang di masuki oleh milik Romeo yang semakin membesar di dalam. “Tahan Sayang, sebentar lagi tidak akan sakit!” bisik Romeo lirih di telinga Ruster dengan penuh kasih. Kemudian di ciumnya leher Ruster yang jenjang dan indah. Lalu di remasnya kedua dada padat dan kenyal itu untuk mengalihkan ke sakitan Ruster. sekaligus memberikan sentuhan penuh gairah untuk Ruster. Sentuhan demi sentuhan membuat Ruster semakin mengila dengan mengoyangkan pingulnya untuk memancing gerakkan Romeo untuk menghentakkan celah intinya yang sudah berdenyut hebat. “Ahh… Romeo.. geli ah..” ucap Ruster yang berusaha menyingkirkan tangan Romeo yang memainkan kedua dadanya dengan berbagai gerakkan yang membuat gairahnya semakin memuncak tinggi. Romeo tersenyum puas dan terus mengoyangkan miliknya dengan ritme yang tidak lagi beraturan. setelah meilhat Ruster tidak menge
Raven tidak menjawab, kapan ia mengubah warna kamarnya dan sejak kapan ia melakukannya. Karena ia tidak ingat sama sekali apa yang sudah ia lakukan saat cemburu dan marah menguasai hatinya hingga membuat pikirannya tidak menentu sama sekali. “Biarlah aku yang semakin tengelam dan kau tetap di langit,” batin Raven. Sedangkan Romeo masih memikirkan cara mengatakan pada Ruster, bahwa ia dan Raven selalu berbagi dan memiliki kebiasan sex yang tidak biasanya. *** Makan pagi berlangsung penuh dengan kesunyian, Raven tidak bersuara. Ia sibuk membaca koran di pagi hari. Sampai tidak mencicipi sarapan pagi dan keluar dengan tergesah-gesah setelah merasakan getaran pada ponselnya yang ada di saku celananya. yang sudah di pastikan oleh raven, panggilan tersebut dari Lius Versalius. Melihat sarapan tidak di sentuh, Romeo merasa hatinya sakit. Ia tidak ingin Raven sakit karena kebiasan buruknya yang lupa makan pagi. jika suasana hati sedang buruk.