"Romeo..aahhh....!" pekik Ruster yang menikmati keliaran suaminya yang semakin menyiksa tubuhnya dengan gairah mematikan yang membuat Ruster semakin merasakan kenikmatan.
Pria itu semakin bernafsu untuk menyetubuhi Ruster kembali, ia tidak perduli Ruster kelelahan atau tidak. karena saat ini nafsunya semakin memuncak dengan suara Ruster yang memancing gairahnya semakin meninggi.
"Akan ku puasin dirimu, jalang."
Pria itu kembali membuka kedua kaki Ruste semakin lebar untuk menyatuhkan miliknya dengan tubuh inti Ruster.
Ruster kemudian memekikan suaranya lagi, saat merasakan keperkasaan Romeo menyeruak masuk ke celah intinya. Terasa penuh dan sesak. Tepatnya terasa sangat besar dan lebih panjang dari sebelumnya. bahkan ia kembali tidak bisa menyeimbangi permainan suaminya yang semakin cepat tanpa ampun.
“Ini sangat berbeda dengan sebelumnya” batin Ruster.
Saat Ruster akan berpikir lagi, hentakkan kuat berapa kali. Membu
Setelah cukup lama hening. Raven mulai bersuara sambil memakai bajunya kembali. "Cepat atau lambat dia pasti akan tahu apa yang kita kerjakan dan saat aku sudah bosan. Maka kau harus bersiap menceraikannya, sebelum kau tumbuh rasa padanya?” nasehat Raven kepada Romeo. Raven keluar dari dalam kamar dengan amarah di dada. Ketika melihat sikap Romoe mulai menatapi Ruster dengan tatapan berbeda. seperti yang di lakukan Romeo kepada jalang pada umumnya dan tatapan itu mengingatkan Romeo kepada Emilia Lim. tepatnya, tatapan Romeo mirip dengan saat itu. "Tak akan ku biarkan," batin Raven yang menutup pintu kamar Romeo dan ia menyandarkan tubuhnya di pintu dengan salah satu tangan mencengkeram baju di dadanya. Rasa sakit dan marah terasa olehnya yang merupakan perasaan Romeo yang tersalurkan padanya. Kemudian, Raven kembali berjalan ke arah kamarnya dengan kedua mata basah. Ia juga merasakan sakit hati pada Romeo yang sudah berubah sejak menikahi Ruster
“I..iya,” jawab Ruster dengan sedikit terbata-bata sambil menyesuaikan rasa sakit yang menderah di celah intinya yang di masuki oleh milik Romeo yang semakin membesar di dalam. “Tahan Sayang, sebentar lagi tidak akan sakit!” bisik Romeo lirih di telinga Ruster dengan penuh kasih. Kemudian di ciumnya leher Ruster yang jenjang dan indah. Lalu di remasnya kedua dada padat dan kenyal itu untuk mengalihkan ke sakitan Ruster. sekaligus memberikan sentuhan penuh gairah untuk Ruster. Sentuhan demi sentuhan membuat Ruster semakin mengila dengan mengoyangkan pingulnya untuk memancing gerakkan Romeo untuk menghentakkan celah intinya yang sudah berdenyut hebat. “Ahh… Romeo.. geli ah..” ucap Ruster yang berusaha menyingkirkan tangan Romeo yang memainkan kedua dadanya dengan berbagai gerakkan yang membuat gairahnya semakin memuncak tinggi. Romeo tersenyum puas dan terus mengoyangkan miliknya dengan ritme yang tidak lagi beraturan. setelah meilhat Ruster tidak menge
Raven tidak menjawab, kapan ia mengubah warna kamarnya dan sejak kapan ia melakukannya. Karena ia tidak ingat sama sekali apa yang sudah ia lakukan saat cemburu dan marah menguasai hatinya hingga membuat pikirannya tidak menentu sama sekali. “Biarlah aku yang semakin tengelam dan kau tetap di langit,” batin Raven. Sedangkan Romeo masih memikirkan cara mengatakan pada Ruster, bahwa ia dan Raven selalu berbagi dan memiliki kebiasan sex yang tidak biasanya. *** Makan pagi berlangsung penuh dengan kesunyian, Raven tidak bersuara. Ia sibuk membaca koran di pagi hari. Sampai tidak mencicipi sarapan pagi dan keluar dengan tergesah-gesah setelah merasakan getaran pada ponselnya yang ada di saku celananya. yang sudah di pastikan oleh raven, panggilan tersebut dari Lius Versalius. Melihat sarapan tidak di sentuh, Romeo merasa hatinya sakit. Ia tidak ingin Raven sakit karena kebiasan buruknya yang lupa makan pagi. jika suasana hati sedang buruk.
Ruster memperlihatkan wajah bahagianya kepada seketaris Romeo. "Terima kasih,” balas Ruster yang melangkah membuka pintu ruangan kantor Romeo. Ternyata di dalam ruangan, Raven juga berada disana duduk di atas sofa berkutat dengan laptopnya. "Hay...sayang!" sapa Romeo yang menghampiri Ruster dan mengecup bibirnya sekilas. "Aku membawakan bekal makan siang untukmu,” balas Ruster dengan senyuman manisnya. "Seharusnya kau tidak perlu melakukannya, Sayang. Aku tidak ingin kamu kelelahan,” balas Romeo dengan nada perhatiannya dan membimbing Ruster untuk duduk di sofa yang dekat dengan Raven. Sedangkan Raven, entah kenapa ia mendengar perkataan Romeo terkesan menjijikkan. Bahkan asam lambungnya naik seketika. "Aku senang melakukannya, lagi pula seharian di rumah membuatku bosan!" jelas Ruster yang membuat Raven semakin menjalankan ide jahatnya di dalam otak. Romeo meletakkan rantang makanan di atas mejanya. Kemudian, ia meliri
“Duduk di pangkuanku, Honey?” perintah Raven yang menarik pergelangan tangan Ruster dan membawanya dengan cukup mudah ke atas pangkuannya. Kedua tangannya yang gagah melingkar di pinggang Ruster. Aroma vanila di tubuh Ruster tercium begitu manis di hidung Raven. “Lepasin, aku istri adikmu..” ucap Ruster yang di landa rasa gugup dan takut. Karena posisi tubuhnya saat ini dan keringat dingin mulai meluncur melewati kening hingga pipinya. “Aku ingin bermain denganmu, Ruster.” Dalam seketika tubuh Ruster membeku. Aroma dan nafas Raven menyapu lembut sebagian wajahnya yang telah di selimuti keringat dingin. Hidung Raven menyentuh hidung Ruster. Satu gerakkan maju saja. Bibir mereka akan menyatu. Namun Ruster tidak mau melakukannya. Karena Raven adalah iparnya, walaupun wajahnya mirip dengan suaminya. “Jangan, tolong lepaskan aku. Atau aku akan berteriak?” ancam Ruster dengan menggunakan cara terakhir. Ancaman Ruster di tangkapi dengan terkeke
Raven mengakui, selain ia membenci Ruster. Ia juga sangat menyukai tubuh Ruster dan aroma tubuhnya yang khas dan memabukkan. Yang tidak terdapat pada wanita manapun yang pernah ia jamah. "Raven, tolong hentikan. Aku tidak bisa melakukannya," lirih Ruster dengan bibir bergetar gugup. Raven mengabaikan permintaan Ruster dan dengan berani bermain di kedua bukit kembar yang sekal. "Ven, jangan!" pinta Ruster memohon, saat salah satu tangan Raven. Menarik sleting dressnya hingga dan melepaskan kaitan branya. "Diam, jika tidak mau ku aduhkan ke Romeo. Bahwa kau mulai mengodaku," perintah Raven dengan ancamannya, yang mengulum salah satu buah kembar dan satu tangan meremas buah kembar serta menarik unjungnya dengan kasar. "Ah.. sakit.. " lirih Ruster kesakitan. Ketika puncak dada di gigit dan di hisap oleh Raven dengan keras. "Buka kakimu lebih lebar, Honey!" perintah Raven yang sudah menaikkan dress yang di kenakan oleh Rus
“Liat, celah intimu sangat menginginkan cairan milikku?” ucap Raven yang mulai mengelantur. Kemudian ia membalikkan tubuh Ruster yang lemas. Di bukanya ikatan di tangan dan sumpalan di mulut. “Kau jahat, aku ini adik iparmu. Kenapa melakukan hal seperti ini padaku?” ucap Ruster lirih dengan tatapan tajamnya. Raven hanya tersenyum penuh dengan aura jahat. “Orang yang akan ku tunjukkan mahakarya ini adalah Romoe dan aku pastikan kau akan di buang olehnya,” ancam Raven sebelum menghilang dari balik pintu kamar. Ruster kembali terisak sangat kencang hingga tidak sadarkan diri dan tidak menyadari kedatangan Raven kembali yang menikmati tubuhnya kembali. Di perusahan, Romoe yang tidak menemukan kembarannya. Ia memilih pulang ke rumah, karena perasaanya mengatakan Raven ada di dalam rumah dengan rencana jahatnya dan apa yang ia rasakan menjadi kenyataan. Saat melihat Raven di balik celah pintu, melihat Raven memperkosa istrinya kesekian kalinya. Istr
Ha ha ha ha.. Tawa keduanya yang terkapar di atas ranjang mengema di dalam ruangan dengan kedua tubuh mereka tergeletak di atas ranjang ukuran besar. “Aku benci warna hitam, aku ingin kau mengubah warna kamar ini!" protes Romeo yang melihat ke arah Raven yang berwajah memar. “Kenapa? Menurutku menarik dengan warna ini?” balas Raven yang melihat ke arah Romeo yang berwajah memar. Yang sama-sama tidak kalah dengannya. “Jika kamarmu seperti ini, bagaimana kau bisa menyelesaikan tugas kali ini. yang ada kau semakin menundahnya dan ia semakin akan lama di sini. dengan begitu, kita berdua akan semakin berubah dengan kehadirannya,” jelas Romeo yang membuat Raven tercengang. Ia melupakan hal itu dari rencana awal mereka berdua. “Aku lupa,” ucap Raven dengan menepuk jidatnya. “Tuhkan, kau saja bisa ceroboh. Apa lagi aku,” balas Romeo yang berdiri dari atas ranjang, kemudian berjalan ke arah pintu kamar. “Kau mau kemana?” tanya Rav