Nayyara menggeser layar ponselnya ke atas, sejujurnya ia sangat bingung harus berbicara apa kepada Tama, ia harus memulai cerita darimana dan dengan cara apa?
"Halo, Nay." sapa Tama yang terdengar panik.
"Abang..." lirih Nayyara
"Ada apa dengan suaramu, Sayang?" tanya Tama khawatir.
Nayyara terdiam air matanya mengalir, ia berpikir harus dari mana memulai berbicara. Sangat sulit untuk berkata jujur tapi tidak mungkin dia berbohong.
"Maaf…" Nayyara terisak hatinya sakit merasa telah mengkhianati Tama.
Tama semakin panik dan bingung mendengar isakan dan perkataan Nayyara.
"Sayang, Kamu kenapa? Apa karena foto itu, aku yakin itu bukan seperti yang terlihat." ucap Tama bermaksud menenangkan keadaan.
Benar dugaan Nayyara, ternyata Tama juga mendapatkan kiriman foto seperti Mike.
"Kejadian sebenarnya malah lebih mengerikan." sergah Nayyara di antara tangisnya.
"Aku menyerah, aku berhenti, aku...
"Nay…" suara Mike membuyarkan lamunannya. Beruntung kali ini ia bisa menahan emosinya untuk tidak menangis.Nayyara langsung membuka pintu kamar mandi. Ia melihat Bu Ani dan Mike masih menunggu di sana."Yuk." Ajak Bu Ani setelah melihat Nayyara keluar dari kamar mandi.Mike dan Nayyara mengikuti langkah Bu Ani keluar dari kamar Nayyara dan menuju meja makan.Pak Riswa sudah menunggu mereka di meja makan. Hatinya lega melihat putri semata wayangnya mau ikut bergabung untuk makan.Kemudian mereka mengambil posisi duduk masing-masing dan mulai makan setelah Pak Riswa menawarkan dan mengajak mereka makan."Udah lama yah, Mike gak main kesini?" tanya Pak Riswa di sela-sela acara mengunyahnya."Iya, Pak. Maaf baru sempat main kesini lagi." jawab Mike sungkan."Tu kan jadi kaku gitu, udah jarang main ke sini sih." ledek Pak Riswa mencairkan suasana."Bu bos mah ga boleh kemana-mana, takut hilang, Pa." timpal Nayyara.Mike menoleh
Rr"Sial buntu," desis Kavi kesal.Kavi dan Khalingga kecewa dengan hasil akhir pencariannya. Pasalnya orang-orang suruhan Kavi kehilangan jejak pria tua itu.Ya pria tua, mereka sudah mengantongi identitas si pemesan itu. Hanya jejaknya telah hilang di tengah jalan. Pria itu bernama Rino, baru satu bulan kabur dari penjara dan dalam pencarian. Tidak ada yang tahu ia tinggal di mana dan bekerja apa, selalu berpindah-pindah tempat, dan menggunakan identitas palsu.Motif, hanya motif dari Rino yang belum mereka ketahui. Atas dasar apa Rino menjebak Nayyara dan Khalingga."Kalian tu nyari orang tua aja gak bisa, bisa kerja gak sih?" bentak Kavi murka pada lawan bicaranya di telepon.Khalingga melirik ke arah Kavi, teriak Kavi mengalihkan perhatiannya pada layar ponsel."Apa?!" Ekspresi wajah Kavi yang semula bingung langsung berubah kaget.Kavi terdiam sejenak kemudian menatap Khalingga dengan tatapan yang tak dapat diartikan.
Mata Tama menyalak tajam menatap sahabat baiknya itu. Ia bingung harus berbuat apa dengan lelaki di depannya saat ini. Kalau saja itu bukan seorang Khalingga ia akan menghajar sampai hancur menjadi abu hingga tak tersisa. Sedangkan Khalingga merasa sangat bersalah. Ia pun merasa sama bingungnya dengan Tama. Khalingga hanya bisa menerima sorotan tajam dari mata Tama. Tatapan yang seolah mampu melubangi apa saja yang dipandangnya. "Gua berharap kalo telinga ini salah dengar." Ucap Tama memulai pembicaraan. Khalingga menarik napas panjang dan menghembuskannya dengan berat. "Gua akan ceritain semuanya." Balas Khalingga cemas. "Harus." Sarkas Tama mantap. "Kalian duduk dulu." Ajak Kavi seraya mendudukan diri di sofa ruang tamunya. Tama dan Khalingga menyetujui ajakan Kavi, mereka ikut duduk di sofa dengan posisi saling berhadapan, sedangkan Kavi berada di tengah duduk di bangku single. "Emm… maaf," gumam Khalingga lirih. Tama masih terdiam belum ingin merespon apapun yang dilakuk
Walau Khalingga harus mendapatkan hantaman dari tangan kekar milik Tama, tapi kini perasaannya sedikit lebih lega, ia bisa berterus terang kepada Tama.Disisi lain ia pun merasa khawatir, apa persahabatan yang selama ini terjalin erat akan terputus begitu saja?.Entahlah, intinya ia sudah mengatakan semuanya. "Kayanya lu lagi menabuh genderang perang ya, Ga?" Suara Kavi membuyarkan lamunan Khalingga. Kavi baru saja kembali dari dapur mengambil air hangat untuk mengompres luka Khalingga. Ia meletakan baskom berisikan air hangat dan handuk kecil itu.Mendengar perkataan Kavi, Khalingga hanya tersenyum kecut seraya meraih baskom yang sudah diletakkan diatasi meja."Secara ngak langsung lu udah ngumumin perasaan lu," sambung Kavi yang ikut duduk di samping Khalingga.Khalingga tetap diam, ia hanya fokus terhadap handuk kecil yang tengah ia peras lalu ia gunakan untuk menutup seluruh wajah. Mungkin itu cara Khalingga mengompres atau menenggelamkan diri."Sial lu," maki Kavi kesal, "egois
Setelah mendapatkan pesan dari suaminya, Mike langsung berpamitan dengan Nayyara dan orang tuanya."Nggak di suruh mampir dulu suaminya," ucap Bu Ani setelah Mike mencium tangannya."Sudah sore, Tante," jawab Mike sembari bergantian mencium tangan Pak Riswa."Ya sudah hati-hati." Mike mengangguk mendengar perkataan Bu Ani. Ditemani dengan Nayyara, Mike menuju mobil Kavi yang sudah terparkir di luar pagar rumah Nayyara.Kavi keluar dari mobil setelah melihat wanita yang sedang ia tunggu berjalan ke arahnya. Senyum Kavi berkembang dengan sendirinya. Ia seolah telah mendapatkan obat penawar dari rasa rindu bercampur dengan rasa bersalah pada istrinya. "Makasih ya, Nay, sudah mau nganterin," ucap Kavi seraya melirik kearah Mike.Nayyara ikut melirik ke arah Mike, terlihat Mike yang sedang memasang wajah tak bersahabat. Ia tersenyum dan mengangguk kepada Kavi."Dah, Nay." Mike melambaikan tangannya. Nayyara ikut membalas lambaian tangan Mike.Dalam perjalanan pulang Kavi terus saja menc
Mike menatap wajah suaminya yang terlelap. Kata-kata Kavi terus saja berputar di otaknya."Aku ingin memiliki bayi." Begitu yang Kavi bisikan di telinga Mike, di tengah-tengah panasnya permainan mereka tadi malam.Bukankah setiap pasangan yang sudah menikah pasti ingin memiliki keturunan. Namun tidak untuk Mike ia masih sangat ragu bahkan takut akan hal itu.Sudahlah kalau memang sudah saatnya, pasti hatinya sangat yakin dan ingin mendapatkan keturunan. Namun, untuk saat ini tetaplah seperti ini.***Khalingga sudah berpikir semalam menyusun rencana untuk menangkap pria yang sudah menjebaknya. Jadi pagi ini ia memutuskan untuk menemui Nayyara dan menyampaikan semua rencana sederhana yang sudah ia siapkan.Kemudian ia bergegas menyalakan mesin mobil dan melesat menuju rumah Nayyara. Sesampainya dirumah Nayyara, Khalingga di sambut oleh Bu Ani."Pak Khalingga?! Silahkan masuk," ajak Bu Ani seraya membuka pintu lebar-lebar mempersilahkan Khalingga masuk."Silahkan duduk, Pak." "Panggil
Sepulangnya Khalingga, Nayyara menuju kamar. Merebahkan diri di tempat ternyamannya. Sudah dua hari ia tidak berangkat kerja dan tak memberikan kabar apapun kepada Galuh dan yang lainnya. Ia tak sempat untuk sekedar melihat pesan apalagi memberikan kabar.Masalahnya terlalu rumit, bahkan butuh waktu yang tidak sebentar untuk mengurai semuanya. Perjalanan masih jauh untuk mencapai kata selesai. Yah Nayyara lebih memilih kata selesai dibandingkan dengan bahagia. Bahagia, seolah kata yang mustahil iya capai. Bayang-bayang kelam yang sempat memudar, ternyata kembali lagi dengan cara yang lebih menakutkan.Nayyara memejamkan mata sembari sesekali menarik nafas dalam-dalam berusaha mengosongkan pikiran mencari ketentraman walau sejenak.SatuDuaTigaBayangan seorang wanita paruh baya muncul dalam benaknya. Wanita yang memiliki kemiripan garis wajah dengan kekasihnya. Dimana wanita itu menatap Nayyara lekat dengan pandangan yang sangat sulit diartikan. Memorinya seakan mengulang kembali
Hari ini Nayyara memulai kembali aktivitasnya di kantor. Dua hari sudah ia tak ada kabar seolah menghilang tanpa jejak membuat teman-temanya kuatir.Membuat Nayyara di berondong pertanyaan dari Galuh, Melody dan yang lainnya."Kemarin tiba-tiba saja, aku drop." Begitu alasan yang Nayyara berikan.Tetap saja Melody tidak terima dengan alasan Nayyara. "Memangnya sulit memberi kabar?" omelnya pada Nayyara, "Kan kita bisa jenguk." ucapan Melody tak jelas karena mulut yang masih terisi penuh."Rencananya kita bakal ke rumah kamu hari ini Nay, kalo kamu belum masuk dan memberi kabar juga." Yuni berbicara sambil menunjuk-nunjuk Nayyara dengan sendok."Em...betul," saut Diana menyetujui.Nayyara menatap mereka satu persatu membuat hatinya menghangat. Yah memang seperti ini lebih baik tetap jalani kehidupan seperti sebelumnya."Iya ih, kamu jahat banget. Aku kerja sendirian, mau telpon kamu buat tanya-tanya kerjaan pun nggak bisa." Galuh memotong bakso dengan kasar seolah bakso lah yang bersal