Kediaman Alexander
Yuan, Caramel, dan Devon telah sampai di halaman rumah Yuan.
“Kak Yuan, ini rumah Kakak?” tanya Devon polos.
“Bukan! Ini rumah peninggalan papa Kakak,” jawab Yuan santai.
Kemudian Yuan menggiring Caramel dan Devon masuk ke dalamnya. Semua para pengawal dan pembantu tunduk terhadapnya.
Caramel merasa sangat heran.
“Sekaya apa sih orang ini? Sampai-sampai semua orang tunduk kepadanya.” Gumam Caramel dalam hatinya.Mereka telah sampai di ruang keluarga, dan Yuan memanggil seluruh anggota keluarganya.
Semua penghuni nampak bingung dengan kedatangan Caramel dan Devon yang tengah tersenyum kikuk menyapa sang penghuni rumah. Tampilan Caramel yang memakai baju kebesaran, terkesan jauh dari kata modis. Hal itu lah yang membuat penghuni rumah bingung dibuatnya.
Di rumah tersebut dihuni oleh Damitri (ibu Yuan), Selina (adik pertama Yuan), dan Jennifer (adik kedua Yuan). Ayahnya Alexander telah meninggal setahun yang lalu. Semenjak saat itu, kuasa di rumah itu sepenuhnya ada di tangan Yuan, sebagai kepala keluarga yang menggantikan posisi ayahnya.
“Yuan ... siapa dia? Pembantu baru? Memangnya masih kurang pembantu di rumah ini?” Damitri bertanya to the point.
Damitri memang orang yang sangat arogan. Dia memandang segala sesuatu dari status sosial. Dia juga mengedepankan sosialita di atas segalanya.
“Kak? Kakak nggak sedang mabuk, kan? Jangan mentang - mentang Kakak putus dari kak Evelin, Kakak sekarang jadi gila!” Selina ikut menyaut.
Selina memang memiliki sifat dan watak yang hampir sama dengan ibunya.
“Mah ... Kak ... apaan sih? Mana ada pembantu cantik dan manis begitu? Kak Yuan juga nggak gila Mah, Kak ... Kak Yuan sehat-sehat aja kok.” Jennifer ikut berkomentar.
Jennifer memang sedikit lola {loading lama} di antara yang lainnya. Terkadang karena keterlambatan berpikirnya membuat kakak dan ibunya geram terhadapnya.
“Jennifer!!” teriak Damitri dan Selina bersamaan. Seketika Jennifer menutup telinganya menggunakan kedua tangannya.
“Sudah cukup! Mah! Sel! Jen ... perkenalkan wanita di sampingku ini namanya Caramel. Dan anak laki-laki di sampingnya itu namanya Devon. Caramel adalah istriku, dan Devon ... mulai saat ini dia juga adikku. Karena dia adik dari istriku,” jelas Yuan.
“Istri?!” tanya Damitri, Selina dan Jennifer bersama-sama dengan nada tinggi. Mata mereka membelalak kaget.
Mereka sangat terkejut dengan pernyataan yang Yuan lontarkan. Yang mereka ketahui, Yuan baru saja putus dari kekasihnya dan kini ia menikahi wanita yang jauh standarnya di bawah Evelin. Sungguh hal itu membuat mereka ternganga dan tak bisa berkata-kata.
“Yuan? Apa kamu benar-benar sudah gila?!” Damitri tampak geram.
“Kak ... Kakak bercanda, ya? Lihat dong penampilannya. Dia lebih pantas jadi pembantu kita, Kak! Apa kakak sedepresi itu sampai-sampai Kakak menikah sama gadis yang levelnya jauh di bawah kita?” Cela Selina ikut kesal.
“Evelin pasti marah kamu menikah sama dia, Yuan!” lontar Damitri.
“Aku tegaskan sekali lagi ... aku dan wanita itu, sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi. Jadi, jangan pernah ada yang menyebut nama itu lagi di hadapanku!” tegas Yuan.
“Kamu pasti hanya salah paham, Yuan! Mama yakin kalian bisa kembali bersama!” Damitri masih mencoba menyadarkan Yuan, yang menurutnya telah salah.
Yuan tidak menghiraukan ucapan mama dan adiknya. Ia memanggil bi Tyas seorang asisten rumah tangga untuk mengajak Devon ke kamarnya. Kemudian ia mengajak Caramel naik ke atas menuju kamarnya, melewati barisan penghuni Alexander yang tak habis pikir dengan kelakuan Yuan.
“Kamu benar-benar sudah keterlaluan, Yuan! Bagaimana kalau sampai teman-teman mamah tau. Mau taruh di mana muka mama?” teriak Damitri dengan melihat punggung Yuan yang perlahan hilang meninggalkannya.
Yuan dan Caramel telah sampai di kamar Yuan. Kamar dengan nuansa dark grey, warna bed cover yang senada dengan warna tembok, serta aroma maskulin yang menyeruak masuk ke dalam hidung Caramel dengan sangat tajam.
“Uhuk ... Uhuk ... ” Caramel terbatuk.
“Caramel … kamu kenapa?” tanya Yuan khawatir dengan mengambilkan sebotol air minum yang ia letakkan di kulkas mini di sudut kamarnya.
“Tidak apa-apa, Tuan. Saya hanya belum terbiasa dengan aroma di kamar ini,” jawab Caramel sopan.
“Oh ... nanti biar aku ganti. Sekarang kamu mandi lah, kamar mandinya ada disebelah sana!” ucap Yuan dengan menunjukkan sebuah kamar mandi yang juga berada di dalam kamarnya.
Caramel pun menurutinya. Ia mandi terlebih dahulu dan mengganti pakaiannya dengan baju tidur berwarna baby pink. Lalu ia keluar kamar mandi dengan rambut yang masih sedikit basah yang ia bungkus menggunakan handuk.
Setelah mengganti aroma therapi di kamarnya dengan aroma yang lebih soft, Yuan sejenak melihat Caramel yang baru selesai mandi yang menurutnya sangat menggoda. Tanpa sadar Yuan menelan salivanya. Sebagai laki-laki normal, jika melihat seorang wanita dengan penampilan yang demikian tentu saja akan tergugah hasratnya. Meskipun wanita itu hanya diam dan tidak menggodanya sama sekali.
“Aku mandi dulu,” ucap Yuan grogi. Ini pertama kalinya ia merasakan hal yang seperti itu. Grogi di hadapan wanita yang baru dikenalnya dan sudah sah menjadi istrinya.
Yuan melewati Caramel, dengan cepat ia menuju kamar mandi. Ia tidak ingin Caramel mengetahui jika ada yang aneh di dalam tubuhnya.
Caramel merasa asing dengan tempat yang kini disinggahi. Rasanya seperti mimpi. Kemarin ia masih lajang dan sekarang statusnya adalah istri orang. Semuanya terasa sangat cepat. Hanya dengan satu hari saja, telah berhasil mengubah status dan hidupnya.
Setelah selesai menyisir rambut dan merias wajahnya natural dipantulan cermin, kini ia duduk di tepi ranjang dengan perasaan yang tidak tenang.
“Apakah malam ini aku akan melakukannya? Tidak … tidak ... aku belum siap,” lirih Caramel gelisah dengan menggigit kuku jarinya.
Yuan keluar dari kamar mandi dan menyadari Caramel yang tengah gelisah memikirkan malam pertamanya. Yuan tersenyum simpul dan mendekati Caramel.
“Kamu tenang saja. Aku tidak akan melakukannya, sebelum kita sama-sama suka dan menginginkannya. Aku ingin hal besar itu terjadi pada kita karena rasa cinta, bukan sekadar nafsu semata,” ujar Yuan dengan senyum tipis di bibirnya.
Glek ...
Caramel menelan ludahnya. Ia sangat malu ternyata Yuan memergokinya yang tengah gelisah. Caramel tidak menyangka pria yang kini di hadapannya sangat menghargainya. Dia juga sangat mengerti keinginannya.
“Tuan-,” ucapan Caramel terhenti.
“Sshh. Jangan panggil aku Tuan. Aku ini suamimu. Mulai sekarang dan seterusnya, kamu panggil aku, Mas. Seperti pasangan suami istri pada umumnya,” potong Yuan dengan menutup bibir Caramel menggunakan jari telunjuknya.
“Baik Tu-, eh Mas ...,” jawab Caramel.
Kedua insan itu kemudian saling canggung dan diam dengan pikirannya masing-masing.
“Mas, kenapa kamu baik sekali sama aku?” tanya Caramel memecah keheningan.
“Aku hanya ingin melindungimu dari orang-orang yang jahat.” Yuan menjawab singkat.
“Tapi selama ini kita tidak saling mengenal, Mas? Bagaimana Mas tau ada orang yang ingin menjahatiku?”
“Kamu tidak perlu pikirkan tentang itu. Yang penting sekarang kamu aman bersamaku. Aku akan menjaga dan melindungimu.”
“Terimakasih banyak, Mas.”
“Sama-sama. Sekarang kamu tidurlah di sini, aku akan tidur di sofa itu,” ucap Yuan dengan menunjuk sebuah sofa di samping ranjangnya.
“Tidak, Mas. Biar aku saja yang tidur di sofa itu. Mas tidur saja di sini,” tolak Caramel.
“Menurutlah dengan apa yang dikatakan oleh suamimu. Semua itu untuk kebaikanmu,” tambah Yuan semakin membuat Caramel beruntung bisa memilikinya.
Bagaimana tidak? Tidak hanya sikapnya yang baik dan pengertian, Yuan juga memiliki wajah yang tampan di atas rata-rata. Jika Caramel menceritakan hal itu pada dunia, tentu semua orang akan iri terhadapnya. Ia hanyalah gadis miskin yang mendapat keuntungan besar bisa dinikahi pria tampan dan kaya di kotanya.
Yuan berjalan ke arah sofa itu.
“Mas … terimakasih,” ucap Caramel lagi. Yuan hanya tersenyum dan menganggukinya.
Caramel memposisikan dirinya agar merasa nyaman. Kemudian ia mencoba memejamkan matanya.
Caramel menyipitkan matanya, kemudian ia mengintip Yuan yang sudah memejamkan matanya. Caramel tersenyum melihat wajah Yuan. Melihat wajah itu, perasaannya jadi menghangat dan merasa tenang.
“Mungkinkah memang kamu jodohku yang Tuhan kirimkan untuk melengkapi hidupku, Mas? Kehadiranmu sungguh misterius. Tapi, Kamu pria yang sangat baik. Aku rasa tidak sulit untukku menjatuhkan hatiku kepadamu. Pria yang sudah sah menjadi suamiku.” Caramel bergumam dalam hati dengan senyum yang terus tergambar di sudut bibirnya. Kemudian ia menutupi wajahnya kembali menggunakan selimut dan mulai merajut mimpi di dalamnya.
Yuan membuka matanya. Ia melirik ke arah Caramel yang tertidur dengan menutupi wajahnya. Cukup mengemaskan menurut Yuan. Melihat matanya yang polos dan senyumnya yang terlampau manis itu, membuat ia semakin yakin jika menikahi gadis itu adalah pilihan yang paling tepat. Yuan menilai Caramel sebagai gadis yang sangat baik dan jujur. Dia juga gadis yang sederhana dan tidak bertingkah polah yang membuatnya pusing seperti yang dilakukan oleh mantan pacarnya, Evelin. Evelin selalu meminta Yuan untuk menuruti semua keinginannya yang terkadang di luar nalar.
Pagi HarinyaMelalui celah jendela kamar, sinar mentari menyeruak masuk ke dalam kamar Yuan. Yuan tersadar dari tidurnya. Ia mendapati sebuah selimut yang menutupi dan menghangatkan tubuhnya. Sekilas Yuan tersenyum, ia yakin pasti Caramel lah yang telah memberi selimut itu untuknya.Yuan melihat ke arah ranjang dan sudah tidak ada Caramel di sana. Yuan bergegas bangun dan mencari keberadaan Caramel di kamar mandi. Namun, tak juga ia temukan.Yuan turun ke lantai bawah, dari kejauhan ia melihat punggung wanita yang sedang dicarinya. Tanpa sadar senyum tipis terurai di bibirnya. Caramel selalu bisa membuatnya kagum dengan sosoknya. Caramel tengah bergelut di dapur dengan beberapa ART di sana. Caramel terlihat sangat nyaman dan bahagia.“Lho, Mas? Kamu sudah bangun?” tanya Caramel lembut setelah menyadari kehadiran Yuan.“Iya. Kamu lagi apa di sini? Tempat ini bukan tempatmu.” Yuan menyelidik.“Aku sedang menyiapkan sara
Di Halaman Rumah YuanBim! Bim! Bim!Bima meminta sang supir untuk membunyikan klakson mobilnya beberapa kali, itu semua bertujuan agar kehadirannya diketahui oleh sang pemilik rumah.Dari dalam rumah. “Itu pasti om Bima dan tante Sinta, ayo kita keluar!” Yuan mengajak Caramel dan Devon melihat siapa yang tengah membuat keramaian di halaman rumahnya.Yuan, Caramel dan Devon keluar rumah untuk menemui pasangan suami istri yang akan menemani Devon berjuang untuk kembali sembuh.“Hai ... pengantin baru!” sapa Bima dengan melambaikan tangannya. Ia sudah keluar mobil menghampiri Yuan, Caramel dan Devon.Bima dan Yuan saling berpelukan. Om dan ponakan ini sudah seperti anak dan ayah kandung karena kedekatannya.“Om kira kamu nikah sama Evelin. Ternyata bukan. Tapi, enggak kalah cantik sih ini! Pintar juga kamu cari istri!” ucap Bima spontan membuat Caramel yang tadi ter
Setelah kepergian Bima, Sinta dan Devon, Yuan ikut berpamitan kepada Caramel untuk berangkat kerja ke kantor.Caramel merasa kesepian, ia bingung harus melakukan aktivitas apa saat Yuan dan Devon tidak ada di rumah.Caramel berjalan-jalan mengelilingi rumah. Beberapa kali ia disapa oleh banyak pembantu yang ada di rumah Yuan. Caramel membalasnya dengan ramah dan senyuman yang menawan.Hiruk pikuknya kota Jakarta yang terkenal dengan kemacetan nya, ternyata masih ada tempat yang begitu asri dan cukup jauh dari keramaian. Suasana yang sejuk, tenang, dan di sekitar rumah yang di tempati keluarga Yuan, hanya ada beberapa rumah saja. Tidak padat penduduk seperti kota jakarta pada umumnya.Di balik rumah tampak depan yang begitu megah, terdapat taman tersembunyi di balik rumah yang tak kalah indah. Caramel ingin membuka pintu tersebut dan masuk ke dalamnya.“Anda mau ke mana, Nona?” tegur salah seorang penjaga rumah bernama Santoso.
Di KantorTring!Suara ponsel Yuan berdering tanda adanya pesan masuk dari seseorang. Yuan sedang menatap monitor laptop dan mengerjakan beberapa file hingga ia mengabaikan pesan tersebut.Yuan masih terus bergelut dengan pekerjaan dan mengabaikan ponselnya. Karena jika bukan sebuah panggilan maka Yuan tidak akan menanggapinya.Pekerjaan Yuan sangat banyak, hingga ia tidak sempat membuka ponselnya. Waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam, tetapi dia belum juga menyelesaikan pekerjaannya. Kali ini Yuan lembur, karena akan ada proyek besar yang menanti dan Yuan harus mempersiapkan segala sesuatunya.Tok! Tok! Tok!Suara ketukan pintu.“Masuk!” jawab Yuan masih terfokus dengan laptop yang ada di depannya.“Sudah jam 8 malam, Tuan. Apa tidak sebaiknya Tuan pulang saja dan melanjutkan pekerjaan besok? Saya khawatir Nona Caramel sedang menunggu anda dengan perasaan cemas,
Keesokan Harinya Di Rumah CaramelTadi malam, benar-benar menjadi malam yang cukup melelahkan untuk Yuan dan Caramel. Meskipun tidak melakukan aktivitas berat, tetapi dengan posisi tidur yang kurang leluasa membuat semua anggota tubuhnya terasa sakit. Selain ukuran ranjang Caramel yang cukup kecil, bertambahnya tumpukan guling semakin memakan tempat, hal itu membuat Yuan beberapa kali jatuh ke lantai. Karena merasa kesal, akhirnya Yuan membuang semua tumpukan guling itu dan ia bisa tidur dengan sedikit lega.Saat kedua insan itu terbangun bersama-sama, sebuah teriakan keduanya sangat nyaring dan membuat Caramel seketika menghindar hingga tubuhnya terpental.“Mas? Mas, kok tidur peluk-peluk aku?”“Mana aku tau!” bantah Yuan.“Tumpukan guling yang ditengah sini di mana?”“Aku buang! Habisnya sempit sekali. Aku tidak bisa bergerak sama sekali. Lihat! Badanku jadi sakit semua. Man
Rumah CaramelSetelah kejadian pagi yang cukup membuat tidak nyaman, Caramel segera melupakannya dengan cara memasak. Ia memasak untuk sarapan Yuan dan juga dirinya.“Mau aku bantu?” tawar Yuan.“Tidak usah, Mas. Aku bisa kerjakan sendiri. Lebih baik Mas duduk aja di sana. Mas mau aku buatkan apa? Kopi atau teh?” Caramel menawari Yuan sembari mencuci ayam yang telah ia potong-potong.“Em … aku mau susu!” jawab Yuan dengan sedikit mendekatkan bibirnya di telinga Caramel.Caramel yang mendapat bisikan seperti itu seketika bulu kuduknya meremang. Suara Yuan terdengar sangat sexy menurut Caramel.“Tapi susunya enggak ada, Mas. Aku belum sempat beli. Nanti aku balikan di warung,” jawab Caramel dengan sedikit menghindar.Yuan semakin senang melihat Caramel yang terjerat dalam godaannya. Ia sendiri bingung, mengapa bisa seagresif itu saat
Setelah Yuan berangkat kerja, Caramel kembali masuk ke dalam rumahnya. Ia sarapan sejenak lalu setelah itu membersihkan rumah. Caramel melakukan aktivitas menyapu, mengepel, mencuci baju seperti kebiasaannya dulu.Setelah menyelesaikan semuanya, Caramel merebahkan tubuhnya untuk isitirahat. Karena merasa lelah, Caramel tertidur dengan sangat mudah.***Sore hari pukul 4 soreBekerja seharian dengan menghadap layar laptop, ditambah dengan klien yang sedikit rewel membuat Yuan merasakan penat dalam tubuhnya. Tidak hanya capek badan tapi juga capek pikiran.Menghadapi klien yang kadang tidak sejalan dengan pemikiran itu membuat Yuan kerja keras untuk kembali menjelaskan dan menemukan titik terang. Tetapi, dengan kemampuannya, Yuan selalu mampu membuat klien itu mengerti hingga mengajukan kerja sama. Perusahaan yang Yuan pimpin bergerak pada lini teknologi informasi, alat berat, otomotif, dan lain sebagainya.Karena s
Kediaman Alexander pukul 10 malamYuan dan Caramel telah sampai kembali di rumah besar yang menurut Caramel jauh dari kesan bahagia. Tempat di mana Caramel merasa asing dan kesepian. Yuan menggandeng tangan Caramel memasuki rumah yang terlihat sudah sepi, mungkin sang penghuni rumah telah bersarang di kamarnya masing-masing.Saat di tangga hendak naik ke atas menuju kamar, Yuan disapa oleh Bi Tyas, pembantu yang masih berjaga.“Selamat malam, Tuan, Nona? Senang rasanya Nona bisa kembali ke rumah ini,” ujar Bi Tyas dengan menundukkan pandangannya.“Iya, Bi. Terimakasih sudah menyambut kami dengan baik,” balas Caramel.“Sudah menjadi kewajiban saya, Nona. Apalagi Nona orangnya sangat baik, tentu kami juga sudah pasti menyambut baik.”“Iya, Bi. Kalau begitu, kami ke atas dulu, ya?” izin Caramel.“Silakan, Nona, Tuan. Oiya, tadi Den Dirga kemari Tuan, be