Share

Kacang Lupa Kulitnya

Akhirnya rapat selesai lebih cepat. Sinar cukup lega bisa pulang lebih awal, apalagi hari ini suaminya pasti sudah ada di rumah. Bagas memang sering pergi ke luar kota karena dinas. 

"Gue mau pulang karena suami udah stay. Lu mau nebeng gak? Katanya tadi motor lu mogok?" tawar Sinar pada Gebby. 

Wanita itu menggeleng karena sudah lebih dulu memesan taksi online. Sambil menunggu dan menemani temannya, Sinar berusaha menstater mobilnya, tapi anehnya tidak mau menyala. Ah, ya ampun! Kenapa Sinar bisa lupa kalau ia belum mengisi bensin. 

"Gebb.." bujuk Sinar. Ia mungkin akan menginapkan mobilnya semalam. Besok gampang deh. 

"Apa? Pasti lu lupa lagi kan ngisi makan mobil lu sampai gak mau jalan. Iya, lu boleh nebeng taksi gue. Bentar lagi juga datang," sahutnya. 

Lima belas menit kemudian, taksi pesanan Gebby datang. Beruntung banget karena Sinar pasti akan lumutan. Ponselnya hanya tersisa 15 persen saja. Ia juga lupa kalau tadi tidak sempat menchargernya. Kenapa makin pikun aja sih, apa karena usianya ya?  

Jarak kantor dengan rumahnya lumayan jauh. Menempuh waktu sekitar satu jam. Gebby lebih dulu sampai dan melambaikan tangan pada temannya. 

"Hati-hati, have fun ya sama suami lu," ucap Gebby seraya masuk ke rumahnya. Gebby memang masih ikut dengan orang tuanya. Wanita itu belum diperbolehkan untuk tinggal sendiri di apartemen, mungkin karena jaman sekarang pergaulan semakin tak bisa dinalar. 

Sampai di rumah Sinar, wanita itu tersenyum sumringah setelah melihat mobil suaminya sudah ada di bagasi. Namun anehnya, kenapa selarut ini lampu depan belum dinyalakan? Apakah memang mati? Setahunya, Sinar tak pernah telat membayar token listrik. 

Begitu masuk rumah, ia tambah heran. Kenapa sangat sepi sekali? Perasaan Sinar mendadak tak enak karena suaminya tak ada di mana-mana. Di ruang tamu, kamarnya, kamar Aksara dan Aurora, dapur bahkan halaman belakang. Apa Bagas pergi lagi? Tapi kan mobilnya sudah ada di depan?

Sinar berbalik arah untuk mengecek anak-anaknya yang sudah tidur. Cepat sekali mereka, pasti Sariti mendongengkan cerita-cerita kesukaan anak-anak lagi seperti biasanya. 

"Hmm.. jangan berhenti, nah di situ.. benar di situ," suara rengangan terdengar jelas dari balik kamar Sariti. Sinar keheranan, sedang apa Sariti di dalam? Apa sedang menelpon seseorang? Tapi kenapa suaramya ambigu sekali? 

Sinar berjalan sangat pelan dan mendengarkan lebih teliti lagi. Ia tak bisa dengan sengaja membuka pintu Sariti meskipun ini adalah rumahnya sendiri. 

"Kamu sangat hebat, Sar. Aku menyukai tubuhmu yang sangat seksi ini," suara seorang pria membuat Sinar langsung membekap mulutnya. Ia yakin itu adalah suara Bagas, suaminya sendiri. Ia yakin sekali. 

Sinar tak tahan dan memutar arah ke samping rumah. Setidaknya ia akan tahu sedang apa mereka. Meskipun Sinar sudah sangat bisa menebaknya. 

Beruntung kamar Sariti agak gelap dengan gorden yang membuat Sinar bisa melihat adegan tak senonoh dari keduanya. Sinar tak percaya mereka melakukan perbuatan asusila di rumahnya. 

Ia selonjoran di lantai dan memegang kepalanya. Berusaha menahan napas dan bersumpah tak akan memaafkan suami dan pembantu laknatnya. 

Ah, Sinar harus pura-pura tak tahu. Ia harus tegar demi membuat suaminya bertekuk lutut padanya. Sinar kembali berdiri dan kembali mengendap-ngendap. Ia berhasil keluar dari rumahnya. Pilihannya hanya satu sekarang, ke rumah Gebby. 

***

"Kenapa jam segini Sinar belum pulang ya, Sar?" Bagas mengecek ponselnya dan tak ada satu pun chat dari istrinya. 

Mereka sudah selesai dari kegiatan rutinnya setiap Bagas menginginkan Sari menemaninya saat Sinar sibuk di kantor. Kebetulan Sariti memang sedikit menyukai suami dari majikannya yang gagah dan prima. 

"Gak tahu, dia kan istri kamu. Aku dari tadi kan di sini sama kamu, Mas," Sariti agak kesal karena pria yang baru saja menikmati tubuhnya malah memikirkan wanita lain meskipun istrinya sendiri.  

Ini memang sudah jam sepuluh malam. Biasanya Sinar pulang jam 9 malahan lebih awal, itulah mengapa Bagas cepat-cepat menuntaskan hasrat sesaatnya dengan sang pembantu muda. Darah muda, darah yang berapi-api. 

Awalnya hubungannya tak disangka akan sejauh ini. Sudah lebih dari 4 bulan Bagas menggauli pembantunya karena Sinar selalu ketiduran setelah bekerja. Mereka sama-sama pekerja kantoran. Apalagi Sinar jauh lebih sukses ketimbang dirinya. 

"Kamu tidur saja dulu, aku akan menunggu Sinar pulang." 

Pembantu yang tak tahu malu itu tetap tak mau. Ia ingin lebih lama menemani pria yang menjadi kekasih gelapnya selama hampir lima bulan. Sudah lama Sariti tidak mendapatkan nafkah batin karena sudah lama wanita itu putus dari pacarnya di kampung.  

Baru saja dibicarakan, Sinar menelpon Bagas. Istrinya mengatakan kalau mobilnya kehabisan bensin dan sekarang ada di rumah Gebby. Ia menyuruh Bagas untuk menjemputnya. 

"Baiklah, Sayang. Aku segera ke sana. Aku pikir kamu kenapa-kenapa tadi. Tunggu sebentar ya," Bagas langsung menutup sambungan telepon dan bergegas ke rumah Gebby. 

Namun Sariti menahan tangan Bagas. Pria itu menoleh, bertanya kenapa Sariti menghalangi jalannya. 

"Hati-hati di jalan, Mas Bagas. Aku akan jaga anak-anak kamu di sini." 

Pria itu melumat sebentar bibir Sariti yang mencandukan. Satu menit mereka menikmati permainan yang sudah lama mereka mainkan. 

Di sebrang sana, Sinar masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya tadi saat sampai di rumah. 

"Padahal tadi gue bercanda waktu bicarain suami lu. Eh, ternyata mulut rombeng gue manjur juga. Maaf loh, Tar." 

Tar adalah panggilan sebagian orang, Mentari. Terkadang memang Sinar dipanggil Tari. Ia sudah melapangkan dada agar suaminya tak bertanya apakah Sinar habis menangis. Ia harus kelihatan tak tahu apa-apa tentang perbuatan setan suaminya. 

"Lalu setelah ini lu mau apa? Gak mau ngelabrak mereka? Di sini lu kan gak salah, mereka yang seenak jidat udah selingkuh di belakang lu. Bagas udah gak pantes jadi suami lu, Tar!"

Gebby jadi kesal sendiri atas perbuatan suami temannya itu. Ia tak menyangka Bagas adalah pria yang hanya butuh kebutuhan biologis demi memenuhi hasrat sesaatnya. Ia sempat bertemu dengan Sariti, pembantu muda dari kampung yang dibawa Sinar dari kampung pembantunya dulu. 

Sariti memang masih muda dengan bentuk tubuh yang elok wajah yang tampak tampil lebih segar. Tapi urusan cantik, Sariti masih kalah dengan Sinar. 

"Sekarang yang terpenting adalah bagaimana gue bisa membuat mereka bertekuk lutut dan menangis darah karena perbuatan keji mereka di depan gue." 

"Caranya?" tanya Gebby heran. 

"Belum gue pikirin sih, Geb. Tapi yang pasti rencana gue harus benar-benar matang. Gue yakin ini enggak cuma sekali mereka melakukannya, pasti jauh-jauh hari bahkan berbulan-bulan mereka sudah bermain di belakang gue. Nggak nyangka aja, padahal kita tuh udah punya anak loh. Ternyata Bagas enggak lebih dari pria sampah yang cuma modal tampang dan rayuan gombal. Pasti Sariti udah termakan oleh rayuannya atau malah sebaliknya, Sariti lah yang menggoda suami gue lebih duluan? Apa pun itu, gue enggak bakal biarin mereka bahagia di atas penderitaan gue dan anak-anak gue. Geb, pokoknya Lu harus bantu gue!" 

Gebby langsung menganggu setuju dan siap untuk memberantas pelakor gatal seperti Sariti. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status