Share

Sampai Detik Ini

Pandu langsung berjalan mengambil gelas anggur dan menuangkan wine begitu memasuki ruang kerjanya, perasaan laki-laki itu sedang senang sekarang karena berhasil membuat Ghiana kesal. Tidak pernah ada cinta di dalam pernikahan mereka, Pandu hanya mencintai satu orang wanita. Kekasih yang di pacarinya sejak duduk di bangku SMA, Laras namanya.

“Laras..” Pandu mengeja nama itu di dalam hati, batas kesadarannya semakin menipis. Sesapan terakhir Pandu pada gelasnya menumbangkan laki-laki itu, Pandu merasa dirinya melayang kembali ke masa di mana Larasnya masih bisa ia genggam.

.

.

.

“Laras?” pandu bertanya bingung.

“Iya?”

“Laras?”

“Apaan sih ndu, hahaha. Kamu ngeliatin aku segitunya banget, kayak kita udah lama banget enggak ketemu.”

“Laras!”

“Hahahaha”

Pandu memeluk ke kasihnya erat, laki-laki itu merasa lega jika apa yang telah di hadapinya dulu adalah mimpi. Larasnya masih hidup, kulitnya terasa hangat. Bibir semerah delima milik perempuan itu juga masih semanis madu ketika Pandu kecup.

“Udah ih, nanti ada yang liat.” Pandu tidak mendengarkan, laki-laki itu masih terus memagut bibir kekasihnya sembari sesekali menyelipkan lidahnya ke sela bibir Laras.

“Ndu..”

“Aku kangen.” Laras hanya tersenyum, perempuan itu membelai wajah kekasihnya dengan penuh sayang. Begitu juga Pandu yang kembali memagut bibir Laras mesra.

“Ndu..”

“Hmm?”

“Aku mau kasih tau kamu sesuatu.”

“Apa?” tanya laki-laki itu sembari mengecupi pucuk kepala Laras yang sedang bersandar di dadanya.

“Aku hamil.” Laras merasa perlu memastikan keadaan Pandu, karena itu perempuan itu menegakan tubuh, sekarang mereka duduk berhadapan. Laras bisa dengan jelas melihat wajah kekasihnya yang pucat setelah mendengar pengakuannya.

“Aku tau ini bukan berita yang terlalu menyenangkan, kamu enggak usah khawatir Ndu. Aku enggak akan minta kamu tanggung jawab, tapi tolong izinin aku untuk ngelahirin anak ini ya?” Pandu merasa de javu, itu adalah kalimat yang sama yang di ucapkan oleh Laras dulu.

Pandangan Pandu seketika buram, sosok Laras di hadapannya lenyap. Laki-laki itu melihat banyak bayangan berkelibat di depan matanya sampai akhirnya ketika pandu kembali membuka mata pemandangan di hadapannya berubah. Laki-laki itu tidak lagi berada di taman tempat ia dan Laras biasa memadu kasih, kali ini Pandu berhadapan langsung dengan ayahnya. Kepala keluarga Sore yang menatapnya dengan mata merah penuh marah.

“Dasar anak bodoh!” Pandu jatuh tersungkur, pipinya berdenyut nyeri setelah menerima satu bogeman mentah dari ayahnya. Sementara di belakang ayahnya berdiri Ghiana yang bersidekap dada angkuh.

“Kalau memang kamu ingin menghamili seseorang, seenggaknya pilih orang yang sederajat dengan kita, bukannya anak seorang pelayan!” Pandu terbatuk keras ketika rusuknya di tendang dengan kencang, ayahnya memang terkenal keras. Laki-laki itu tidak menerima kekalahan, fakta kalau Pandu menjalin kasih dan bahkan menghamili anak pelayan dari keluarga lain sudah membuat kepala keluarga Sore tidak lagi berani menatap dunia.

“Sudah tuan sudah, saya mohon. Maafkan saya dan Pandu.” Laras bersujud di bawah kaki kepala keluarga Sore, perempuan itu menahan langkah ayah Pandu yang sepertinya masih belum cukup puas menghajar anaknya.

“Perempuan jalang! Enggak usah sok baik kamu, dasar licik! Gimana cara kamu menggoda Pandu hah?!” Ghiana yang saat itu masih memakai nama keluarganya menarik kasar rambut Laras, perempuan itu berang karena Pandu lebih melilih anak pelayan di rumahnya di bandingkan Ghiana yang seorang nona muda.

“Jangan!” Pandu berteriak keras, sosok-sosok di hadapannya kembali bergerak dan tiba-tiba lenyap. Laki-laki itu berteriak keras ketika mendengar banyak suara yang entah berasal dari mana, dan ketika Pandu membuka mata untuk kesekian kalinya laki-laki itu melihat Laras, tergeletak dengan napas terengah-engah dan tubuh penuh luka. Sementara bayi perempuan di dalam dekapan Laras memejamkan mata dengan bibir yang mulai membiru.

“Laras..” laki-laki itu berbisik lirih, mencoba menggapai tubuh kekasihnya yang masih berusaha bernapas.

“Ke..napa..” Pandu mendengar Laras bertanya lirih.

“Maaf.. maafkan aku Laras, maaf.”

“Kenapa Ndu? Kena..pa kamu melakukan ini.”

“Maaf.” Bisik laki-laki itu sekali lagi.

“Aku hanya ingin bayi ini hidup, dia sama sekali enggak bersalah.” Lanjut Laras dengan terbata-bata.

“Kenapa?”

Sampai perempuan itu menghembuskan napas terakhirnya, Pandu tidak pernah bisa menjawab pertanyaan Laras. Bahkan sampai detik ini, di usinya yang sudah beranjak tiga puluh tahun, Pandu masih belum berani menjawab pertanyaan kekasihnya itu.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Willny
bingung, jd anaknya laras tuh meninggal karena ap
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status