Share

Monster

Barata membuka mata saat sekujur badannya terasa menyakitkan. Dia merasakan ada yang janggal dengan tubuhnya. Dia terkapar di tanah, dan tak bisa beranjak dari tempatnya.

Barata mengingat kembali apa yang terjadi padanya beberapa waktu lalu. Terakhir kali, sebelum dia tak sadarkan diri, dia sedang bermeditasi dan menguatkan tenaga dalamnya.

Merasa ada yang aneh dengan tubuhnya, Barata mencoba mengalirkan tenaga dalam, tetapi dia sama sekali tidak merasakan tenaga dalam di tubuhnya. Semua yang telah dia akumulasikan seumur hidupnya menghilang, sirna tanpa jejak.

“Apa? Apa yang terjadi? Mengapa aku tidak bisa merasakan tenaga dalam di tubuhku? Sial! Oh Dewa, apa yang telah terjadi denganku?” Barata gelisah sekaligus terkejut. Dia tidak lagi mengerti dengan situasi ini, bagaimana tenaga dalamnya bisa menghilang.

Ia duduk, lalu menenangkan dirinya. Dia menjernihkan pikirannya yang sudah melayang-layang entah kemana. Barata mengingat kembali setiap kejadian yang dia alami beberapa waktu lalu. Namun, tak ada satu pun petunjuk yang tepat akan situasi ini.

Tidak hanya tenaga dalamnya saja yang menghilang, dia merasa seluruh tubuhnya seperti dihancurkan dan dibentuk ulang kembali. Kekuatannya juga melemah.

“Ini ..., ada yang berbeda dengan keadaan di sini. Udara di sini seharusnya segar dan alami, tetapi sekarang terasa lebih sesak dan tak menyenangkan.” Barata merasakan udara di sekitarnya berbeda seolah-olah ada binatang buas yang mengawasinya. Namun, dia sangat yakin jika di lembah ini tidak ada satu pun makhluk hidup selain dirinya.

Barata mencoba mengatur nafasnya. Dia tidak bisa menyingkirkan rasa sesak yang entah dari mana muncul di dalam dirinya.

Dia cukup akrab dengan perasaan ini, perasaan yang menyiratkan dirinya tengah di tatap oleh binatang buas atau seorang ahli. Ia mengamati sekelilingnya, dan tak menemukan ada yang berbeda kecuali udaranya saja.

“Aku harus mencari tahu apa yang sedang terjadi di tempat ini, bagaimana tenaga dalam di tubuhku menghilang. Apalagi, kekuatanku juga menurun. Sial sekali!!” Beberapa saat setelah dia merasa tubuhnya sedikit lebih baik, dia masuk ke dalam gua, dan mengambil senjata yang selalu menemaninya. Sebuah senjata biasa berupa pedang dengan gagang yang unik.

Dengan menghilangnya tenaga dalam serta kekuatan di dalam tubuhnya, Barata meningkatkan kewaspadaan pada sekitarnya. Memasuki area yang dipenuhi oleh semak belukar serta pohon-pohon yang besar nan rindang dan kokoh, dia mengikuti naluri yang menuntun dirinya untuk memasuki area tersebut yang nanti akan menggiring dirinya masuk lebih jauh lagi ke dalam area hutan.

Barata berhati-hati. Dia dengan cermat mengamati sekitarnya. Pedang yang sudah ia hunuskan siap untuk menebas segala hal mencurigakan di sekitarnya.

Semakin lama dia berjalan dan mengamati area sekitarnya, semakin ia menjadi waspada serta curiga. Entah mengapa dia merasakan ada yang aneh serta menekan seluruh tubuhnya hingga membuatnya merasa mual.

Perlahan-lahan, dia mulai menyadari jika situasi aneh ini berasal dari satu tempat. Meski kehilangan kekuatannya, insting serta ketajamannya dalam menilai tidak menurun.

Barata merasakan sebuah hawa keberadaan yang tidak dapat diabaikan. Barata melihat ke arah datangnya hawa tak menyenangkan itu, dan berjalan ke arah itu dengan perlahan-lahan sembari meningkatkan konsentrasinya.

Tak jauh dari posisi Barata, muncul sesosok berbentuk menyeramkan dan tidak biasa. Ia memiliki tubuh laksana seekor singa, tetapi memiliki sebuah tanduk yang tajam dan berwarna hitam pekat. Makhluk ini mengeluarkan aura yang berbahaya. Ia tidak mudah didekati, apalagi dengan aura yang dikeluarkannya.

Tanpa mengetahui keberadaan makhluk tersebut yang menghilang secara tiba-tiba, Barata berjalan ke arah di mana makhluk itu pertama kali muncul. Indra di seluruh tubuhnya menajam. Dia memperhatikan sekelilingnya, dan berusaha untuk tak mengendurkan fokusnya, saat menyibakkan semak-semak serta daun yang menutupi penglihatannya, dia bergerak semakin cepat.

Hanya melihat sekitarnya saja, Barata sudah merasa curiga. Beberapa pohon tampak rusak, dan jejak yang ditinggalkan membuat dirinya menjadi waspada.

“Pohon ini tidak rusak karena senjata tajam dan juga pertarungan, melainkan ada sesuatu di sekitar sini. Semakin aku melangkah, tekanan udara di sini membuat dadaku sesak. Menghilangnya tenaga dalamku, kekuatanku yang menurun, serta situasi aneh ini, apa yang sebenarnya terjadi?”

Barata semakin dekat dengan makhluk tersebut. Dia benar-benar melaju tanpa banyak pertimbangan.

Membuka jalan yang cukup tertutup karena semak-semak serta ranting pohon, Barata memanfaatkan pedang di tangannya dan menebaskannya ke arah rintangan di sepanjang jalan.

Saat dia semakin dekat dengan makhluk tersebut, udara di sekitarnya semakin pengap dan menyesakkan. Perasaan semacam ini hanya bisa dirasakan saat bertemu dengan seorang pendekar pilih tanding.

Entah apa yang ada di depannya, Barata terus merangsek maju tanpa mengenal takut.

“Huft ..., semuanya berakhir jika aku tetap di sini, tapi aku tidak akan tahu penyebab dari suasana aneh ini. Apa yang aku takutkan? Seandainya ini hari terakhirku, maka biarlah. Aku akan berterima kasih pada Dewa.” Senyum di wajahnya begitu dingin, tatapan matanya tegas. Ia tidak memiliki alasan lain untuk terus hidup.

Begitu semak-semak dan ranting yang menutupi penglihatannya menghilang, baru dia bisa memastikan keberadaan macam apa yang membuat dirinya merasa cemas dan waspada.

Matanya terbuka lebar-lebar karena terkejut dengan apa yang dilihatnya. Sesosk makhluk besar setinggi 2 meter memiliki tubuh yang besar layaknya seekor gajah. Namun, bentukan tubuhnya berupa singa dengan sebuah tanduk berwarna hitam pekat di dahinya.

Haus darah yang dikeluarkan oleh makhluk ini begitu besar hingga membuat Barata bergidik tanpa henti. Ia takut karena makhkuk yang tak pernah dia lihat dengan hawa keberadaan yang sangat mengerikan, dan juga penampilan serta perawakannya begitu mengintimidasi.

Air liurnya menetes dengan lambat di taringnya. Seringai di wajah makhluk itu sangat mengerikan.

“Makhluk macam apa ini?”

Barata merasakan getaran mengerikan dari gerakan makhluk itu meski dia hanya menggerakkan salah satu kakinya. Saat itu pula, dia merasakan getaran dari dalam tanah.

Ia ingin lari dari tempat itu, tetapi kakinya tak bergerak. Barata berusaha mengarah tangannya arah makhluk tersebut sembari mengacungkan pedang yang ia genggam.

“Aku takut? Sudah lama sekali aku tak merasakan hal ini. Terakhir ... ya waktu aku kehilangan mereka. Kali ini, Dewa memberiku kesempatan untuk bertarung lagi,” ucap Barata. Dia memaksakan kakinya bergerak tanpa adanya tenaga dalam yang melindungi tubuhnya. Aura yang dikeluarkan oleh makhluk itu membuat dirinya gemetar.

Sekejap, ia merasa tak berani mendekatinya. Namun, mengingat kembali hidupnya yang sudah kehilangan arah, dia merasa tak perlu lagi untuk takut.

Dengan hentakan kaki yang kuat, dia berlari ke arah makhluk tersebut sembari mengayunkan pedangnya. Entah dia masih menguasai gerakan itu atau tidak, dia hanya bisa bersikeras dan melakukannya.

Saat jarak mereka hanya beberapa langkah, makhluk itu membuka matanya dan menggeram sembari memamerkan seluruh gigi-giginya yang tajam. Makhluk itu kemudian mengaum dengan kerasnya.

Auman itu menghentikan langkah Barata. Dia menutup telinganya, menatap ke arah makhluk tersebut. Tak lama kemudian, dia melompat menghindari serangannya.

Saat melihat kembali ke tempatnya, ia menelan ludahnya sendiri sembari berkata, "Kuat sekali dia!"

Beberapa pohon langsung hancur hanya dengan satu hantaman saja, dan Barata pun menjadi semakin waspada terhadap makhluk tersebut.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status