Trisha berjalan di tepi pantai yang sudah tidak ada pengunjung sama sekali. Tiga tahun ini dia selalu datang ke pantai, tempat pertama kali dia bertemu dengan Sev. Dengan harapan lelaki itu datang menghampirinya.
Wanita itu kembali menangis ketika teringat pada masa lalunya. Dia benar-benar merindukan lelaki itu. Dia adalah orang yang membuatnya berdiri sampai sekarang, tanpa dia mungkin Trisha tidak akan menjadi mangaka.
Tiba-tiba saja ada seseorang yang berdiri di hadapannya. “Jangan nangis, nanti make-up lo luntur.”
Trisha yang mendengar perkataan itu merasa tidak asing dan langsung mengangkat kepalanya, matanya menatap lelaki itu dengan tatapan tidak percaya.
Severino berdiri di hadapannya dengan tersenyum lebar dan membentangkan tangannya. Trisha pun langsung berdiri dengan memeluknya erat.
“Kenapa lo nggak kasih tau gue kalo udah balik?!” tanya Trisha dengan menangis sesenggukan.
Sev mengelus punggung Trisha den
“Editor Vanda, kepala editor mencarimu,” ucap Cris yang baru saja keluar dari ruangan kepala editor.Vanda hanya menganggukkan kepalanya dengan senyuman tipis. Dia meletakan tas di meja, lalu kembali berjalan menuju ruang kepala editor.Tok … Tok … Tok …“Masuk!”Vanda meraih engsel pintu dan membukanya dengan perlahan. Dia tersenyum pada Revalina, kepala editor yang memanggilnya, lalu berjalan mendekati wanita itu.“Bu Reva mencari saya?” tanya Vanda hanya untuk sekedar basa-basi.Revalina menganggukkan kepalanya.“Silahkan duduk.”Vanda langsung duduk di hadapan Revalina. Dia sebenarnya tahu apa yang akan dibicarakan oleh kepala editornya.Revalina meletakan amplop coklat di meja, lalu mendorongnya ke Vanda. “Ini adalah royalti Trisha dari penerbit, dan itu menjadi roy
Vanda langsung memberikan sebuah amplop coklat, dan itu membuat Trisha membuka matanya lebar dengan senyuman yang memperlihatkan gigi.“Dari penerbit?” tanyanya memastikan.“Iya, dari siapa lagi?”Trisha langsung memeluk amplop itu dengan ekspresi bahagia. Karena kebetulan dia sangat memerlukan uang untuk membayar uang sewa."Itu ... royalti terakhir dari penerbit," ucap sang editor.Trisha yang mendengar kabar itu seketika berekspresi datar. “Terakhir? Kenapa? Penerbit nggak mau cetak lagi komik gue?” tanya Trisha yang masih tidak percaya dengan ucapan sahabatnya.Wanita itu menggelengkan kepalanya. “Kepala editor tadi bilang kalau penerbit mau menerbitkan komik dari studio lain. Dan gue masih ada berita buruk buat lo. Mau dengar sekarang atau nanti?” tanya Vanda dengan nada berhati-hati.“Masih ada berita buruk?” Wanita bertubuh sedikit gemuk itu kaget, dan melihat ke arah
Vanda menatap Trisha dengan tatapan tidak percaya. Apa yang selama ini ada di pikirannya itu cuma adegan bertengkar dan pembunuhan saja?“Kalau kita suka sama cowok, jantung akan berdebar waktu dekat sama cowok itu.”“Berdebar?”Vanda mengangguk. “Apa sejak dulu jantung lo nggak pernah berdebar kalau dekat sama cowok?"Trisha terlihat mengingat-ingat sembari menggigit bibir bawahnya. “Jantung berdebar … Oh! Gue inget, jantung gue selalu berdebar setiap gue lihat Ryo ada di televisi. Itu berarti gue … suka sama Ryo?” tanya Trisha dengan bersemangat.Lagi-lagi Vanda kembali menghela nafas sambil tersenyum paksa. Dia terlihat bingung bagaimana cara memberikan pengertian tentang rasa suka pada Trisha."Udah, jangan bahas itu. Lupakan saja! Gue ada referensi lain buat lo,” ucap sang editor yang membuatnya kembali menoleh.“Apa?”“Bentar.”Va
Belum juga ia membalas uluran tangan itu, dengan cepat sang lelaki menarik tangannya kembali.“Talinya,” ucapnya yang membuat Trisha mendadak canggung.“O-oh, talinya. Ini.” Trisha memberikan tali yang dia pegang pada sang lelaki dengan senyuman kikuk.Dia mengambil alih tali yang dipegang Trisha, lalu menggendong tubuh Shiro. “Apa lo harus gue gendong gini biar nggak lari lagi? Dasar merepotkan!” omelnya pada Shiro. Trisha menahan tawanya dengan merapatkan kedua bibirnya.“Ayo, pulang,” ujarnya pada Shiro. Namun, saat lelaki itu hendak melangkah, Shiro meronta meminta diturunkan dari gendongannya. Karena kekuatan Shiro lebih besar, lelaki itu kehilangan keseimbangan, dan tak sengaja sedikit mendorong tubuh Trisha.Bruk!Tubuh lelaki itu terjatuh tepat di atas badan Trisha yang sedikit lebar. Wanita yang tiba-tiba terjatuh itu pun hanya bisa merintih pelan karena kepalanya terkena batu pantai.
"Lo juga bisa gambar lelaki di cerita ini sangat tampan! Jadi … luka di siku lo …” ucapan Vanda terhenti dan melihat ke arah luka yang ada di siku Trisha. Bahkan gambar plester pada gambarnya itu sama persis dengan plester yang menempel di sikunya.Trisha tersenyum malu dengan menggigit bibir bawahnya, dan itu membuat Vanda semakin tersenyum lebar. “Jadi ini beneran kisah cinta yang nyata?” tanya Vanda yang hanya dijawab satu anggukan oleh Trisha.“Jadi, lelaki ini dan luka lo di siku …”“Semuanya nyata,” jawab Trisha dengan senyuman kikuk. “Se-selain itu … wajah aslinya jauh lebih tampan dibandingkan yang ada di gambar,” jelas Trisha dengan malu-malu.Vanda tersenyum lebar. Dia tak menyangka bahwa teman dekatnya itu akan mengalami hal ini, karena dia sangat tahu bahwa Trisha sering canggung saat bersama dengan orang lain. Vanda beranjak dari duduknya dan langsung merangkul Trisha.“Sha, sepertinya lo harus berusaha lebih mulai dari sekarang. Lo nggak b
“Ha? Orang itu tinggal di sini, kan? Bukan di Jepang ataupun China? Dia bukan tokoh beda dimensi, kan? Dan … dia belum mati, kan? Masih hidup? Bukan … Ryo, kan?” cecar Ran dengan rentetan pertanyaan.“Bukan, Ran. Dia benar-benar orang, dia masih hidup, dia bukan dari dimensi lain, dan tentu saja dia … bukan Ryo! Kenapa jadi bawa-bawa Ryo? Dia aktor, mana mungkin dia mau ketemu sama gue yang gemuk ini?”Ran menghela napas panjang menatap Trisha. “Kenapa sama cewek gemuk? Emang cewek gemuk bikin negara ini bangkrut? Enggak, kan?”“Pokoknya gue harus diet!”Ran terkekeh pelan sambil menggelengkan kepalanya, karena kalimat seperti itu sudah ratusan kali diucapkan oleh Trisha.Mereka berdua pun saling berbincang membicarakan banyak hal. Mulai dari Trisha yang harus membuat komik genre romansa, bertemu dengan lelaki tampan yang kini menjadi tokoh utamanya, sampai pekerjaan Ran.Ia juga menceritakan masa sulitnya di kantor, bahkan Trisha terkejut saat me
Setelah memakan waktu dua jam, Trisha sudah ingat point penting informasi yang ada di data ini. Wanita itu meletakan ponsel di meja sambil menguap dan merenggangkan ototnya yang agak terasa kaku.“Namanya ribet banget. ya,” gumam Trisha saat kembali melihat biodata itu. Trisha mencoba untuk mengingat semuanya tanpa melihat ke layar ponsel. “Nama dia Severino, umur dua puluh empat. Dia alergi seafood, suka kopi, dia—“ Ucapan Trisha terhenti karena menguap dengan lebar sambil mengucek matanya.Dia melihat jam yang ada di layar ponsel. “Udah jam satu, waktunya tidur,” ucap wanita itu seraya bangkit dari duduknya, lalu melangkah menuju kamar untuk mengistirahatkan otaknya yang lelah.***Pagi pukul tujuh, Trisha membuka matanya perlahan karena mendengar ponselnya yang be
“Udah sampai?” tanya Trisha yang kembali melihat ke layar ponsel.“Lo masih mau lanjut main game? Kita udah—““Iya, iya, ini udah selesai, kok!” ucap Trisha menyela ucapan Vanda sambil memasukkan ponsel ke dalam tasnya.Vanda menarik napas panjang sambil tersenyum, lalu mengembuskan dengan perlahan. Mereka melepas sabuk pengaman dan keluar mobil bersamaan.Bola mata Trisha bergerak dari bawah sampai ke atas mengamati gedung besar yang ada di hadapannya. Dia tidak menyangka kalau tempat agensi aktor itu sebesar ini. Jantungnya mendadak berdegup kencang dan tak sabar bertemu dengan lelaki tampan yang pernah dia temui itu.Dia juga tidak menyangka kalau langkah kakinya akan menginjak ke dunia entertainment. Padahal, dia dulu sangat menentang untuk masuk ke dunia ini. Tapi, kini dia berubah pikiran. Dia merasa senang meskipun hanya menjadi asisten. Bukankah kalau dia diterima bisa bertemu dengan aktor tam