Sesudah makan ala kadarnya, Mario memesan ojek online lagi dari aplikasi di ponselnya. Dia tidak memiliki kendaraan sekarang. Hanya ada satu tempat yang dapat menerimanya saat ini, rumah orang tuanya.
Beberapa menit kemudian, ojek online yang dia pesan pun tiba. Mario pun segera membonceng abang ojek itu. Dia terdiam sepanjang perjalanan menuju ke rumah orang tuanya. Otaknya seolah sudah tidak mampu berpikir lagi.
Setelah melewati gang-gang sempit yang berkelok-kelok, akhirnya mereka sampai di depan rumah orang tua Mario.
Sebuah rumah tua dengan genting tanah liat berukuran sedang yang dibangun dengan kokoh sejak zaman orde baru. Bagian depan rumah tertutup oleh pagar teralis geser yang mulai mengelupas catnya yang berwarna kuning tua dan berkarat di sana-sini.
Mario menggeser pagar teralis itu lalu berjalan menuju ke teras rumah. Dia mengetuk pintu kayu jati yang tertutup rapat itu beberapa kali.
"Ya, sebentar ...," sahut suara dari dalam rumah.
Pintu kayu jati itu pun terbuka, ibunya menatap Mario dengan keheranan. "Le ...? Kok tumben ke rumah ndak ngabarin dulu? Ayo masuk ... masuk."
Tanpa basa-basi, Mario langsung memeluk ibunya yang sudah tua dan keriput itu. Dia menangis sejadi-jadinya, tak sanggup berbicara sepatah kata pun. Dia malu pada ibunya karena sudah gagal dalam segalanya. Pulang ke rumah orang tuanya dengan harga diri yang hancur, masa depan yang tak jelas, status baru sebagai tunawisma per hari ini.
Mario adalah anak kedua dari 3 bersaudara anak dari pasangan Indah Nurhayati dan Burhan Raharjo. Dia memiliki seorang kakak laki-laki bernama Rudi Prasetyo yang berusia 32 tahun yang sudah menikah dan tinggal di Balikpapan dan seorang adik perempuan bernama Maharani Mirasty yang berusia 18 tahun yang akan lulus SMA tahun ini.
Seolah mengerti derita putera keduanya, Bu Indah pun berkata, "Nangis ora popo, Le. Ben lego atimu." (Menangis tidak apa-apa, Nak. Supaya lega hatimu.) Dia membawa Mario duduk di kursi bambu yang terletak di dekat pintu teras rumah. Dibelainya dengan lembut kepala Mario yang rebah di bahunya. Sepertinya masalah yang dihadapi puteranya begitu berat, batin Bu Indah.
Setelah merasa sedikit lega, Mario pun mulai bercerita pada ibunya tentang apa yang terjadi. "Bu, Rio sekarang sudah tidak punya apa-apa. Semua hasil jerih payah Rio selama ini sudah lenyap, Rosita menjaminkan semua barang berharga milik Rio ke lintah darat ... semuanya disita tadi pagi ...."
Bu Indah merasa masygul mendengar cerita puteranya itu. Betapa berat penderitaan Mario. Dia tahu puteranya itu sangat rajin bekerja sejak masih muda, setiap bulan pun mengirimkan sebagian uang jerih lelahnya ke orang tuanya. Anaknya itu tidak pernah neko-neko.
"Yang sabar ya, Le. Jangan putus asa. Kamu masih muda, jalanmu masih panjang. Rumah ini selalu terbuka untukmu pulang. Harta itu bisa dicari lagi, hanya Ibu mau berpesan satu hal .... Kalau mencari istri lagi, cari yang hatinya tulus menerima kamu apa adanya," ujar Bu Indah menasihati puteranya seraya menepuk-nepuk punggung Mario dengan lembut.
"Iya, Bu. Rio tidak pernah menyangka kalau Rosita hanya ingin mencari kemewahan hidup. Dulu Rio pikir, dia itu wanita yang mau mendampingi Rio dalam suka dan duka," balas Rio menekuri lantai rumah.
Bu Indah hanya menanggapi perkataan Mario dengan tersenyum. Dia sudah mengetahui sifat buruk mantan menantunya itu sejak lama. Setiap kali mereka bertemu, Rosita selalu berlaku tidak ramah dan gengsi. Mungkin karena keluarga Mario berasal dari kalangan orang biasa yang terbiasa hidup sederhana dan apa adanya.
"Ibu doakan supaya kamu menemukan jodoh terbaik, Le. Wanita yang bisa mendampingimu melewati kerasnya kehidupan," ujar Bu Indah dengan lembut.
Mario menatap wajah teduh ibunya dan menemukan kedamaian di sana. "Amin. Terima kasih, Bu. Tapi, Rio masih ingin menata hati dulu, apa yang sudah dilakukan Rosita sungguh membuat Rio kecewa dengan kaum wanita," tutur Mario dengan mata berkaca-kaca.
Bu Indah menepuk-nepuk punggung puteranya itu lalu berkata, "Tidak semua wanita seperti Rosita, Nak. Sebelum memutuskan untuk menikah sebaiknya kenali dulu sifat-sifat calon istri kamu. Jangan sampai nanti sudah menikah, kamu gagal untuk kedua kalinya karena tidak cocok."
"Iya, Bu. Rio akan ingat nasihat Ibu," balas Mario seraya tersenyum pada ibunya.
Tiba-tiba ponsel Mario yang berada di dalam tasnya berbunyi. Dia pun segera menjawab panggilan nomor tidak dikenal itu.
"Halo," sapa Mario.
"Halo, Bapak Mario Chandra. Saya Aliya dari bagian kartu kredit BNI. Tagihan kartu kredit bulan ini sebesar 3 juta belum dilunasi ya, Pak," ucap lawan bicaranya di telepon.
"Maaf, Mbak. Saya tidak pernah berbelanja dengan kartu kredit BNI. Bagaimana bisa ada tagihan sebesar itu?" jawab Mario dengan bingung dan hati bergetar, uang simpanannya di rekening pribadinya hanya tersisa sekitar 5 juta.
"Transaksinya ada di billing surat tagihan bulanan, Pak. Di data kami, tertulis pembayaran belanja di Butik Kanaya dan pembayaran belanja di outlet sepatu Rotteli," ucap Mbak Aliya.
Mario pun mendesah lelah dan memijit keningnya yang terasa pening. Sepertinya itu tagihan belanja Rosita menggunakan kartu kredit atas nama Mario. Dulu dia terlalu ceroboh dengan mempercayakan segala transaksi keuangan pada Rosita. Bahkan, kemungkinan dulu dia sempat menandatangani berkas pinjaman bank tanpa dia baca dengan teliti.
"Mbak, kalau kartu kreditnya di close apa bisa?" tanya Mario tidak ingin terseret dalam pusaran utang yang ditimbulkan oleh mantan istrinya itu.
"Bisa, Pak. Tapi harus dilunasi dulu semua tagihan yang ada. Untuk info saja Pak, yang 3 juta tadi hanya tagihan billing bulanan saja. Nilai total tagihan yang belum terbayar ada 30 jutaan, Pak," kata Mbak Aliya lagi menjelaskan total tagihan kartu kredit atas nama Mario.
Astaga! Mario tidak tahu harus mencari uang sebesar 30 juta di mana. Dia benar-benar merasa stres sekarang. Dia pun akhirnya mengakhiri sambungan teleponnya dengan bagian kartu kredit BNI.
"Kenapa, Le? Kok kayaknya kaget begitu?" tanya Bu Indah bingung melihat puteranya tampak syok.
Mario memejamkan matanya, dia merasa jalan kehidupannya benar-benar berat. "Rosita berbelanja dengan kartu kredit atas namaku, Bu. Tagihannya total sekitar 30 juta. Tabunganku sisa 5 juta saja sekarang. Kalau ingin menutup kartu kredit itu, Rio harus melunasi 30 juta itu terlebih dahulu."
"Owalah, Le. Sabar ya!" sahut Bu Indah seraya menutup mulutnya dengan tangan. Dia merasa kasihan pada Mario.
"Sudah, sekarang lebih baik kamu mandi dan istirahat dulu, Le," lanjut Bu Indah menggandeng puteranya masuk ke dalam rumah.
"Terima kasih, Bu. Rio memang merasa sangat lelah jiwa raga saat ini. Semoga Rio akan menemukan jalan keluar untuk semua masalah Rio," ujar Mario berjalan bersisian dengan ibunya.
*Inez Jansen POV*Seperti biasa sebelum tidur, Inez melihat-lihat isi galeri foto di ponselnya. Dia sudah lama naksir personal trainer gymnya yang bernama Mario Chandra. Inez sering sekali mengambil foto diam-diam pemuda itu saat menjalani sesi latihan privat bersamanya. Galeri foto ponsel Inez penuh dengan foto-foto Mario dalam berbagai pose dan ekspresi.Pemuda itu bertubuh tinggi kekar, seluruh tubuhnya berotot. Dadanya bidang dan perutnya six pack. Dia sangat ingin menelusuri otot-otot yang padat itu dengan jarinya. Wajahnya pun sangat manis, ketika tersenyum tampak lesung pipit di kedua sisi pipinya yang membuatnya tampak kekanak-kanakan.Sepertinya pemuda itu berasal dari suku Jawa. Terkadang bila bercanda dengannya, logat medoknya itu sering kelepasan dan itu membuat Inez begitu gemas hingga tertawa terpingkal-pingkal.Selama mengajar privat sebagai personal trainer, tidak satu kalipun Mario menggodanya atau berlaku kurang ajar kepadany
Selepas menghadiri meeting dengan para pemegang saham perusahaan di kantornya, Inez menemui Pak Rahardian di ruang kantornya.Mereka berbicara empat mata saja tentang hasil penyelidikan Pak Rahardian. Ternyata penyebab kebangkrutan tempat fitness milik Mario adalah utang pada lintah darat yang tidak terbayar. Yang lebih mengejutkan lagi uang pinjaman itu diambil oleh Rosita, istri Mario, tanpa sepengetahuan suaminya. Penggunaan uang itu pun lebih membuat Inez menjadi syok. Pasalnya, uang pinjaman dari lintah darat itu digunakan Rosita untuk berfoya-foya.Kabar terbaru tentang status hubungan Mario dan Rosita, mereka telah bercerai sekitar dua bulan yang lalu. Kemudian Rosita menikah lagi dua minggu lalu dengan pengacara yang mengurus kasus perceraiannya dengan Mario.Inez mengenal siapa Rinaldo Situmorang, pengacara muda itu terkenal flamboyan dan sempat mengajaknya berkenalan beberapa waktu yang lampau. Berhubung Inez tidak suka lelaki buaya darat,
Sudah seminggu lamanya Mario mencoba menghubungi teman-temannya untuk mencari pekerjaan. Namun, sayang sekali tidak ada tempat fitness yang membutuhkan trainer baru. Mario mulai merasa putus asa dengan hidupnya karena tabungannya semakin menipis setelah membayar cicilan tagihan kartu kredit BNI peninggalan Rosita.Dia tidak bisa lagi mengikuti pola diet sehat untuk menjaga bentuk tubuhnya. Mario sedih sekali ketika bercermin, segala kerja kerasnya memahat tubuhnya bertahun-tahun seolah hancur dalam waktu singkat.Tiba-tiba ponselnya berdering siang itu. Mario pun segera menjawab panggilan itu, berharap ada pekerjaan yang bisa dia dapatkan."Halo," jawab Mario."Hallo. Rio. Ini Max, yee lagi cari kerja kan?" ujar Max Ricardo, teman dekat Mario di gym dengan nada agak melambai."Iya, Max. Ada info kerjaan apa Max?!" tanya Mario bersemangat seraya tersenyum lebar.Max cekikikan mendengar suara Mario yang bersemangat. "Sabarrrr dong, Mas ... hih
Akhirnya setelah 2 hari terbaring di rumah sakit, Mario pun pulang ke rumah orang tuanya. Mirasti, adik perempuan Mario yang menjemputnya dengan sepeda motor dari rumah sakit."Mas Mario, apa sekarang sudah nggak ngajar fitness lagi? Kok malah ikut pertandingan tinju?" tanya Mirasti dengan penasaran melihat kakak laki-lakinya babak belur.Mario yang membonceng adiknya itu pun menjawab, "Lagi sepi job, Mir. Doakan saja Mas Mario bisa kembali sukses seperti dulu, Nduk."Sesampainya di rumah orang tuanya, ponsel Mario berbunyi, ada pesan WA masuk. Dia pun segera membacanya."Selamat siang, Mas Mario. Saya Inez, apa bisa mengajar privat fitness di rumah saya besok pagi?"Senyum bahagia terbit di bibir Mario. Tante Inez memintanya untuk melatih fitness di rumahnya. Dia pun segera membalas pesan itu."Selamat siang, Mbak Inez. Bisa. Apa bisa dikirim shareloc alamat rumah Mbak Inez?" balas Mario.Tak lama kemudian pesan bal
Hari berikutnya, Mario mengenakan setelan jas yang disiapkan oleh Tante Inez di rumahnya. Mereka akan berangkat bersama ke kantor catatan sipil dengan mobil sedan Honda Civic hitam milik Tante Inez.Tante Inez didandani oleh perias pengantin dengan baju kebaya warna putih dengan model sederhana. Kebetulan teman dekatnya ada yang berprofesi sebagai desainer dan memiliki stok kebaya warna putih yang masih baru.Melihat penampilan Tante Inez yang sangat cantik sebagai calon pengantinnya, Mario merasa jantungnya berdebar kencang. Sayangnya ini hanya kawin kontrak, pikir Mario dengan agak kecewa. Apa perasaannya juga harus diatur dengan surat kontrak nantinya?"Mas, saya sudah siap. Yuk berangkat sekarang!" ucap Inez berdiri di hadapan Mario seraya tersenyum manis.Entah mengapa senyuman Tante Inez membuat jantung Mario berdebar-debar tak karuan. Dia ingin merengkuh wanita itu dalam dekapannya dan menciumnya lagi seperti kemarin siang.
Bab ini mengandung konten 21+ harap bijak dalam membaca!Sepulang dari kantor catatan sipil, hari sudah mulai petang. Tante Inez, Mario, Clara, dan Pak Rudi Antareja merayakan pernikahan itu dengan sederhana di sebuah restoran chinese food.Mario melepas jasnya karena gerah dan juga menggulung lengan kemeja putihnya sesiku."Gerah ya, Mas?" tanya Tante Inez perhatian."Iya, Mbak. Nggak biasa pakai baju resmi seperti ini," jawab Mario sambil menyendok makanannya. Dia mulai sulit mengikuti pola diet lamanya. Seharusnya dia tidak boleh makan makanan berminyak seperti jenis chinese food seperti ini.Sebenarnya Mario agak mengkuatirkan bentuk tubuhnya yang mulai berlemak di daerah perut. Dulunya perutnya six pack tanpa lemak karena dia menakar karbohidratnya dan meningkatkan konsumsi protein.Mungkin nanti dia akan menanyakan pada Tante Inez apakah dia ingin bentuk tubuh Mario yang seperti dulu atau tidak. Bentuk tubuh atlet bin
Malam semakin larut, tapi aktivitas ranjang pengantin baru itu masih begitu panas. AC di kamar Tante Inez sudah dipasang dengan suhu 18 derajat celcius. Namun, peluh masih terus bercucuran di tubuh kedua insan yang tengah dilanda gairah bercinta."Massss ... ooohhh ... akkhh ... aakkhhh ...," desahan dan erangan yang meluncur dari bibir Tante Inez ketika Mario menghentak-hentakkan pinggulnya dengan ritme konstan dan cepat di dalam lembah cintanya yang sudah 'banjir' bolak-balik.Dalam hatinya, Tante Inez terheran-heran dengan stamina Mario yang begitu kuat. Suami barunya ini benar-benar 'jagoan'. Apa dia minum obat kuat?"Emmmm ... Mas berhenti sebentar. Aku mau nanya ... apa Mas Mario tadi minum obat kuat?" tanya Tante Inez yang penasaran.Mario pun tergelak mendengar pertanyaan istrinya. Dia masih belum 'selesai' dengan aktivitasnya, miliknya masih terbenam di tubuh istrinya bermandikan cairan cinta yang tertumpah berulang kali dari lembah cinta itu.
Suara kicauan burung di halaman terdengar melewati jendela kamar Tante Inez, sinar matahari pagi pun menembus masuk ke dalam kamar tidur melalui glass block yang terpasang di dinding kamar."Mmmpphhh ...." Suara desahan Tante Inez masih setengah mengantuk berusaha melepaskan diri dari belitan tangan dan kaki Mario di tubuhnya."Mas ... sudah pagi ... ayo bangun!" ucap Tante Inez ketika tidak bisa melepaskan tubuhnya dari belitan tangan dan kaki Mario yang kuat. Tubuh suaminya itu kekar sekali."Heeeemmm? Ohh ... sudah pagi ya?" balas Mario dengan mata yang setengah tertutup karena masih mengantuk. Dia pun mengucek-ucek matanya. Yang langsung menatap wajah istrinya yang sangat cantik."Kamu cantik sekali, Sayang," puji Mario dengan mata yang sudah terbuka lebar, bagaimana tidak, pemandangan pagi yang sungguh indah ada di depan matanya."Terima kasih, Mas. Ehh aku harus bersiap-siap ke kantor pagi ini. Mesra-mesraannya dilanjut nanti malam saja