Sekali lagi Mario memesan ojek online untuk menemui mantan istrinya di kantor pengacara Rinaldo Situmorang di tengah kota.
Setelah perjalanan 30 menit, Mario pun sampai di depan kantor pengacara itu. Dia mengucapkan terima kasih ke abang ojek lalu masuk ke gedung kantor bertingkat 5 yang tampak megah itu.
"Selamat siang, Mas. Ada yang bisa saya bantu?" sapa resepsionis di front office.
Mario pun berdiri di depan konter resepsionis lalu berkata, "Selamat siang, Mbak. Saya ada janji bertemu dengan Rosita. Apa dia ada di sini?"
Resepsionis itu pun melirik rekan di sebelahnya yang mengangguk penuh arti kepadanya. "Ohh ada, Mas. Mohon tunggu sebentar, saya panggilkan dulu di dalam. Silakan duduk dulu, Mas," ujar resepsionis itu dengan ramah.
Tak lama kemudian, Rosita keluar dari arah dalam kantor menuju ke tempat Mario duduk. Dia tersenyum manis pada Mario. Rosita tampak sangat seksi memakai cocktail dress hitam yang menampilkan lengan dan paha putih mulusnya, dia juga menenteng tas tangan brand ternama. Suara high heels yang dia pakai terdengar jelas mengetuk-ngetuk lantai ketika dia berjalan ke sofa tempat Mario duduk.
Dia menyibakkan rambut panjang lurusnya yang tergerai ke satu sisi seraya menatap Mario. "Ada perlu apa Mas, kok tumben nyari saya?" tanya Rosita dengan santai seolah tak merasa bersalah.
Mario menatap Rosita dengan ekpresi galau, antara ingin marah, sedih, dan putus asa. Dia pun berkata, "Ros, rumah, mobil, dan alat-alat gym milikku semua disita bank. Apa kamu tahu itu?"
Tanpa Mario duga, Rosita malah menertawakannya. "Ahahahaa ... ternyata disita hari ini ya?"
Mario sontak terkejut. "Kok kamu malah tertawa, Ros?!"
"Maaf ya, Mas. Uang pinjaman bank itu sudah Rosita pakai untuk kebutuhan sehari-hari. Biasalah kaum wanita 'kan kebutuhannya banyak," ucap Rosita dengan nada tak bersalah sambil tersenyum.
"Kebutuhan sehari-hari apa, Ros? Itu pinjaman hampir 2 milyar lho, kamu sudah gila?!" balas Mario seakan tak percaya dengan perkataan mantan istrinya itu. Rasanya dia ingin mengamuk.
Rosita pun menatap manikur kukunya yang runcing dengan cat kuku warna merah darah. "Banyaklah Mas, perawatan tubuh, beli tas, baju, arisan ... pokoknya banyaklah. Males, kalau mesti disebutin satu per satu!"
Mario menepuk jidatnya, semua asetnya dijaminkan ke bank hanya untuk digunakan berfoya-foya oleh mantan istrinya. Hatinya hancur sehancur masa depannya saat ini.
"Ros, apa kamu sudah gila? Hidupku hancur, Ros! Kamu bersenang-senang di atas penderitaanku ...," ujar Mario dengan lemas.
Mantan istrinya itu mendengus menatapnya dengan pandangan sinis. "Mas itu yang sadar diri! Berani nikahin aku, tapi uang belanja aja pelit. Wanita itu perlu duit buat merawat diri dan juga berdandan. Katanya istri celebrity fitness, masa kumal. Malu lah ya ...."
"Astaga Ros, aku gak pernah menyangka kalau kamu sematerialistis ini. Apa selama dua tahun kita menikah, kamu nggak pernah mencintaiku?" tanya Mario dengan keheranan seolah dia tidak mengenali mantan istrinya itu. Perempuan yang sudah berbagi suka duka selama bertahun-tahun sejak awal karirnya, bahkan berbagi ranjang selama hampir dua tahun belakangan ini bersamanya.
"CINTA?!" seru Rosita seraya berdecih. "Cinta itu apa, Mas? Nggak bisa bikin kenyang. Apalagi bikin cantik ...."
Mario pun menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Rasanya dia ingin menangis. Mantan istrinya sama sekali tidak merasa bersalah atau pun prihatin dengan keadaannya. Malah seolah menghakiminya. Perasaan cinta yang dulu pernah dia berikan kepada Rosita, ternyata tak ada harganya di mata mantan istrinya itu.
Dulu dia dipuja-puja setinggi langit, seingatnya Rosita selalu mengucapkan kata-kata cintanya saat mereka dulu berpacaran dan juga awal menikah. Sungguh berbeda dengan sekarang. Seperti tagline yang populer saat ini. "Ada uang, Abang kusayang, tak ada uang, Abang kutendang."
Mario pun teringat tujuan awalnya bertemu Rosita tadi. "Ros, rekening tabungan bersama yang dulu kita buat, masih ada kan?" tanya Mario penuh harap, itu uang yang dia sisihkan selama dia berkarir.
Rosita tertawa berderai, dia menatap Mario dengan heran. "Mas, rekening tabungan bersama yang mana? Itu sih sudah lama kosong rekeningnya."
Jawaban Rosita membuat Mario syok berat. Pasalnya, di rekening itu seharusnya ada beberapa ratus juta, hasil dari kontrak iklan dan endorse produk di medsos yang dia jalani selama ini.
"ROSITA, KAMU KETERLALUAN!" teriak Mario seraya berdiri menunjuk-nunjuk muka mantan istrinya itu, dia sudah tak sanggup menahan emosinya.
Rinaldo Situmorang pun bergegas mendekati Mario. "Mas, tolong jangan emosi!"
Rosita pun segera berdiri dan memeluk pinggang Rinaldo. "Bang Aldo, Ros, takut ... mantan suami Ros, ngamuk-ngamuk dari tadi," ucap Rosita sok imut dan dibuat-buat seolah dia ketakutan.
Melihat kemesraan mantan istrinya dengan pengacara perceraiannya itu, Mario pun terkejut. Apa mereka ada main di belakangnya?
"Bang Aldo, apa pacaran dengan Rosita?" cecar Mario dengan tak sabar.
Rinaldo pun menatap Mario dengan serius lalu menjawab, "Rosita sekarang adalah istriku, Mas. Kami sudah menikah setengah bulan yang lalu."
Jawaban Rinaldo sontak membuat Mario terkejut setengah mati. Ternyata tidak butuh waktu lama untuk mantan istrinya move on darinya.
Mario pun menghela nafas dengan berat. Betapa berat cobaan hidup yang harus dia alami. Sepertinya dia salah pilih istri dulu. Benar kata ibunya ketika dia meminta restu untuk menikah. Wanita yang cantik bukanlah jaminan kebahagiaan sebuah pernikahan. Sial betul nasibnya!
"Mas Mario, kalau sudah selesai ngobrolnya sama saya. Mendingan pulang aja ...," ucap Rosita dengan sinis sambil masih memeluk pinggang suami barunya.
"Oya, Bang Aldo, kita jadi pergi makan siang di Mal PS?" tanya Rosita lagi.
"Jadi dong, yuk berangkat sekarang aja, Ros," jawab Rinaldo dengan mesra.
"Pergi duluan ya, Mas Mario," pamit Rinaldo seraya tersenyum dengan ekspresi penuh kemenangan merangkul bahu Rosita berjalan menuju pintu keluar gedung kantornya.
Mario pun jatuh terduduk di sofa. Dunianya sudah hancur. Dia memegangi kepalanya dengan kedua tangannya seraya menatap lantai.
Bulir bening menetes melalui sudut matanya. Tak sanggup dia menahan kepedihan di hatinya.
Dulu dia dielu-elukan dan dipuja oleh jutaan wanita di negeri ini. Semua memujinya tampan, ganteng, seksi, hot, macho, dan entah apa lagi kata-kata pujian yang disematkan pada dirinya.
Saat ini dia bahkan tak mampu menatap cermin. Segalanya telah hilang dari dalam dirinya. Kepercayaan dirinya sudah habis, dia merasa harga dirinya telah diinjak-injak tanpa dapat melawan. Segala yang dia miliki lenyap tak bersisa. Dia sudah jadi gembel yang tak punya masa depan.
Seorang Mario Chandra bukan lagi celebrity fitness yang glamor dan menjadi pujaan para wanita. Dia bukan siapa-siapa lagi!
Akhirnya, Mario meninggalkan gedung kantor pengacara Rinaldo Situmorang dengan berjalan kaki. Dia tak tahu harus pergi kemana. Mario menyusuri trotoar hingga menemukan sebuah warung kaki lima. Dia pun masuk ke tenda lalu duduk di bangku kayu panjang yang ditaruh di depan gerobak warung.
"Pak, minta teh manis satu sama nasi sayurnya satu," pesan Mario yang sudah lemas karena belum makan seharian.
Setelah pesanannya datang, Mario pun segera menyantap makanan itu tanpa mengeluhkan tampilan dan rasa nasi sayur yang ala kadarnya itu. Dia perlu mengisi tenaganya, itu yang terpenting saat ini.
"Sialan, jangan harap bisa membawa kabur Inez dariku, Mario!" rutuk Edward seraya memukul gagang setir mobil Audi A6 yang ia kendarai untuk mengejar istrinya yang dibawa kabur Mario. Dengan akselerasi tinggi mobil Audi A6 itu berhasil melewati mobil sedan BMW hitam yang dinaiki Mario dan Inez. Edward bermaksud mencegat jalan mobil itu. Namun, sebuah truk kontainer melintas di hadapannya dan ia pun tak sanggup mengelak dan terlambat mengerem mobilnya. "Ciiiiiiiiiitttt!" Bunyi suara ban berdecit menggasak aspal jalan raya Paris. Disusul suara benturan keras mobil Audi A6 yang dikemudikan Edward dengan truk kontainer yang melintas di perempatan jalan itu. "BRAAAKKK!" Mobil itu terpelanting keras dan terguling-guling dengan mendarat dalam kondisi terbalik atap mobilnya. Sejenak kesadaran Edward hilang, dia pingsan dengan kepala terkulai di gagang setir mobil sport mewah itu wajahnya berlumuran darah karena kulitnya robek di bagian wajahnya akibat pecahan kaca depan dan benturan dengan
Tiga bulan telah berlalu semenjak kepulangan Inez ke Jakarta bersama Mario. Kini dia banyak mendampingi Mario dengan segala pekerjaannya sebagai model papan atas serta atlet MMA pro berkelas Internasional. Jadwal Mario selalu penuh setiap hari, awalnya Inez kaget, tetapi lama-kelamaan dia terbiasa untuk mengatur segalanya dengan rapi.Wisuda Mario di Singapura bulan lalu begitu berkesan baginya, Inez teringat ketika dulu awalnya Mario dia selamatkan dari kemalangan hidupnya. Mario mengatakan dia hanyalah lulusan fakultas olahraga jadi tidak mengerti mengelola keuangan dan menjalankan bisnis makanya dia begitu mudah ditipu habis-habisan oleh Rosita, mantan istrinya.Kini Mario adalah pebisnis yang sukses dan memiliki segudang talenta. Mister Miguel juga masih sering berjumpa dengan mereka berdua karena Mario adalah anak didik jagoannya yang masih sangat aktif bertarung di ring arena MMA internasional.Mario sering sekali memujinya dengan mengatakan 'behind a grea
Semenjak bertemu kembali dengan Inez dengan dihantui tragedi kecelakaan yang menewaskan Edward dan banyak hal serius yang harus diselesaikan oleh Mario juga bersama Inez. Mario belum sempat menemukan keberanian untuk mengajak Inez bercinta lagi sekalipun dia sangat menginginkan hal itu. Dia takut Inez menolaknya.Hingga seminggu berlalu ..."Mas, apa belakangan sedang banyak pikiran?" tanya Inez sambil berjalan-jalan di tepi kolam renang di rumahnya bersama Mario seusai makan malam."Nggak juga, Nez. Kenapa?" jawab Mario sembari melemparkan pertanyaan juga. Dia berjalan sembari merangkul bahu Inez."Apa Mas masih mencintai Inez seperti dulu?" tanya Inez lagi.Mario menghentikan langkahnya dan memegang tangan Inez, dia menatap Inez dengan tatapan agak bingung. "Kok nanyanya begitu, Nez? Cintanya Mas ke kamu nggak akan ada habisnya, selalu sama besarnya atau mungkin lebih dalam lagi ...," jawabnya."Terima kasih, Mas," sahut Inez sembari terse
Akhirnya, Mario purna tugas sebagai Mister International selama setahun. Malam final pemilihan Mister International yang baru telah terlewati, Andrew Bradley, seorang pemuda berusia 25 tahun asal Australia yang memenangkannya.Andrew berprofesi sebagai influencer yang fokus pada penghijauan hutan dan kegiatan kemanusiaan, latar belakangnya adalah putera konglomerat properti asal Australia jadi dia bebas menggunakan waktu sesukanya karena harta warisan orang tuanya tak akan habis hingga 7 turunan.Malam seusai acara final itu, Mario dan Inez segera diantar Jonas dan Hernandes ke bandara Roissie-Charles de Gaulle untuk kembali ke Jakarta dengan pesawat Air France. Kali ini hanya Hernandes yang ikut ke Jakarta karena Jonas harus melanjutkan tugasnya untuk mendampingi anak asuhnya yang baru mulai besok.Jonas memeluk Mario penuh rasa haru menyeruak dalam dadanya. Dia berujar, "Mas Mario, terima kasih untuk setahun yang sudah kita lalui bersama. Kenangan luar b
Mata Inez bertatapan dengan sepasang mata jernih yang begitu lembut tatapannya."Mas ...," ucap Inez lalu berlari menghambur ke dekapan Mario dengan berurai air mata. Betapa rindu dia pada sosok itu.Mereka berpelukan dan menangis bersama."Aku rindu kamu, Nez ... rindu setengah mati!" kata Mario melingkarkan lengannya di pinggang Inez sembari menatap wajah Inez yang basah karena air mata yang meleleh di pipinya, jemari Mario menghapus jejak air mata itu. Di matanya kecantikan Inez tak berubah sedikitpun sejak mereka berpisah setahun lalu di London.Mereka pun berciuman di bawah Menara Eifel dengan bulir-bulir putih salju yang masih saja turun dari langit."Bawa aku pulang bersamamu ke Jakarta, Mas. Tempatku adalah bersamamu ...," ujar Inez dengan serius."Plok ... plok ... plok ... plok!" Suara tepuk tangan menggema di keheningan malam.Mario dan Inez pun menoleh ke sumber suara itu. Ternyata Edward yang bertepuk tangan d
Mungkin ini adalah hari yang tergalau sepanjang hidup Inez. Pagi ini adalah saat terakhirnya bersama Edward karena nanti malam Mario akan menjemputnya di bawah Menara Eifel seperti janji mereka berdua setahun lalu.Ketika sarapan pagi bersama Edward, dia diam-diam menatap wajah pemuda itu dengan tatapan sendu. Saat Edward menatap balik ke arahnya, dengan segera Inez menunduk menatap ke piringnya.Pemuda itu merasa Inez agak aneh pagi ini lalu bertanya, "Ada apa, Sayang?""Eh ... ohh ... nggak ada apa-apa kok, Mas. Oya nanti sore, Inez akan berkunjung ke rumah Madame Lily de Lacours, dia mengadakan acara minum teh bersama beberapa teman wanitanya," ujar Inez mencari-cari alasan untuk pergi dari rumah nanti sore."Boleh, Nez. Pulangnya jangan malam-malam ya. Nanti Mas kuatir kalau kamu sendirian di luar rumah," jawab Edward seraya membelai pipi Inez dengan lembut.Hati Inez serasa diremas oleh sesuatu yang tak nampak, dia akan meninggalkan pria