Share

Mengetahui Status Masing-Masing

Pegawai mulai berdatangan, mereka memulai pekerjaan mereka dengan membereskan barang-barang yang berantakan tidak pada tempatnya, membersihkan lantai yang kotor, menyusun barang-barang sesuai tanggal kadaluarsa.

"Waduuh ... kita telat 10 menit nih, Jay gimana?" ucap Fajar yang baru datang melihat jam di tempat absen.

"Iya, mana manager yang baru kayaknya galak lagi!" timpal Jaya.

Fajar dan jaya segera menyimpan tas dan bersiap ke area supermarket untuk memulai aktivitas.

Revan yang kebetulan sedang berada di sana melihat kedatangan mereka, langsung menghampiri mereka.

"Heeeei ... kenapa kalian baru datang?" tanya Revan dengan tatapan tajam.

"Ma-maaf Pak, tadi kami terjebak macet." Fajar terlihat sangat gugup.

"Kamu?" Revan menatap Jaya.

"Sama Pak, macet juga," jawab jaya tak berani menatap wajah Revan yang sedang marah.

"Gak ada alasan macet segala yah, macet itu sudah biasa, lihat teman-teman kalian bisa datang tepat waktu! Makanya berangkat lebih pagi!" geram Revan, dia paling tidak suka pada pegawai yang tidak disiplin waktu.

"Iya Pak, maaf kami janji tidak akan terlambat lagi!" jawab keduanya.

"Untuk hari ini saya maafkan yah!"

"Iya Pak, makasih besok-besok kami akan usahakan tidak akan datang terlambat!"

"Dengar yah semuanya, ini juga berlaku untuk semuanya! Mulai besok kalau ada yang terlambat akan saya potong gajinya, lima menit terlambat saya akan potong lima puluh ribu, berarti kalau sepuluh menit seratus ribu, dan seterusnya sesuai kelipatannya, mengerti kalian!" tegas Revan.

"Iya Pak!" jawab semua pegawai secara serempak.

'Waduuuh gawat, bisa habis gajiku! Kalau aku telat terus!' gumam Jaya dan Fajar yang memang langganan terlambat.

*****

Revan sudah menunggu di parkiran, matanya berbinar saat sosok cantik itu muncul dan menghampirinya.

"Ayo Pak!" ajak Jelita.

Revan membukakan pintu mobilnya, Jelita naik ke dalam mobil Revan.

"Kita makan di mana Pak?" tanya Jelita di tengah perjalanan.

"Eeeeh ... masih panggil Bapak aja kamu!"

"Iya Maaf, kita mau makan di mana, Van?"

Jelita mengulang pertanyaannya.

"Kita makan di restoran sunda, bentar lagi kita sampe kok!" jawab Revan sambil menghentikan mobilnya di depan sebuah restoran sunda yang cukup besar.

"Kita kok jauh-jauh amat Pak, makan di sini? Nanti kalau kita terlambat balik kantor kan gak enak."

"Gak akan, nanti saya akan ngebut pulangnya."

Kini mereka duduk saling berhadapan, menikmati santap siang mereka, sesekali Revan mencuri pandang pada Jelita.

'Akhirnya kita bisa pergi berdua begini, Li.'

"Hmm ... Li, kamu sudah berapa lama kerja di Supermarket itu?" Revan memulai percakapan.

"Sekitar 4 tahun, Van."

"Lama juga yah?"

"Hmm ... Lili, apa kamu sudah menikah?" Revan memberanikan diri menanyakan status Jelita.

"Sudah Van," jawab Jelita lirih.

"Sudaah? Yaaah ...!" Revan terlihat sangat kecewa.

"Kenapa kamu kok kelihatan kecewa gitu, hahaha ...!" goda Jelita.

'Apa yang kamu harapkan dari pertanyaanmu itu Van, apa kamu berharap aku belum menikah?' batin Jelita.

"Aku berharap aja kamu masih single, siapa tahu aku bisa ada kesempatan gitu, hahaha ...!"

"Kamu bercanda kan Van? Aku yakin kamu juga sudah menikah kan?" Jelita melirik cincin mas putih yang melingkar di jari manis Revan.

"Hehehe ... kamu tahu aja, Li. Aku memang sudah menikah, sudah sekitar empat tahun yang lalu," jawab Revan jujur.

"Sudah cukup lama yah, aku saja baru dua bulan, hahaha ...!" kekeh Jelita.

"Asyik dong masih hot, pengantin baru rupanya," goda Revan.

"Yaaah ... gitu deh!" Jelita menutupi keadaan pernikahannya, dia tidak mau terlihat menyedihkan di depan Revan, menikah dengan orang yang tidak dicintainya.

'Kamu tidak boleh mengetahui yang sebenarnya Van, aku bahkan belum pernah sama sekali disentuh oleh suamiku,' batin Jelita.

'Rupanya dia baru menikah, mana lagi hot-hotnya lagi, apa aku salah bila ingin dekat lagi dengannya?' gumam Revan memikirkan sikapnya yang ingin dekat lagi dengan Jelita setelah sekian tahun mereka tidak bertemu.

'Revan, kamu sudah menikah, pasti kamu sudah memiliki anak saat ini, aaah ... seandainya saja kita ketemu saat kita masih sama-sama single, Van. Pasti kita bisa bersama. Mungkin kamu sudah lupa akan janjimu dulu, kalau tahu begini buat apa aku menunggumu selama bertahun-tahun,' batin Jelita sambil menikmati makan siangnya yang terasa hambar siang itu.

Hening terasa setelah mereka mengetahui status mereka masing-masing, bahkan hingga mereka kembali ke kantor, mereka tidak banyak berbicara.

****

Seminggu sudah Jelita tinggal di rumah mertuanya. Tetapi sikap Atikah masih saja tak berubah dia tetap saja selalu sewot dengan menantunya itu, walaupun Jelita terkadang membantunya menyiapkan makan bila dia sempat.

Arman makin senang karena sekarang lebih sering mencicipi masakan istrinya.

"Jelitaaa ... gimana kalau malam ini kita nonton?" ajak Arman tiba-tiba saja mengajak Jelita jalan.

"Nonton?" Jelita mengerutkan dahinya.

"Iya, kita kan belum pernah kencan sama sekali sebelum kita menikah, aku ingin memulainya hari ini, gimana?" tanyanya lagi dengan penuh antusias.

'Aku terima saja yah, lagian aku juga BT kalau di rumah weekend gini cuma sama emak-emak cerewet itu,' gumam Jelita teringat pada sang mertua yang selalu saja mengomelinya dan mencari-cari kesalahannya.

"Baiklah Mas. Aku mau!" Jelita bersiap dengan pakaian casualnya celana jeans yang ketat yang memperlihatkan lekuk kaki jenjangnya dan blouse kotak-kotak yang tidak dikancing dengan dalaman tanktop berwarna hitam yang ketat membuatnya terlihat tampak sangat cantik.

"Kamu cantik sekali Jelita, melihat kamu seperti ini kamu kayak masih ABG, Sayang!" puji Arman begitu terpesona melihat penampilan Jelita yang tidak biasanya.

"Haha ... bisa aja kamu, Mas. Hahaha!" pujian Arman membuat Jelita melayang, senangnya dipuji seperti masih ABG.

"Bener loh, orang gak akan nyangka kalau kamu itu sudah menikah, Jelita."

"Udah ah, nanti hidung aku makin gede dipuji kamu. Ayo ah, kita berangkat!" ajak Jelita.

"Iyaaa ... ayo!"

*****

Setibanya mereka di sebuah Mall, Arman tak segan-segan merangkul pinggang sang istri, rasanya tak rela membiarkan orang-orang di sekitarnya melihat istrinya dengan tatapan kagum.

Ya memang istrinya sangat cantik apalagi dengan penampilan seperti sekarang, istrinya terlihat lebih muda dari usianya yang sebenarnya.

"Kenapa Mas?" Jelita merasa tak enak saat tangan Arman menyentuh pinggangnya secara tiba-tiba.

"Aku gak enak melihat pandangan orang-orang itu, aku ingin mereka tahu kamu itu milikku Jelita!" dengus Arman menatap pengunjung yang melihat ke arah Jelita.

"Maaas ... gak usah segitu kali Mas, mereka kan cuman ngeliat aja, apa salahnya?" ucap Jelita, tidak suka melihat Arman yang terlihat sangat posesif padanya.

"Entahlah, aku merasa gak rela saja mereka ikut menikmati kecantikan kamu, Jelita."

"Ya sudah, gak usah dilihatin, ayo kita kita ke lantai atas saja," ajak Jelita tidak mau berdebat.

"Kamu tunggu di sini yah, aku beli tiket sama cemilan dulu, jangan kemana-mana! Awas kalau ada laki-laki yang ngajak kenalan jangan mau!" ancam Arman sebelum meninggalkan Jelita.

"Haaa ...! Iya Mas, aku akan tunggu di sini!" Jelita sedikit aneh melihat sikap Arman yang terlihat begitu mencemaskan dia.

'Kenapa dia jadi seposesif ini yah!' batin Jelita sambil memperhatikan Arman yang sedang mengantri tiket.

Tak lama terlihat dua orang pria tengah berjalan mendekati Jelita, "Nonaa ... sendirian?" tanya pria itu pada Jelita.

"Enggak, saya lagi nunggu seseorang!" jawab Jelita menatap tidak suka pada dua pria itu.

Arman tampak tidak tenang melihat sang istri didekati dua orang pria muda, matanya tak berhenti memperhatikan Jelita dari jauh.

'Sialan, ada pria yang berani dekati istriku! kalau aku tinggalkan antrian, sayang banget nanti aku harus ngantri lagi dari belakang!' dengusnya, serba salah dia ingin melabrak pria yang mendekati Jelita, tapi gilirannya tinggal beberapa orang lagi.

Arman hanya bisa menatap kesal pada kedua pria itu. 'Sepertinya mereka memang sedang mendekati Jelita!'

"Nona bisa kita kenalan?" ucap pria itu mengulurkan tangannya.

"Maaf, tidak bisa. Saya sudah menikah!" tolak Jelita sambil mengangkat tangannya.

"Oh yah? Gak kelihatan yah, Nona terlihat masih muda dan cantik, rasanya saya tidak percaya, Nona pasti lagi berbohong yah?" Kedua pemuda ini telihat tidak percaya pada ucapan Jelita.

"Tapi betul saya sudah menikah." Jelita terus meyakinkan kedua pemuda itu, tapi keduanya tetap saja tidak percaya.

"Saya hanya mau kenalan kok, boleh tahu namanya?" Pria itu terus mendekati dan duduk merapat ke arah Jelita, Jelita merasa tak nyaman dia menggeser duduknya agar bisa menjauh dari kedua pria itu.

'Nih orang kenapa gak percaya, kalau aku sudah menikah?' Jelita menggelengkan kepalanya.

"Ayolah Nona, siapa namanya, dan berapa nomornya, biar kita bisa ketemu lagi?" Pria itu begitu memaksa, dan terus menggeser tempat duduknya hingga kembali merapat dengan Jelita, Jelita makin merasa kesal dengan ulah kedua pria itu.

"Maaf yah, tapi saya gak mau kenalan dengan kalian!" bentak Jelita sambil bangkit dari tempat duduknya, dia merasa tidak enak kedua pria itu malah duduk di kiri dan kanannya mengapitnya di tengah-tengah mereka.

"Aduuuh ... Nona kok galak amat sih, tapi saya suka kok sama cewek galak kayak Nona, makin bikin gemes aja!" Bukannya mereka pergi, mereka terus menganggu Jelita.

'Sialan nih anak malah ngelunjak! Gimana kalau Mas Arman lihat nih, tadi aja dia begitu posesif sewaktu ada yang memperhatikanku, apalagi ini!'

"Nona cantik sekali, mau yah jadi pacar Abang?"

"Aku kan udah bilang aku gak mau, kalian kenapa maksa banget sih!!" Kali ini Jelita benar-benar marah dan berniat meninggalkan kedua pria itu, tapi tangannya dicekal oleh salah satu pria itu.

"Nona jangan pergi dulu, kasihlah kami nomor Nona dulu!"

"Hei Kalian! Lepaskan tangan kalian dari tangan istriku!" teriak Arman dengan wajah yang sudah merah padam, dia sudah sangat marah sedari tadi melihat kelakuan kedua pemuda itu.

"Hah! Istri!" pemuda itu langsung melepaskan tangan Jelita.

Kedua pemuda itu tampak ketakutan apalagi melihat perawakan Arman yang tampak kekar jauh dengan tubuh mereka yang lebih kurus.

"Nona, apa benar itu suami Nona?" tanya pemuda itu meyakinkan diri mereka sendiri.

"Yaaah ... itu suami saya!" jawab Jelita sambil tersenyum puas melihat wajah cemas mereka.

"Iya saya suaminya! Ada apa kalian mendekati istri saya!" geram Arman.

"Ma-maaf Mas, saya kira Mbaknya masih jomblo!" Kedua orang itu meminta maaf dengan tubuh gemetaran.

"Awas yah kalian kalau berani lagi ganggu istri saya!" bentak Arman dengan mata melotot pada kedua pemuda itu.

"Ayo Bro cepetan pergi, gue takut suaminya kelihatan sangar gitu!" Keduanya segera meninggalkan Arman dan Jelita sambil berlari tunggang langgang, ketakutan melihat Arman yang terlihat marah besar.

"Ayo Sayang, sepertinya kamu gak boleh ditinggal-tinggal!" Arman kembali melingkarkan tangannya di pinggang Jelita, tak ingin istrinya kembali digoda lelaki lain.

Jelita hanya tersenyum melihat sikap Arman yang tampak sangat cemburu dan dia membiarkan tangan kekar itu memeluk pinggangnya.

Mereka tak menyadarinya sedari tadi ada sepasang mata yang memperhatikan mereka.

'Kenapa aku merasa sangat kesal melihat kemesraan mereka?!' Revan mengepalkan tangannya seolah merasakan cemburu yang teramat sangat, padahal tadinya dia sudah berjanji dalam dirinya akan menghindari Jelita setelah mengetahui status Jelita, tapi hatinya tidak bisa berbohong dia masih sangat mencintainya.

-Bersambung-

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status