"Pak, cantik banget yah ponakan aku!" puji Ardhan ketika melihat foto yang dikirimkan Arman."Cucu Bapak udah lahir, Dhan. Masya Allah ... cantiknyaaaa ...!" Fadlan pun ikut memuji sang cucu yang baru saja lahir ke dunia.'Hah ... mereka lagi liat foto anaknya wanita itu, aduuuh ... aku juga jadi ingin lihat,' gumam Atikah hanya bisa menerka-nerka bagaimana wajah anak Jelita, ingin melihat tapi gengsinya tinggi dia merasa malu kalau harus meminta Ardhan memperlihatkan foto anak itu padanya."Bu, mau lihat enggak, cantik banget lho?" tanya Fadlan, dia tahu sebenarnya istrinya juga penasaran ingin melihat cucu pertamanya."Enggak usah, belum tentu juga itu anaknya Arman.""Ya udah besok pagi kita mau liat ke sana, Ibu jaga rumah yah!" Ardhan sengaja membuat ibunya menyesal tidak melihatnya.'Mereka kok gitu amat, gak ngajak aku sih!' omelnya dalam hati.*****Pagi harinya ..."Ke mana kok udah pada rapi?" tanya Atikah pada suaminya ketika dia akan keluar membeli sayuran."Lho bapak kan
"Saya terima nikah dan kawinnya Jelita Az-Zahra binti Rudi Ridwansyah dengan mas kawin lima puluh gram emas dan seperangkat alat sholat dibayar kontan." Bacaan kabul dari Arman itu telah meruntuhkan semua dunia Jelita, menghancurkan semua mimpi-mimpinya, kini hidupnya tidak akan seindah dulu, dia akan terkekang dalam ikatan yang bernama pernikahan. Jelita telah sah menjadi istri dari Arman, pria yang tidak pernah dia cintai, bahkan baru dia temui sekali, Jelita tidak menyangka orang tuanya akan memaksanya untuk menikah dengan pria itu, hanya karena umurnya yang sudah menginjak 30 tahun. "Kapan lagi kamu mau menikah, Jelita?" desak Rima, ibunya Jelita. "Aku masih belum mau menikah Mah, biarin aku berkarier dulu!" Jelita beralasan. Sayangnya, Rima tidak mau mendengarkan semua alasannya, apalagi sang ayah yang sengaja telah memilihkannya calon yang terbaik untuk putri tercintanya. "Sudahlah, Jelita kamu terima saja, Arman pria yang baik, dan dia sangat giat bekerja, kinerjanya sanga
Satu bulan sudah Jelita tinggal di rumah orang tuanya, Jelita tidak tahu harus bersikap bagaimana pada Arman, lelaki yang kini menjadi suaminya, dia hanya bisa bersikap mesra saat di depan orang tuanya, tapi di belakang mereka Jelita bersikap acuh tak acuh.Arman menyadarinya dia tidak bisa seperti ini terus, dia ingin Jelita bersikap apa adanya tanpa harus diperintah oleh orang tuanya dulu, dia ingin benar-benar diperlakukan sebagaimana mestinya seperti pasangan suami istri yang sebenarnya tanpa ada campur tangan orang tua Jelita, tapi saat ini sayangnya rumah yang dia beli belum sepenuhnya selesai."Jelita, kita sudah satu bulan tinggal di sini, gimana kalau kita pindah ke rumah orang tuaku?" Arman mulai berbicara."Pindah? Akuuu ..." Jelita tidak pernah berpikir kalau suaminya itu akan mengajaknya pindah dari rumah orang tuanya, dia terlalu asyik ada di zona nyamannya, tak perlu capek-capek menyiapkan makan, yang selalu disiapkan oleh Rima yang rajin memasak, tak perlu mencuci ata
Mobil Arman perlahan-lahan meninggalkan rumah orang tuanya Jelita, Jelita terus menatap rumah yang telah dia tinggali semenjak kecil itu dengan perasaan yang sendu hingga mobil terus menjauh dan rumah itu tidak terlihat lagi.Sepanjang perjalanan Jelita hanya menatap ke arah jalanan yang ramai dengan kendaraan yang berlalu lalang sambil merenungi nasibnya kini, menikah dengan pria yang sama sekali tak dia cintai dan sekarang dia harus menurutinya tinggal di umah orang tua suaminya.Arman yang sedang fokus menyetir sesekali melirik ke arah Jelita, dia tidak berani mengajaknya bicara, dia tahu Jelita tengah bersedih karena harus meninggalkan rumah dan juga orang tuanya yang selalu memanjakannya, tapi ini tetap dia harus lakukan karena dia pun tak ingin terus tinggal bersama mertuanya, dia pun ingin hidup mandiri, yah walaupun dia harus tinggal besama ibunya dulu untuk sementara waktu.Hanya keheningan yang ada sepanjang perjalanan, hingga mereka pun tiba di sebuah rumah yang terlihat as
"Hei Ar, gimana nih kabar penganten baru kita, hehehe ... Masih hot kayaknya yah!" goda Reno teman satu divisinya, saat Arman baru masuk kerja."Yaaah ... Gak tahu deh, Ren!" jawab Arman terlihat lesu."Kok jawabnya gak semangat gitu sih, Man?" Reno heran mendengar jawaban Arman."Aku mau curhat sama kamu, tapi kamu jangan berisik yah!" ucap Arman sambil berbisik di telinga Reno."Aku belum nyentuh istriku sama sekali, Ren!""Apaaaa ...! Kamu belum ..." mulut Reno langsung dibekap oleh Arman karena terlalu keras berbicara."Kamu jangan teriak! Nanti kedengeran orang lain, aku malu!" bisiknya belum melepas bekapan tangannya.Reno hanya menganggukkan kepalanya, karena mulutnya tak dapat bicara.Perlahan Arman melepaskan tangannya dari mulut Reno."Aku ... sampai saat ini, belum menikmati indahnya surga dunia," jawabnya lemas."Loooh ... kenapa? Kalian kan udah menikah hampir dua bulan, masa iya kamu belum ehem ehem ...!" Reno terkesiap rasanya tak percaya."Beneran Ren, mungkin karena
Jelita baru saja menyelesaikan kerjaannya, lalu mendengar ponselnya berdering. 'Mas Arman? Tumben dia chat aku!' Jelita pun membuka pesan dari suaminya itu."Istriku, kita makan siang bareng yuk! Aku udah otw ke kantor kamu nih!"'Mas Arman tumben ngajak makan siang bareng, mana pake kata istriku segala lagi, sweet banget, hehehe!' Jelita mesem-mesem sendiri."Iya, aku tunggu!" jawab Jelita.Jelita keluar dari ruangannya, melewati ruangan manager, sempat berhenti sesaat. "Aaah ... Nanti saja aku lihat dia!" Jelita pun kembali melenggang melewatinya.Ceklek! Pintu terbuka Revan keluar dari ruangannya, dia memperhatikan tubuh Jelita dari belakang yang makin menjauh.'Siapa perempuan itu, apa itu yah bagian keuangan kasir itu yah, dari belakang sih kelihatannya orangnya cantik, heee ...! Aduuuh ... apaan sih aku, maafkan aku Mom!' batin Revan teringat akan istrinya.Revan pun keluar dari ruangannya, meninggalkan supermarket untuk mencari tempat makan.******Arman mengikuti saran dari
Pagi ini Jelita bangun lebih pagi, dia sudah tak sabar ingin segera pergi ke supermarket tempatnya bekerja.Jelita sangat bersemangat hari ini, bahkan wajahnya begitu cerah hari ini, 'Rasanya aku ingin cepat-cepat pergi ke kantor, hehehe ...!'"Tumben, kamu bangunnya pagian?" tanya Arman melihat Jelita sudah mandi dan bersiap dengan baju kerjanya."Au gak enak sama Ibu, Mas. Tiap hari aku bangun siang, kamunya udah berangkat kerja," kilah Jelita beranjak ke lantai bawah."Mau ke mana?""Yaaah ... nyiapin sarapanlah!" Jelita meninggalkan suaminya yang masih bengong dengan perubahan sikapnya yang tiba-tiba saja menjadi rajin, biasanya dia paling malas bangun pagi, memilih bangun lebih siang seperti sedang menghindari Atikah, mertuanya.'Tumben ... apa gara-gara aku ajakin makan siang kemarin yah, dia jadi rajin begitu?' gumam Arman.Jelita masuk ke dapur dan membuat nasi goreng untuk menu sarapannya, memang selama ini dia tidak pernah memasak untuk Arm
Pegawai mulai berdatangan, mereka memulai pekerjaan mereka dengan membereskan barang-barang yang berantakan tidak pada tempatnya, membersihkan lantai yang kotor, menyusun barang-barang sesuai tanggal kadaluarsa."Waduuh ... kita telat 10 menit nih, Jay gimana?" ucap Fajar yang baru datang melihat jam di tempat absen."Iya, mana manager yang baru kayaknya galak lagi!" timpal Jaya.Fajar dan jaya segera menyimpan tas dan bersiap ke area supermarket untuk memulai aktivitas.Revan yang kebetulan sedang berada di sana melihat kedatangan mereka, langsung menghampiri mereka."Heeeei ... kenapa kalian baru datang?" tanya Revan dengan tatapan tajam."Ma-maaf Pak, tadi kami terjebak macet." Fajar terlihat sangat gugup."Kamu?" Revan menatap Jaya."Sama Pak, macet juga," jawab jaya tak berani menatap wajah Revan yang sedang marah."Gak ada alasan macet segala yah, macet itu sudah biasa, lihat teman-teman kalian bisa datang tepat waktu! Makanya berangkat lebih pagi!" geram Revan, dia paling tidak