Rapat berjalan dengan lancar dan semua puas dengan hasilnya. Pihak perusahaan Ferdi meminta resort menyediakan konsumsi juga hiburan yang akan disuguhkan dengan tambahan biaya yang cukup menjanjikan.
"Baik, Pak. Nanti kita agendakan lagi untuk rapat berikutnya. Setelah ini saya akan menghubungi beberapa pengisi acara yang akan diundang."
Pukul sebelas rapat sudah selesai, Najwa bergegas keluar dari ruangan karena sudah berjanji akan menjemput anaknya. Melihat Najwa yang terburu waktu membuat Ferdi pun bergegas keluar juga.
"Saya juga permisi dulu ya. Ada keperluan sebentar. Nanti saya pulang sendiri saja," ujar Ferdi pada rekannya.
Setelah mendapat persetujuan dari rekannya, Ferdi segera berlari. Ia tidak ingin kehilangan jejak Najwa. Wanita yang sudah sekian lama ia rindukan. Di parkiran, Ferdi melihat Najwa selesai berbicara dengan petugas resort. Ferdi segera menuju tempat Najwa dan menyapanya.
"Wa, apa kabar?" sapa Ferdi yang membuat Najwa berjingkat kaget. Jantungnya berdetak tak karuan, tetapi Najwa begitu pintar menyembunyikan ekspresinya.
"Baik, Pak. Sangat baik," jawab Najwa dengan ekspresi datarnya.
Ferdi cukup terkejut dengan reaksi Najwa, Najwa yang dikenalnya dulu tidak begini. Waktu sudah mengubah segalanya. "Sepertinya buru-buru, mau ke mana?" Ferdi masih berusaha akrab.
"Saya masih ada urusan, maaf kalau tidak ada hal yang penting saya harus pergi," ucap Najwa seraya membuka pintu mobilnya.
"Ini sudah masuk waktu makan siang, tidak bisakah kita berbincang sebentar?" Ferdi masih saja menahan kepergian Najwa.
Najwa tersenyum miring mendengar permintaan Ferdi. "Maaf, Pak Ferdi, saya hanya melayani pembicaraan yang menyangkut pekerjaan. Di luar itu silahkan hubungi Asisten saya, bukankah Pak Ferdi sudah menyimpan nomornya?"
Setelah mengatakan itu, Najwa segera membuka pintu lalu masuk ke dalam mobil dan menjalankan mobilnya. Ferdi hanya bisa menghela nafas berat, sekian tahun tak bertemu tetapi jantungnya tetap berdetak tak beraturan.
Ferdi melangkah dengan gontai meninggalkan resort. Ia tidak tahu harus ke mana, hanya ingin mengalihkan fokusnya tentang Najwa.
Berbelok menuju pantai di dekat resort, Ferdi akhirnya memilih menikmati indahnya hamparan laut. Setidaknya di sana tidak ada yang mengenalnya, jadi ia bisa menghilangkan resahnya.
Najwa, wanita yang menghilang sekian lama. Mengapa kini mereka dipertemukan saat Ferdi mulai putus asa dengan hidupnya? Apa ini jalan untuk mereka bisa bersama kembali?
***
Lima belas menit berlalu, Najwa sudah tiba di sekolah anaknya. Tk Pelangi adalah tempat anaknya menimba ilmu.
"Mama. Senangnya dijemput Mama," sapa Tasya riang, Tasya lalu memeluk Mamanya.
"Manja banget, sih. tadi belajar apa aja, Sayang?" tanya Najwa, tangannya telulur membelai rambut lembut anaknya.
Tasya pun menceritakan betapa menyenangkan harinya bersama teman-temannya.
"Tadi sama Bu Guru disuruh mewarna," ucap Tasya.
"Kamu mewarna apa?"
"Bunga. Tasya kasih banyak warna, biar bagus," jawab Tasya.
Tasya masih dengan riangnya bercerita tentang kegiatannya, hingga tidak terasa mereka sudah tiba di rumah, segera makan lalu Tasya bergegas tidur siang dan Najwa harus kembali bekerja.
***
"Apakah banyak tamu minggu ini?" tanya Najwa pada Linda.
"Lumayan, Bu, ada peningkatan dibanding minggu lalu." Linda segera membuka data pada aplikasi di laptopnya.
"Acara untuk minggu depan sudah siap semua?" Najwa memperhatikan tabel yang bergerak naik.
"Sudah, Bu, besok ada pertemuan dengan pemain Band dan penyanyi yang akan mengisi acara," terang Linda.
"Jam berapa?" Tangan lincah Najwa menggerakkan kursor mengecek data yang ada.
"Pukul sembilan, Bu."
Najwa mengangguk sebagai jawaban. Bekerja adalah salah satu mengalihan terbaik. Dengan bekerja, ia bisa mengesampingkan berbagai masalah dalam hidupnya.
"Tadi Pak Ferdi meminta waktu Ibu, apakah bisa?" tanya Linda hati-hati. Sudah satu tahun bekerja dengan Najwa, Linda cukup tahu sifat bosnya. Najwa tidak pernah menemui klien di luar jadwal yang sudah ditentukan.
"Apakah ada jadwal pertemuan? " tanya Najwa dingin. Semua hal sulit yang telah dilalui membuat sikap Najwa menjadi dingin, berbeda jauh saat bersama anak dan orang terdekatnya.
"Tidak, Bu, Pak Ferdi mengatakan ada hal penting yang perlu disampaikan."
"Sudahlah, semua sudah jelas kemarin. Kalau ada yang perlu dibahas lagi, katakan aku menyuruhmu mewakiliku." Setelah itu Najwa berlalu dari ruangannya. Bagi Najwa semua sudah selesai dan dia tidak akan memberi celah sedikit pun untuk masa lalu mengusiknya.
Tasya dan Bian menoleh, ternyata Dafa sudah berdiri di ambang pintu."Om." Bian mendekat, ia lalu mencium tangan Dafa."Baru nyampek, Pa," jawab Tasya seraya mendekati papanya."Mau masuk dulu?" tawar Dafa.Sebenarnya Bian tidak enak hati untuk menolak, tetapi ia harus segera pulang. Besok pagi sekali dia harus kembali ke kota sebelah untuk mengumpulkan rupiah."Lain kali aja, Om. Ditungguin mama," tolak Bian. "Kalau gitu Bian pulang, ya, Om. Salam buat mama Najwa sama Davin."Bian berjalan keluar gerbang, Dafa mengikuti untuk menutup gerbangnya. "Udah makan?" tanya Dafa seraya merangkul pundak anaknya, lalu mereka masuk bersama."Udah," jawab Tasya. "Mama sama Davin mana?" Dilihatnya tidak ada orang selain Dafa."Davin lagi ke rumah temennya. Kalau mama ada di kamar. Mau dipanggilin?"Tasya menggeleng. "Papa kalau udah capek istirahat aja, Tasya mau ke atas," ujar Tasya. Ia kini berjalan meninggalkan Dafa."Sya."Tasya berhenti saat papanya memanggil. Lama Tasya memperhatikan papany
"Kapan nih, nikah? Tante udah nggak sabar lihat kalian di pelaminan," tanya Rania. Kini acara susah selesai. Selain keluarga inti Bian, tinggal Tasya dan Rania beserta keluarganya.Mereka tengah berkumpul di ruang tengah. Saat ini Tania sedang berganti baju, tinggallah Rania dan Tasya di sana."Doakan saja, Tante," jawab Tasya. Semua masih rencana, tidak baik untuk diutarakan."Anak Tante sebenarnya juga udah waktunya nikah, tapi sampai sekarang anteng-anteng aja. Nggak tau maunya yang kayak gimana," ujar Rania. Usia anak sulungnya selisih tujuh tahun dari Bian dan Tasya. Harusnya Revan sudah menikah dan Rania susah menimang cucu. Tapi apalah daya, anaknya masih betah sendiri hingga usia tiga puluhan."Mungkin memang belum ketemu jodohnya, Tante," jawab Tasya. Tidak mungkin ia mengatakan karena anak Rania itu memang sombong, jadi susah mendapatkan pasangan. Pasti Rania akan marah padanya."Mbak Tasya, mau minta foto." Radea, anak kedua Rania datang menghampiri."Boleh," jawab Tasya.
"Ma, aku mau berangkat dulu, ya," pamit Tasya pada ibunya.Tidak terasa waktu berjalan dengan cepat. Tasya kini sudah beranjak dewasa. Ia bahkan sudah menjalin kasih dengan Bian, sahabat yang dipuja Tasya sejak kecil."Iya, salam buat mama Tania, ya."Najwa masih sibuk di dapur untuk membuat makan siang. Dafa masih bekerja, sementara Davin belum pulang dari sekolah."Siap, Mamaku yang paling cantik."Tasya mencium pipi mamanya, setelah itu Bian bersalaman dengan Najwa untuk berpamitan."Bian pergi dulu, ya, Ma. Nanti Tasyanya Bian anterin agak malam. Setelah acara selesai," ujar Bian pada Najwa."Iya, Sayang. Mama nitip Tasya. Nanti kalau rewel kamu jewer aja.""Ih, Mama. Tasya udah gede, ya. Nggak ada rewel-rewel segala," protes Tasya yang membuat Najwa dan Bian tertawa.Tasya dan Bian menaiki mobil. Mereka akan pergi ke rumah Bian untuk menghadiri acara keluarga. Sudah beberapa kali Tasya menghadiri acara keluarga di rumah Bian, begitu pun dengan Bian yang juga sering ikut saat ada
Tidak terasa waktu berjalan dengan cepat. Kedekatan antara Ferdi dan Rina akhirnya berakhir ke pelaminan.Saat ini Najwa dan Dafa tengah mempersiapkan perjalanan menuju rumah Ferdi, sementara Tasya sudah di sana sejak beberapa hari yang lalu."Udah masuk semua?" tanya Dafa. Sedari tadi ia sudah memasukkan beberapa tas ke dalam bagasi mobil."Udah kayaknya," jawab Najwa seraya melihat barang-barang yang sudah masuk.Rencananya Najwa dan Dafa akan menginap selama dua hari, sementara Tasya akan menginap selama satu minggu."Aku ganti baju dulu, Davin masih tidur di kamar bawah," ujar Najwa seraya meninggalkan Dafa yang tengah memanasi mobil.Najwa tidak langsung memakai baju untuk acara, tetapi ia memakai baju biasa dulu. Mengingat perjalanan dari rumahnya menuju rumah Ferdi cukup jauh.Mereka berangkat setelah semua sudah siap. Davin masih terlelap saat mereka memulai perjalanan.Sesampainya di rumah Ferdi, suasana sudah sangat meriah. Pesta akan dilaksanakan di rumah Ferdi saja karena
"Rudi yang bilang, Ma?" tanya Dafa pada ibunya Nila. Mereka sudah sangat akrab dari Dafa kecil, jadilah Dafa memanggilnya mama juga."Iya," jawab Lastri. "Mama mau minta maaf atas nama Nila dan Rudi. Selama ini mereka sudah nyakitin kamu. Mama masih punya banyak uang untuk membayarnya dan itu juga bukan tanggung jawabmu," lanjut Lastri.Sejahat apa pun Nila dan Rudi, Dafa tetap menyayangi Lastri. Baginya, Lastri tetaplah ibu yang baik."Dafa emang pengen ngasih, tapi bukan paksaan dari Rudi juga. Ini murni keinginan Dafa. Mama terima, semoga bisa membantu." Dafa menyerahkan amplop pada Lastri. Sebelum ini, ia sudah berbicara pada istrinya dan mereka sepakat untuk memberi sumbangan."Jangan, Nak. Mama nggak mau bebanin kamu," tolak Lastri seraya mengembalikan amplop itu pada Dafa."Dafa ikhlas, Ma. Nggak banyak, tapi semoga bisa bermanfaat. Terima ya, Ma." Akhirnya Lastri mengalah. Ia menerima uang pemberian dari Dafa seraya mengucap terimakasih.Hingga sore Dafa dan Najwa masih berad
"Ada apa?" Najwa bertanya saat dilihatnya suaminya hanya diam seraya menatap ponsel yang menyala."Lihat ini." Dafa memberikan ponselnya pada Najwa.Najwa menggelengkan kepalanya. Merasa heran karena masih ada orang yang tidak tahu malu macam Rudi."Kamu nggak perlu menanggapinya. Ini bukan tanggung jawabmu, Mas."Najwa menyerahkan kembali ponsel Dafa, ia lalu meraih Davin untuk memandikan anak itu.Dafa memilih memblokir nomor Rudi. Ia tidak ingin rasa sakit hati mempengaruhi kehidupan rumah tangganya. Rudi sudah sangat dewasa untuk mengatasi masalahnya sendiri."Aku mau beli nasi goreng dulu, ya," pamit Dafa."Iya," jawab Najwa dari kejauhan. Ia sudah bersiap untuk melepas baju Davin.Davin sudah wangi dan tampan. Rambutnya yang lebat dibelah pinggir. Pipi besarnya membuat siapa pun pasti gemas saat melihat Davin.Davin kini sudah kembali bermain, sementara Najwa mengambil piring untuk menikmati nasi goreng yang dibeli Dafa."Mama tadi kirim pesan," ujar Dafa seraya menyuap nasi gore