"Mama jangan lupa ya, nanti sore aku ikut Mama kerja." Suara riang Tasya memenuhi ruang makan. "Bilang sama Tante Linda jangan lupa hadiahnya," lanjutnya.
Najwa mengernyitkan dahinya. Linda memang sangat menyayangi anak ini, tapi untuk hadiah di setiap pertemuan terdengar berlebihan. Apalagi dia adalah tulang punggung keluarga, Najwa tidak mau Linda terbebani oleh permintaan anaknya. "Kamu minta apa sama Tante Linda?"
"Ish, Mama. Tasya nggak pernah minta-minta, loh, ya, Tante Linda sendiri yang janjiin Tasya. Tasya itu anak baik, Mama," protes Tasya.
Najwa tertawa mendengar pujian Tasya untuk dirinya sendiri. Tasya yang mandiri dan pengertian. Najwa sangat bersyukur memiliki Tasya dalam hidupnya.
" Ma, minggu depan Papi jadi pulang nggak? Kemarin pas Tasya bilang mau ada acara, Papi mau dateng katanya," celoteh Tasya di sela sarapan.
"Katanya, sih, gitu, semoga nggak ada halangan lagi biar Papi bisa cepet pulang. Kamu nanti dianter Mbak Nia ya ke sana, Mama nggak bisa jemput."
Hari ini banyak kegiatan yang harus Najwa pantau, mengingat akan banyak acara menuju acara puncak nanti malam. Meski sesibuk apa pun, Najwa akan tetap memprioritaskan anaknya.
"Siap, Mama, mbak Nia juga mau ketemu Om Bayu. Om Bayu sayang-sayang sama Mbak Nia, loh. Mama, kata Mbak Nia nggak boleh bilang sama Mama. Tapi kabar baik kan harus disampaikan ya. Om Bayu kan baik ya, Ma." Najwa benar-benar dibuat takjub akan tingkah anaknya, putri kecil yang dengan susah payah ia besarkan kini sudah begitu pandai berkata.
"Kamu sekarang kok tambah cerewet, sih, siapa yang ngajarin? Mbak Nia ya?"
"Mbak Nia itu pinter, Ma, dia bisa ajarin Tasya apa aja. Kemarin aja waktu ada tugas bikin surat untuk Ibunya itu Mbak Nia yang ajarin."
"Trus yang bilang Om Bayu sayang-sayang sama Mbak Nia itu siapa? Emang kamu ngerti sayang itu apa?" Najwa gemas melihat anaknya yang kini termasuk kids jaman now seperti kata Linda saat membanggakan Tasya.
"Tau, lah. Waktu Tasya lagi main, kan, Mbak Nia video call sama Om Bayu trus Om Bayu panggil Mbak Nia sayang kayak Papi panggil Mama. Berarti Om Bayu sayang-sayang sama Mbak Nia, kan?" Najwa tertawa mendengar penjelasan anaknya, anak sekarang benar-benar cepat besar.
"Udah, cepetan makannya. Mama harus cepat sampai Resort. Banyak kerjaan yang harus Mama selesaikan."
"Siap, Mama."
Tasya makan dengan lahap. Makan adalah salah satu hal favorit baginya.
***
Setelah pekerjaan yang melelahkan, akhirnya waktu makan siang pun tiba. Najwa tidak bisa mengulur waktu untuk makan, baginya tubuh harus diberi nutrisi tepat waktu.
Memilih makan di luar resort, Najwa ingin menenangkan suasana yang cukup melelahkan sedari pagi. Bertemu dengan banyak orang memang sudah menjadi tugasnya. Namun, sejujurnya ia tidak terlau suka berinteraksi dengan banyak orang. Harus memasang wajah riang dan ramah, membuat Najwa merasa lelah.
"Boleh gabung?" sapa seseorang dengan suara berat di depan Najwa. Tanpa melihat pun Najwa tahu siapa orangnya. Entah ini sebuah kebetulan, atau memang mereka ditakdirkan untuk bertemu.
Melihat Najwa hanya diam, Ferdi segera menarik kursi lalu duduk di depan Najwa. Saat dilihatnya meja Najwa hanya berisi semangkuk soto tanpa ada minuman di sana, Ferdi berinisiatif menawakan. "Belum pesen minum? Mau dipesenin sekalian?"
Najwa hanya menggeleng tanda penolakan. Melihat respon Najwa, membuat Ferdi sedikit kecewa. Mereka makan dalam hening hingga suara ponsel dari Najwa mengalihkan fokus mereka berdua, terdapat panggilan video dan langsung dijawab oleh Najwa.
"Lagi apa, udah makan?" Suara berat seorang pria terdengar di rungu Ferdi, sebuah tanda tanya muncul. Siapakah yang begitu perhatian pada Najwa?
"Ini lagi makan di kantin, Mas lagi apa?" Suara riang Najwa semakin membuat Ferdi penasaran akan sosok di seberang sana.
"Lagi kerja keras, minggu depan harus bisa pulang. Tasya minta dibeliin baju frozen katanya, buat acara di sekolah minggu depan. Kamu mau dibeliin apa?"
"Tadi pagi kata Tasya, Papi yang janji mau pulang. Kok, sekarang ada embel-embel Tasya minta sesuatu?"
"Masak nggak hafal anak sendiri? Dia kalau minta aku pulang pasti ada sesuatu. Mana ada dia biarin Papinya pulang dengan tangan kosong." Terdengar suara tawa cukup keras dari seberang sana yang membuat seseorang semakin penasaran. "Mas tutup dulu ya, ada temen nyamperin. Sampein Tasya kalau harus jemput Papi di Bandara."
Setelah Najwa mengiyakan permintaan dari si penelepon, akhirnya sambungan diputus olehnya.
"Kamu sudah menikah?" tanya Ferdi yang melihat Najwa sudah selesai dengan ponselnya.
Najwa cukup terkejut dengan pertanyaan Ferdi. Bisakah mereka hanya sebatas bekerja tanpa mengurusi urusan pribadi. Tidak cukupkah dia hidup bahagia bersama istri dan anaknya?
Tasya dan Bian menoleh, ternyata Dafa sudah berdiri di ambang pintu."Om." Bian mendekat, ia lalu mencium tangan Dafa."Baru nyampek, Pa," jawab Tasya seraya mendekati papanya."Mau masuk dulu?" tawar Dafa.Sebenarnya Bian tidak enak hati untuk menolak, tetapi ia harus segera pulang. Besok pagi sekali dia harus kembali ke kota sebelah untuk mengumpulkan rupiah."Lain kali aja, Om. Ditungguin mama," tolak Bian. "Kalau gitu Bian pulang, ya, Om. Salam buat mama Najwa sama Davin."Bian berjalan keluar gerbang, Dafa mengikuti untuk menutup gerbangnya. "Udah makan?" tanya Dafa seraya merangkul pundak anaknya, lalu mereka masuk bersama."Udah," jawab Tasya. "Mama sama Davin mana?" Dilihatnya tidak ada orang selain Dafa."Davin lagi ke rumah temennya. Kalau mama ada di kamar. Mau dipanggilin?"Tasya menggeleng. "Papa kalau udah capek istirahat aja, Tasya mau ke atas," ujar Tasya. Ia kini berjalan meninggalkan Dafa."Sya."Tasya berhenti saat papanya memanggil. Lama Tasya memperhatikan papany
"Kapan nih, nikah? Tante udah nggak sabar lihat kalian di pelaminan," tanya Rania. Kini acara susah selesai. Selain keluarga inti Bian, tinggal Tasya dan Rania beserta keluarganya.Mereka tengah berkumpul di ruang tengah. Saat ini Tania sedang berganti baju, tinggallah Rania dan Tasya di sana."Doakan saja, Tante," jawab Tasya. Semua masih rencana, tidak baik untuk diutarakan."Anak Tante sebenarnya juga udah waktunya nikah, tapi sampai sekarang anteng-anteng aja. Nggak tau maunya yang kayak gimana," ujar Rania. Usia anak sulungnya selisih tujuh tahun dari Bian dan Tasya. Harusnya Revan sudah menikah dan Rania susah menimang cucu. Tapi apalah daya, anaknya masih betah sendiri hingga usia tiga puluhan."Mungkin memang belum ketemu jodohnya, Tante," jawab Tasya. Tidak mungkin ia mengatakan karena anak Rania itu memang sombong, jadi susah mendapatkan pasangan. Pasti Rania akan marah padanya."Mbak Tasya, mau minta foto." Radea, anak kedua Rania datang menghampiri."Boleh," jawab Tasya.
"Ma, aku mau berangkat dulu, ya," pamit Tasya pada ibunya.Tidak terasa waktu berjalan dengan cepat. Tasya kini sudah beranjak dewasa. Ia bahkan sudah menjalin kasih dengan Bian, sahabat yang dipuja Tasya sejak kecil."Iya, salam buat mama Tania, ya."Najwa masih sibuk di dapur untuk membuat makan siang. Dafa masih bekerja, sementara Davin belum pulang dari sekolah."Siap, Mamaku yang paling cantik."Tasya mencium pipi mamanya, setelah itu Bian bersalaman dengan Najwa untuk berpamitan."Bian pergi dulu, ya, Ma. Nanti Tasyanya Bian anterin agak malam. Setelah acara selesai," ujar Bian pada Najwa."Iya, Sayang. Mama nitip Tasya. Nanti kalau rewel kamu jewer aja.""Ih, Mama. Tasya udah gede, ya. Nggak ada rewel-rewel segala," protes Tasya yang membuat Najwa dan Bian tertawa.Tasya dan Bian menaiki mobil. Mereka akan pergi ke rumah Bian untuk menghadiri acara keluarga. Sudah beberapa kali Tasya menghadiri acara keluarga di rumah Bian, begitu pun dengan Bian yang juga sering ikut saat ada
Tidak terasa waktu berjalan dengan cepat. Kedekatan antara Ferdi dan Rina akhirnya berakhir ke pelaminan.Saat ini Najwa dan Dafa tengah mempersiapkan perjalanan menuju rumah Ferdi, sementara Tasya sudah di sana sejak beberapa hari yang lalu."Udah masuk semua?" tanya Dafa. Sedari tadi ia sudah memasukkan beberapa tas ke dalam bagasi mobil."Udah kayaknya," jawab Najwa seraya melihat barang-barang yang sudah masuk.Rencananya Najwa dan Dafa akan menginap selama dua hari, sementara Tasya akan menginap selama satu minggu."Aku ganti baju dulu, Davin masih tidur di kamar bawah," ujar Najwa seraya meninggalkan Dafa yang tengah memanasi mobil.Najwa tidak langsung memakai baju untuk acara, tetapi ia memakai baju biasa dulu. Mengingat perjalanan dari rumahnya menuju rumah Ferdi cukup jauh.Mereka berangkat setelah semua sudah siap. Davin masih terlelap saat mereka memulai perjalanan.Sesampainya di rumah Ferdi, suasana sudah sangat meriah. Pesta akan dilaksanakan di rumah Ferdi saja karena
"Rudi yang bilang, Ma?" tanya Dafa pada ibunya Nila. Mereka sudah sangat akrab dari Dafa kecil, jadilah Dafa memanggilnya mama juga."Iya," jawab Lastri. "Mama mau minta maaf atas nama Nila dan Rudi. Selama ini mereka sudah nyakitin kamu. Mama masih punya banyak uang untuk membayarnya dan itu juga bukan tanggung jawabmu," lanjut Lastri.Sejahat apa pun Nila dan Rudi, Dafa tetap menyayangi Lastri. Baginya, Lastri tetaplah ibu yang baik."Dafa emang pengen ngasih, tapi bukan paksaan dari Rudi juga. Ini murni keinginan Dafa. Mama terima, semoga bisa membantu." Dafa menyerahkan amplop pada Lastri. Sebelum ini, ia sudah berbicara pada istrinya dan mereka sepakat untuk memberi sumbangan."Jangan, Nak. Mama nggak mau bebanin kamu," tolak Lastri seraya mengembalikan amplop itu pada Dafa."Dafa ikhlas, Ma. Nggak banyak, tapi semoga bisa bermanfaat. Terima ya, Ma." Akhirnya Lastri mengalah. Ia menerima uang pemberian dari Dafa seraya mengucap terimakasih.Hingga sore Dafa dan Najwa masih berad
"Ada apa?" Najwa bertanya saat dilihatnya suaminya hanya diam seraya menatap ponsel yang menyala."Lihat ini." Dafa memberikan ponselnya pada Najwa.Najwa menggelengkan kepalanya. Merasa heran karena masih ada orang yang tidak tahu malu macam Rudi."Kamu nggak perlu menanggapinya. Ini bukan tanggung jawabmu, Mas."Najwa menyerahkan kembali ponsel Dafa, ia lalu meraih Davin untuk memandikan anak itu.Dafa memilih memblokir nomor Rudi. Ia tidak ingin rasa sakit hati mempengaruhi kehidupan rumah tangganya. Rudi sudah sangat dewasa untuk mengatasi masalahnya sendiri."Aku mau beli nasi goreng dulu, ya," pamit Dafa."Iya," jawab Najwa dari kejauhan. Ia sudah bersiap untuk melepas baju Davin.Davin sudah wangi dan tampan. Rambutnya yang lebat dibelah pinggir. Pipi besarnya membuat siapa pun pasti gemas saat melihat Davin.Davin kini sudah kembali bermain, sementara Najwa mengambil piring untuk menikmati nasi goreng yang dibeli Dafa."Mama tadi kirim pesan," ujar Dafa seraya menyuap nasi gore