Aku tak sanggup menahannya. Aku terdiam, bukan berarti aku baik-baik saja. Aku hanya bisa memandangmu dari sini, dari sudut yang tak mungkin kau temukan. Aku tersiksa, aku ingin memelukmu seperti dulu, aku ingin membawamu dalam pelukanku. Tapi, aku tahu itu adalah hal yang paling mustahil karena kau pasti telah membenciku.
"Aku sungguh merindukanmu, aku mencintaimu Lia."
Odelia termenung dalam kesendiriannya. Suara sama yang khas itu masih sering terdengar dalam telinganya, sampai masuk ke dalam mimpi panjangnya. Odelia tak menapik bahwa setiap malam dirinya selalu mendamba pemilik suara itu nyata berada disampingnya. Ia begitu merindukan dekapan hangat yang selalu dirasakannya saat bersama pria itu.
Apa mau dikata ....
Aku akan melindungi apa yang menurutku benar. Tak peduli denganmu atau siapapun yang akan menghalangiku. Langkahku mantap, keputusanku sudah bulat. Aku tak bisa menyangkal kesalahan yang telah kau perbuat.Wanita itu mendengus menatap sosok paruh baya yang duduk tenang didepannya. Wajahnya memerah kala melihat ketidakseriusan yang ditampilkan oleh sosok Nyonya Rahardi yang masih menghisap batang nikotin di mulutnya."Kau bilang Jean akan menikahiku segera setelah wanita itu pergi?" Martha tak bisa menyembunyikan kedongkolan dihatinya. Dadanya menggebu saat disadarinya bahwa harapan yang selama ini ia gantungnya belum juga terlaksana. Janji-janji palsu yang diumbar Nyonya Rahardi itu bagaikan angin yang bertiup tak berarah. Ia sudah muak.Riska, Nyonya Ra
Malam itu di Rumah megah keluarga Rahardi sedang diadakan makan malam istimewa. Tak banyak yang hadir, hanya beberapa kerabat dan juga relasi. Terlihatlah disana sang pemilik rumah menjadi yang paling mencolok diantara orang-orang disana. Sang Nyonya besar, Riska Rahardi yang tampil elegan dengan pakaiannya yang berkilauan kristal tampak asik dengan kegiatannya mengobrol dengan koleganya yang berasal dari keluarga terhormat sepertinya.Terlihat juga sang anak Sulung, Jeanattan yang ikut larut ditengah berbincang dengan rekan bisnisnya sambil sesekali ia tertawa bersama. Dengan balutan jas formal berwarna abu-abu serta tatanan rambutnya yang sengaja ia biarkan berantakan, Jean tampak terlihat mempesona bagi siapa saja. Banyak para tamu wanita yang sengaja melintas di depan pria bermata kelabu itu agar bisa mencari perhatiannya. Namun, semua itu tak berlangsung lama begitu sesosok wanita c
Aku akan pergi. Tertawalah kalian semua, aku tak peduli. Akan kubuktikan bahwa apa yang kalian harapkan dariku takkan pernah terjadi. Aku akan berdiri dibawah kakiku, dan menyaksikan kalian hancur satu-persatu.Di dalam sebuah ruangan yang di dominasi warna putih, terlihat seorang lelaki yang berprofesi sebagai dokter itu sibuk berkutat dengan catatan medis pasiennya dibelakang meja kerjanya. Sesekali melalui kacamatanya, mata sipitnya memperhatikan jam yang tergantung di dinding ruangannya. Sambil, menghela napas pelan, laki-laki itu pun kembali melanjutkan pekerjaannya. Profesi yang baru ia tekuni selama 9 tahun itu memang sangat menyita waktu bahagianya bersama sang istri. Namun bukan karena terpaksa, melainkan ia mempunyai tujuan tertentu menekuni profesi ini. Ia sangat menginginkan kehamilan terjadi pada sang istri, yang telah dinikahinya lama. Lelaki
Simpan semua itu untuk kisah yang akan datang. Jangan pernah mengharapkan hal apapun dariku. Aku lelah, silahkan pergi sejauh yang kau bisa. Buat aku tidak lagi melihat wajahmu. Aku muak.Sepasang manik hitam bergeming dalam kediamannya. Langkahnya berjalan menuju rumahnya semakin berat. Kepalanya terus tertunduk kebawah, memandang kaki-kakinya yang setia mengikuti arah yang ia tuju. Tapi, pikiran Odelia tidak berada disana. Ia berjalan seakan seperti mayat hidup.Kejadian yang baru saja ia alami dirumah sakit membuat sesuatu dalam pikirannya seperti berubah haluan. Tangannya, yang selama ini tidak pernah ia gunakan untuk menyakiti fisik orang lain, kini telah menampar pipi kakaknya sendiri hingga memerah. Masih tertanam dibenaknya bagaimana terkejutnya Adela saat ia menamparnya. Ada sedikit rasa bersalah
Mendaki jalan terjal untuk bersamamu, aku menyerah. Keputusanku sudah bulat, aku akan pergi. Kau bertahanlah disini sendiri, rasakan apa yang pernah kau tinggalkan untukku."R-Riska...."Wanita yang baru saja muncul diantara kedua orang itu hanya tersenyum angkuh mendengar namanya disebut dengan terkejutan yang berlebihan. Harusnya wanita itu mengetahui bahwa kehadirannya tentu sudah dapat diprediksi. Jika Jean ada disini, dirinya pasti akan mengikuti kemana anak sulungnya itu pergi."Wah, sepertinya kau terkejut ya." Pandanganya turun ke arah perut buncit Odelia. Senyumnya berubah menjadi seringaian sinis ketika melihat pemandangan itu. "Dan, sepertinya kau tidak lagi sendirian."Odelia langsung memeluk peru
Aku tak tahu apakah aku masih bisa memegang janjiku untuk tetap bersamamu. Haiku telah remuk. Hancur bersamaan dengan kenyataan pahit yang membentang jauh diantara kita. Kau bertanya apakah aku sanggup bertahan? Jawabanku, Tidak."Kami bersaudara?"Suara Odelia nyarus tak terdengar. Hanya suara hembusan angin yang menyertai suara itu. Akan tetapi, Jean mampu mendengarnya. Pria itu terhenyak menyadari jika usahanya telah sia-sia. Odelia tidak boleh goyah. Wanita itu akan tetap bersamanya apapun yang terjadi."Tidak, Odelia. Jangan percaya. Itu semua palsu!" Katanya berusaha untuk menyadarkan wanita itu. Matanya memerah memandangi Odelia yang masih melirih ditempatnya."Jean!" Hardik Riska. Wanita itu mem
Aku berlari, mencoba berpindah tempat ke jalan yang tak kukenali, dan tidak mengenaliku. Aku berusaha untuk menata semuanya untuk kembali menjadi baru dan melupakan semua yang telah kutinggalkan. Namun, ketika aku mencoba untuk meniatkannya, bayanganmu selalu singgah seperti hantu.Clara berlari sepanjang lorong rumah sakit dengan napas pendek. Matanya dengan liar mencari nomor kamar yang tadi diberitahukan oleh seorang wanita yang memberitahukan keberadaan Odelia saat ini. Dibelakangnya Marko pun tak ada bedanya dengan Clara. Pria itu juga sibuk mencari nomor ruangan yang baru saja disebutkan oleh si penelepon pada Clara.Mereka nyaris saja mengalami kecelakaan karena Marko mengerem mobilnya secara mendadak saat Clara memberitahukannya. Sepanjang perjalanan wanita itu terus menangis dalam pelukannya. Cla
Maafkan aku yang telah mengingkarimu selama bertahun-tahun. Rasanya menyakitkan menyadari bahwa takdir telah menampar perasaan angkuhku yang menolak kehadiranmu. Ketika melihatmu menderita seperti yang kuingini, aku malah tak sanggup membayangkannya."Ya, dan dia adalah wanita itu. Odelia."Rian bergeming. Keterkejutannya tertelan bersama dengan kalimat yang akan diucapkannya. Matanya memandang kosong pada Adela yang nyaris tak dikenalinya. Wanita yang telah bertahun-tahun hidup bersamanya seperti bukanlah Adela yang ada dihadapannya. Wanita itu nampak berbeda. Adela yang ada dihadapannya begitu dingin dan menderita. Tak ada kepercayaan diri yang melekat padanya.Rian nyaris tak mengenali tatapan penuh dendam itu.