I receive a message one day. "Your condoms have been delivered. Total to be paid: XX dollars." I distinctly remember that I've never made such an order, but the address and phone number are mine. I call my husband, but he only says differently, "My godsister ordered them. She's too shy to use her details, so she used yours. It's not like it'll affect you." I nod silently. She might as well not have them if she can't afford to pay for them.
View MoreAku tidak percaya, ternyata tubuh mertuaku jauh lebih nikmat daripada istriku sendiri. Malam ini, akhirnya aku bisa melepaskan hasratku dengan Mama Siska, ibu mertuaku sendiri.
"Enak banget Ma, semakin lama rasanya semakin nikmat." Aku tidak berhenti menggoyang mertuaku di atas kasur. "Kamu juga sangat perkasa Raka, Mama sampai kewalahan. Kamu memang luar biasa, ayo Raka bikin Mama puas!" Desahnya, badannya bergetar. "Siap Ma, akan kubuat Mama puas. Kita main sampai pagi Ma, Mama mau kan aku goyang sampai pagi?" "Mau banget Raka, Mama pasrah apapun yang kamu lakukan." Istriku berselingkuh dengan pria lain, maka dari itu aku membalasnya, berhubungan dengan Ibunya.**
Hujan deras mengguyur malam itu, menciptakan simfoni yang seharusnya menenangkan. Tapi tidak untukku. Aku terjaga di atas ranjang, menatap langit-langit kamar dengan pikiran yang berantakan, seperti hujan yang mengguyur tanpa henti. Seharusnya di sebelahku ada istriku yang menemaniku, di saat cuaca dingin begini aku hanya bisa memeluk guling. Aku sudah membayangkan bisa bercinta semalaman dengan istriku, padahal baru beberapa hari saja kita resmi menjadi suami-istri. Memang di saat malam pertama pernikahan kita, aku sudah bercinta dengannya semalaman suntuk tanpa henti. Sekarang benda pusaka ku ingin memuntahkan lahar panas nya, tapi sekarang aku sendirian tidak mungkin jika aku sampai jajan di luar. Aku punya nafsu yang tinggi, apalagi cuaca dingin begini, semakin besar keinginanku untuk bercinta. Ponsel di tanganku masih menyala, menampilkan pesan suara dari Tiara. "Sayang, jangan lupa makan ya. Mama pasti bakal perhatian sama kamu, jadi gak usah khawatir." Suara Tiara terdengar lembut, tapi ada sesuatu yang terasa jauh. Aku menarik napas panjang sebelum membalas. "Iya, hati-hati di sana." Setelah hampir seminggu Tiara pergi dinas ke luar kota. Awalnya, aku pikir tidak masalah tinggal sendiri di apartemen. Tapi dia bersikeras agar aku tinggal di rumah orang tuanya. "Biar Mama bisa nemenin kamu. Lagian, kamu belum terlalu akrab sama Mama, kan?" Dan di sinilah aku sekarang. Di rumah yang bukan rumahku, di bawah atap yang sama dengan seorang wanita yang… semakin sulit untuk tidak kupikirkan. Bu Siska. Bukan ibu kandung Tiara, tapi ibu tirinya—dan itu seharusnya tidak membuat perbedaan. Tapi, entah kenapa, aku mulai melihatnya dengan cara yang tidak seharusnya. Ibu Siska terlihat sangat cantik, badannya seperti gitar spanyol, kulitnya putih mulus dan senyumnya itu rasanya mengajak untuk berbuat maksiat. Aku menggeliat di tempat tidur, mencoba mengabaikan kegelisahan pikiran kotor yang mulai merayapi pikiranku. Tapi rasa lapar memaksa aku keluar kamar. Langkahku di lorong terasa lebih berat dari biasanya, mungkin karena pikiranku yang tidak tenang. Begitu tiba di dapur, aku langsung melihatnya. Bu Siska. Ia berdiri di dekat meja makan, hanya mengenakan gaun tidur satin berwarna biru muda. Kain halus itu membalut tubuhnya dengan pas, menyoroti lekukan yang masih terjaga di usianya yang menginjak 42 tahun. Bahunya terbuka sedikit, memperlihatkan kulitnya yang masih kencang dan mulus, seperti wanita yang jauh lebih muda dari usianya. Rambut hitamnya tergerai santai, memberi kesan liar namun tetap elegan. Mataku tertuju pada buah dadanya yang lumayan montok, saat dia menata piring rasanya buah dadanya akan tumpah. Aku buru-buru mengalihkan pandangan, tapi terlambat. Ada sesuatu yang menancap di benakku. Sesuatu yang mengusik. Astaga, ini ibu mertuamu sendiri, Raka. Fokus. Namun sebelum aku bisa merapikan pikiranku, ia menoleh dan tersenyum. Senyum yang lembut, tapi ada sesuatu di sana. Sesuatu yang membuat jantungku berdetak sedikit lebih cepat. "Raka, ayo makan dulu," ajaknya dengan suara yang hampir seperti bisikan. Aku mengangguk dan duduk di meja makan. Dia menuangkan sup hangat ke dalam mangkukku, aroma rempah dan jahe menguar, menyebarkan kehangatan di ruangan yang terasa semakin sempit. Entah kenapa rasanya Bu Siska, seperti sengaja menempelkan buah dadanya pada wajahku. Hingga tercium aroma parfum dan body lotion nya, yang membuat pedang pusaka ku berdenyut-denyut. "Tiara pasti sering masakin kamu, ya?" tanyanya, matanya menatapku lebih lama dari seharusnya dan dia meremas buah dadanya sendiri seperti sengaja. Aku menelan ludah. Senyum itu… tidak seperti senyum ibu mertua pada menantunya. Kenapa juga dia harus meremas buah dadanya sendiri di depanku. "Iya, Ma—eh, Bu," jawabku, buru-buru memperbaiki panggilan. Mama Siska terkekeh pelan, suara tawanya renyah, hampir seperti godaan. "Mama aja nggak apa-apa. Toh, kamu memang anak Mama sekarang." Aku ikut tertawa kecil, mencoba tetap tenang. Tapi saat aku hendak mengambil sendok, tangannya tanpa sengaja menyentuh tanganku lagi. Sekilas, itu mungkin hanya kebetulan. Tapi kehangatan yang tertinggal di kulitku bertahan lebih lama dari yang seharusnya. Aku meneguk air putih, mencoba menenangkan diri. Setelah makan, aku beranjak ke wastafel untuk mencuci tangan. Saat aku hendak kembali ke kamar, suara Mama Siska menghentikan langkahku. "Raka," panggilnya pelan. Aku menoleh. Ia berdiri di lorong, bersandar di kusen pintu kamarnya, satu tangan terangkat menyentuh kayu, tubuhnya sedikit miring. Gaun tidurnya tampak lebih pendek daripada tadi, memperlihatkan pahanya yang mulus di bawah cahaya redup. Aku menahan napas. "Kalau butuh sesuatu… jangan ragu panggil Mama, ya?" Dia mengedipkan mata sambil mengigit bibirnya. Suaranya begitu lembut, hampir seperti bisikan di telinga. Seakan ada sesuatu yang ingin ia sampaikan lebih dari sekadar kata-kata. Aku hanya bisa mengangguk. "I-iya, Ma." Ia tersenyum tipis, sebelum masuk ke kamarnya dan menutup pintu perlahan. Aku diam di tempat, jantungku berdegup lebih cepat dari seharusnya. Tidak. Ini pasti cuma pikiranku saja. Tapi saat aku berbalik, mataku tak sengaja menangkap pantulan di kaca jendela ruang tamu. Pintu kamar Mama Siska belum benar-benar tertutup. Masih sedikit terbuka… cukup untuk kulihat sepasang mata yang mengawasiku dari celah itu. Aku merinding. Aku segera berbaring di kasur, menarik selimut dan berharap segera pagi. Tapi ternyata aku tidak bisa tidur, pikiranku terbayang wajah Mama Siska apalagi saat dia meremas buah dadanya. Gara-gara memikirkan Mama Siska, membuat gairahku naik. Seketika benda pusaka ku langsung mengeras, sampai terlihat jelas di dalam celanaku. "Ssshhh aaahhhh...." Tiba-tiba terdengar suara aneh, aku turun dari ranjang dan mencari sumber suara itu. Aku membuka pintu dan ternyata pintu kamar Mama Siska masih terbuka, suara itu semakin terdengar jelas. Sekarang aku tau jika itu suara Mama Siska, dia sedang mendesah membuat kerongkonganku mendadak kering. Aku berjalan secara perlahan, sampai berada di depan kamar Mama Siska. Aku mengintip di balik tembok melihat ke dalam kamarnya dan betapa terkejutnya aku, melihat Mama Siska berbaring tanpa sehelai benangpun. Tangan kirinya membelai lembah terlarang nya, dan tangan kanannya meremas buah dadanya. "Ahhh enak Raka, terus sayang.... !" Nafasku terasa sesak, mungkin aku salah dengar. Jantungku berdebar kencang, rasanya udara semakin panas dan keringat menetes di dahi ku. Di tambah lagi benda pusaka ku malah makin keras, apalagi melihat tubuh Mama Siska yang aduhai. "Masuk Raka, jangan ngintip!" Aku semakin terkejut, rupanya Mama Siska tau jika aku sedang ngintip. Akhirnya aku menampakan diri, aku berdiri sambil menatap Mama Siska yang masih berbaring telentang dengan begitu menggoda. "Kamu gak bisa tidur ya? Ayo sini tidur sama Mama!" Aku harus melawan antara nafsu dan status. Dia mertua ku, tidak mungkin jika aku mengkhianati istriku sendiri. Tapi nafsu mengalahkan segalanya, aku tidak peduli yang jelas malam ini harus di lampiaskan. Aku sudah tidak kuat menahannya, dalam beberapa hari ini. Sedangkan di depan mataku, terdapat kenikmatan surgawi yang sudah menantang ku. Aku tidak akan menyia-nyiakannya, aku butuh pelampiasan. "Raka...... Raka.... Raka.... !" Suara itu semakin terdengar jelas, hingga aku membuka mataku. "Tokkk.... Tokkkk.... Tokkkk... Raka... Raka... Bangun!" Itu suara Mama Siska, ternyata semuanya hanya mimpi. "I-iya Ma, aku sudah bangun." Jawabku gelagapan. "Mama tunggu di meja makan ya?" "Iya Ma," Aku segera berlari ke kamar mandi. Gara-gara memikirkan Mama Siska, membuatku bangun kesiangan."Why are you so scared, Andy? It's already been three years." Nina laughed hysterically. "You don't know about this, Rose, but Andrew orchestrated that fire. He wanted to trick you into saving him from there."The fire was raging, but we'd already escaped from a secret path. I don't think any of us expected you to just run in there without anything to defend yourself."It's good that you were knocked unconscious. Who knows whether you would've made it out alive once you got deeper and realized there wasn't anyone inside?"Nina's words made my blood freeze. It explained why Andrew kept telling me not to pursue the matter after I was saved from the fire and brought to the hospital. This was the complete truth.I thought he'd merely fallen out of love with me, but it looked like his original intention had been to kill me."I think I've treated you pretty well throughout our relationship, Andrew. Why have you done this to me?" I asked, unable to understand this."You still don't get
Nina lost the baby. When she woke up in the hospital, she caused several scenes. Robert and Alice stuck by her side while she recuperated, and she cursed them in various ways.I dropped by once to check on them and saw they looked like they'd aged a decade. When Nina saw me, she screamed, "You must feel smug now, Rose! I finally managed to get Andrew to divorce you, but I still can't marry him!"It would've been fine if she'd said that without anyone else around, but we were in a hospital ward, where other patients were resting. Her screams upset them."I never would've expected a young woman like her to be a homewrecker.""The longer you live, the more you see. This is my first time seeing a homewrecker scream at someone's wife like she's in the right.""It sounds like she had to work hard to get between that woman and her husband, but she lost the baby, and her lover's family doesn't acknowledge her existence. It's karma, really.""We don't want homewreckers in our ward. Can
Nina reluctantly released Andrew and said, "Hi, Robert. Hi, Alice."Then, she widened her eyes, seemingly just being hit by the surprise of seeing them. "What are you guys doing here?"I said, "Robert and Alice are here to persuade your precious Andy to divorce me."Nina's eyes lit up. "Andy's finally willing to go through with the divorce?""Are you that happy to see Andy divorced?" Alice sounded upset."Of course! It's great for him to be free! You guys don't know that he's going to be a father, do you? I went to the hospital for a checkup today, and the doctor told me I'm one month pregnant." Nina was so happy that she almost couldn't get the words out.It was as if she was afraid Robert and Alice couldn't understand that she was pregnant with Andrew's child. She caressed her belly, looking loving. "Rose and Andy have already been together for seven years, but she hasn't given him a child. It's only right for her to leave and make way for me and the baby.""Rosie is basical
When Andrew and I left the company, we received word that his parents had arrived at our apartment."Where are you, Rosie? We've arrived at your apartment.""Rosie and I are at the company. Wait there for us, okay? We'll be right back." Andrew took the phone from me and spoke to his parents on my behalf.Despite his faults, Andrew was a loyal son. His parents, Robert Samson and Alice Johnson, were open-minded. When I argued with Andrew over Nina, Alice would even side with me.This time, I'd asked them to come over so they could help me convince Andrew to get a divorce."Mom, Dad, this is the last time I'm addressing you two like this. I've already decided to divorce Andrew," I said.Alice was taken aback. Then, something occurred to her, and she slapped her thigh. "Be frank with me, Rosie. Is this because of Nina again? Has she driven a wedge between you and Andy?"She's just rather dependent on him because they grew up together. She'll be better once she finds a boyfriend and
In another message, Colbie said, "I told you to come to the hospital, but you refused. I'll let you in on a secret—Nina's a month pregnant. "You mentioned that she needed you to pay for her condoms, right? It's good you canceled the order. We wouldn't have had such gossip if you didn't."Her last message was from an hour ago. I was now sure she'd stayed up the whole night. In the past, I would've felt horrible after hearing the things she'd shared with me. Now, however, I felt relieved upon learning Nina was pregnant. It would probably help expedite the divorce.When I arrived at the company early in the morning, I saw Andrew waiting outside my office. Thanks to the scene yesterday, no one barred me from entering this time.Andrew's hair was messy, and he had dark eye circles. He crouched by a trash can as he smoked, looking like he'd spent the whole night awake.When he saw me, he scrambled to his feet, stubbing out the remainder of his cigarette on the trash can. "I… I didn't m
Andrew changed into another outfit almost defiantly. He slammed the door behind him when he left.I didn't know what he was mad about. Since he and I had gotten together, he would dump everything to go to Nina whenever she needed him.He would get upset whenever I complained about it, either saying I was petty or overthinking things. So, why was he mad when I wasn't stopping him this time?I picked up my phone once he was gone. I'd committed Nina's social media accounts to memory, so I easily pulled them up. Sure enough, she'd updated her Instagram story with a photo of Andrew burying his face in her chest.She'd captioned it, "Life is so hard for my precious brother. As your sister, I'm the only one who can make you feel better."I was about to quit the app when I noticed an unread message from her. "Hi, Rose. You saw my Instagram story, didn't you? Are you still unwilling to divorce Andy?"I was secretly mad at myself for forgetting that Nina could see who had viewed her storie
Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.
Comments