On the seventh Valentine's Day after our bond was formed, my Alpha, Ethan Carrillo, goes on a business trip with a female Beta. When he returns, he gives me a blue sapphire necklace worth millions of dollars as an apology. Everyone thinks he loves me to the core, but I discover the female Beta wearing something rarer—a full set of blue sapphire jewelry. She has a necklace, earrings, and a bracelet. I act like I don't know anything and continue playing my part as the perfect Luna. The two of them go wild in the study at home after I fall asleep, wanting to add some spice to their lives. The following day, Ethan gives me a rare blue fox-fur shawl. Only then do I realize that each blue gift he gives me is a sign of his diffidence. My wardrobe is full of the blue things he's given me over the years! I start preparing a gift for him, too. He'll never know that I'm getting ready to leave him. I'll never let him find me.
もっと見る“Apa yang kalian lakukan! Lepaskan aku!” Yuriel berteriak histeris ketika dua pria berpakaian hitam membawanya melewati kerumunan orang di klub malam itu.
Yuriel Scott, seorang gadis berusia 20 tahun juga merupakan mahasiswi jurusan Arsitek. Sejam yang lalu saat dia baru selesai kuliah malam dan hendak pulang, dua orang berjas hitam tiba-tiba menghentikan jalannya dan menculiknya ke dalam mobil Van, dia kemudian dibawa ke sebuah Klub malam.
Dua pria itu tidak peduli dengan pemberontakan Yuriel dan terus membawanya melewati kerumunan orang di klub malam.
Dia memberontak dengan putus asa bahkan meminta tolong pada orang-orang di sekitarnya.
Tapi mereka hanya melirik sekilas dengan tidak peduli, bahkan ada yang mencemoohnya.
“Lepaskan aku!” seru Yuriel hampir menangis.
Namun dua orang yang menculiknya itu tidak peduli. Mereka berhenti di depan sebuah pintu ruang VIP. Pintu dibuka dan Yuriel dilemparkan dengan kasar ke dalam.
Yuriel mengaduh kesakitan kepalanya ketika terantuk meja kaca. Darah mengalir dari pelipisnya.
“Aduh, kalian ini gimana sih. Perlakukan tamu kita dengan benar, dong.”
Suara wanita terdengar jahat menegur dua orang berjas itu.
Yuriel menegang mendengar suara yang menjadi mimpi buruknya selama empat tahun di kampus. Dia dengan cepat mendongak melihat gadis berambut merah memakai gaun hitam minim tengah menyeringai sinis dengan sebatang rokok terselip di bibir bergincu merah terang.
“Thalia!” Gadis bermata emerald itu gemetar ketakutan.
Thalia adalah mimpi terburuknya.
Dia terkenal sebagai bully di kampus dan tiran kejam di jurusan mereka. Dia selalu menarget Yuriel sebagai sasaran bully dan menyiksanya di setiap kesempatan. Dia adalah pembully paling kejam yang pernah Yuriel temui.
Saat dia masih mahasiswa baru, Yuriel pernah melaporkan Thalia karena memukul salah satu teman sekelasnya. Dan itu awal mula mimpi buruknya. Thalia menjadikannya sebagai target paling sering di-bully selama dua tahun kuliah.
Yuriel hanya anak yatim-piatu yang tumbuh di panti asuhan. Dia tidak berdaya melawan Thalia yang memiliki keluarga berkuasa.
“Apa yang kau lakukan membawaku ke sini?” Seluruh tubuhnya gemetar.
Bukan hanya Thalia yang ada di ruangan itu. Beberapa adalah teman-teman sekelasnya yang merupakan gengnya Thalia dan beberapa laki-laki yang tidak dikenalnya.
“Menurut apa yang akan kulakukan?” Thalia tersenyum ramah mengelus kepala Yuriel yang duduk bersimpuh di bawahnya.
Elusan di kepalanya berubah menjadi jambakan keras.
“Tentu saja untuk memberi jalang sepertimu pelajaran!” Thalia menjambaknya dengan kuat. “Beraninya kau menggoda Alvin!”
“Aku tidak merayunya! Dia sendiri yang mendekatiku duluan.” Yuriel mengisak di bawah cengkeraman menyakitkan Thalia.
Thalia mencibir.
“Jika bukan karena kau yang banyak tingkah di depannya, apakah Alvin akan sudi mendekati gadis miskin sepertimu, hah!” Thalia bagai kesetanan dan mengempaskan kepala Yuriel ke meja kaca di sampingnya dengan keras.
Terdengar suara terkesiap di antara orang-orang di ruangan VIP itu. Tetapi tidak ada satu pun yang berani menghentikan Thalia dan hanya menonton dengan tangan terlipat menyaksikan gadis malang itu.
Kepala Yuriel berdengung usai menghantam meja kaca itu. Luka berdarah di kepalanya bertambah dan mengeluarkan banyak darah. Dia melihat tangannya yang penuh darah dan mendongak menembakkan tatapan penuh kebencian ke arah Thalia, wanita iblis itu.
Apa pun yang dia lakukan atau katakan, Thalia tidak akan peduli sedikit pun dan akan menyalahkannya untuk menyiksanya setiap saat.
“Mengapa kau melakukan ini padaku! Aku tidak perbuat salah apa pun padamu!” Yuriel berteriak marah.
Selama ini dia sudah menahan segala sikap tirani yang selalu dilakukan Thalia. Kali ini dia tidak akan menjadi pengecut lagi di depan wanita iblis itu. Dia sudah menahannya selama ini demi beasiswa kuliahnya.
“Wah, wah, wah ... Kau semakin berani, ya!” Thalia menunjuk-nunjuk dahinya sambil tertawa mencemooh.
“Kau ingin tahu mengapa aku melakukan ini padamu?” Thalia memelintir rambut cokelat terang Yuriel.
“Itu karena kamu adalah Yuriel. Yuriel si gadis miskin yatim piatu. Orang sepertimu tidak hanya bisa bersekolah di kampus yang sama seperti kami, kau bahkan berani merayu Alvin untuk panjat status. Kau pikir kau siapa, hah!” Dia menamparnya dengan keras, lalu menjambak rambutnya sekali lagi.
“Apa pun kau lakukan tidak akan merubah dirimu dari bebek jelek menjadi angsa.” Thalia tersenyum mengejek melihat wajah berdarah Yuriel. Tidak ada belas kasih di matanya.
Yuriel memelototinya dengan tajam. Tidak ada raut permohonan di wajahnya untuk meminta belas kasihannya seperti yang selalu dia lakukan setiap kali Thalia menyiksanya.
“Kau pikir kau bisa sesukamu hanya karena kau mempunyai segalanya? Apa kau tahu apa yang dikatakan Alvin tentangmu?” ujarnya menyeringai mengejek, menatap Thalia menantang.
Raut wajah Thalia berubah mendengar kata-katanya. Dia menarik rambut Yuriel dan membuatnya mendongak.
Ada kekejaman di matanya saat dia mendesis. “Apa yang dikatakan Alvin tentangku, jawab!”
Yuriel meludahi wajahnya.
“Kau gadis mengerikan!”
Raut wajah Thalia tampak mengerikan. Dia melemparkan kepala Yuriel ke meja.
“Sepertinya kau perlu diberi pelajaran keras, ya.”
Dia tersenyum keji menoleh ke arah beberapa teman laki-lakinya, dan memerintah mereka dengan nada manis yang dibuat-buat. “Teman-teman, sekarang dia milik kalian. Perlakukan dia dengan baik, ok.”
Para lelaki itu berdiri dengan penuh semangat menerima perintah Thalia.
“Apa yang kalian lakukan!” seru Yuriel mundur dengan panik ketika lima orang laki-laki mendekatinya dengan pandangan cabul di mata mereka.
“Ayo kemari cantik, kita akan bersenang-senang bersama.”
“Cantik, jangan takut.” Mereka tertawa mesum. Tangan -tangan mereka begitu nakal menyentuh tubuhnya di mana-mana.
Yuriel merasa mengerikan. Dia jatuh terduduk di meja kaca dengan kelilingi lima orang laki-laki itu. Dia berteriak histeris menepis tangan-tangan kotor itu. Tidak satu pun orang yang mau menolongnya. Beberapa teman-teman sekelasnya hanya menontonnya.
Dari ujung matanya dia dapat melihat Thalia tersenyum sinis sambil merekamnya dengan kamera ponsel.
Dia merasa putus asa saat salah satu dari laki-laki itu menarik bajunya sampai robek. Sambil menggertakkan gigi dia mengambil benda terdekatnya dan memukul kepala laki-laki itu dengan botol minuman keras.
“Arggghh!” Laki-laki itu berteriak kesakitan sambil memegang kepalanya yang berdarah. Semua orang kaget menyaksikan kejadian itu.
“Andy!” seru teman-temannya dan menanyakan keadaan teman mereka.
Yuriel mengambil kesempatan saat perhatian semua orang teralihkan untuk melarikan diri dan menerobos anak buah Thalia yang perhatian mereka teralihkan.
Bruk!
Yuriel hampir jatuh ke belakang saat dia menabrak seorang pria di depan pintu ruang ViP.
Sebuah lengan kekar memeluk pinggangnya mencegahnya jatuh. “Hati-hati.”
Yuriel mendongkak dan bertatapan sepasang mata segelap obsidian. Dia punya waktu untuk memandang wajah pria itu ketika suara Thalia meraung marah di belakang.
“Kejar dia!”
Yuriel mendorong kuat pria itu dan berlari kencang meninggalkan tempat itu.
Pria itu mundur ketika dua orang pria berjas keluar dari ruang VIP dengan terburu-buru, mengejar gadis berambut cokelat.
“Tuan, Anda baik-baik saja?” Asisten pribadinya bertanya khawatir.
Pria itu tidak menjawabnya, tetapi memandang gadis berambut brunette yang menghilang di kerumunan dengan kening berkerut, tampak memikirkan sesuatu.
“Yunifer ....”
Tepat ponsel di sakunya bergetar. Pria itu mengambil ponsel, melihat itu nama Yunifer di layar ponselnya. Pikiran di kepalanya sirna. Dia tidak menjawab ponsel itu dan bertanya dingin pada asistennya.
“Bagaimana dengan sidang perceraian?”
“Nyonya Yunifer menolak datang ke pengadilan dan pergi ke luar kota. Kami tidak tahu ke mana dia pergi.”
Pria itu berdecak.
“Siapkan tiket penerbangan ke ibukota. Aku sendiri yang membuatnya menandatangani surat cerai.”
“Baik, Tuan Gilren.”
I arrived at the northern pack.Everything here was unfamiliar yet refreshing. It took me a few days to adjust, but after leaving my painful past behind, I found myself stronger than before.My love for baking, something I had cultivated over the years, turned out to be my salvation. With this skill, I landed a job as a baker.I rented a small apartment on a lively street. It wasn't the grand villa I used to live in, but it gave me the chance to meet new friends.Every morning, I stepped into the bakery, exchanged warm greetings with the kind-hearted owner, Rebecca Barrett, and immersed myself in a fulfilling day of work.Three peaceful months passed. I thought I had finally found some semblance of normalcy until that afternoon."Lucy, there's a man across the street at the café. He's been staring at you."During our lunch break, Rebecca tugged on my sleeve with a face filled with concern. "Do you know him?"I looked up and saw a man sitting by the café's large window, just acr
When Ethan arrived home, he turned to Nora with a look of irritation."I'm home. Why are you still following me? What if Lucy sees—"Before he could finish, Nora cut him off, saying, "Just stay with me a little longer. You did promise to have dinner with me tonight, didn't you?"Ethan's expression softened. "Fine. Wait here. Let me check in with Lucy first."Before stepping inside, he switched jackets and lit a cigarette, using the smoke to mask Nora's perfume.Only after making sure there were no lingering traces did he push open the door with a grin."Lucy! I'm back!"But the warm welcome he expected never arrived. The living room was empty, and no one answered.His heart sank, and he rushed into the bedroom."Lucy? Lucy!"The bedroom was empty, and Lucy was nowhere to be found. But it wasn't just her—everything related to her had vanished.Not just the gifts he had given her, but their matching mugs and her favorite hair clips were all gone.It was as if she had never ex
I let out a mocking laugh.Nora probably wanted me to see that message.I ignored her childish games, pretending I hadn't seen anything.When I didn't respond, Nora dropped the act entirely and got straight to the point."Stop pretending, Lucy. You've known all along, haven't you? The baby in my belly is Ethan's. Your mate has already betrayed you."Every time he said he was working late or on a business trip, he was actually with me. That box of condoms today? He goes through plenty in one night."You think you're special? The gifts he gives you are just the ones I didn't want. Now that I have his child and his love, becoming his new Luna is only a matter of time. Why don't you just make it easy on yourself and leave? Give me your place already."Message after message appeared in the chat, each one cutting a little deeper.Nora was right. I was just an Omega and no longer in my prime.But she was young, a Beta, and capable of giving him a child.I didn't reply. Instead, I de
Nora strutted into the house with her chin held high. Behind her, a group of maids carried in Ethan's carefully chosen gifts.I gave her a glance, then turned and headed to my room to pack.Soon, I'd be leaving this place forever.But Nora followed me in. As she brushed past me, a small box slipped from her pocket and landed on the floor.It was a box of condoms.She quickly bent down and picked it up with an exaggerated blush. Then she looked at me and said, "Oh, Lucy, my boyfriend asked me to buy them. He's always so eager. How embarrassing! I hope you don't mind."I didn't even lift my head. My voice remained calm as I replied, "Sounds like you two are in the honeymoon phase."When Nora noticed my indifference, the room fell into awkward silence.I thought she would stop there, but after a moment, she spoke again. "Lucy, could you grab me a cushion? I'm not feeling too well lately. This chair is a bit too hard, and it's making my back ache.""But I'm not sick or anything,"
As soon as Ethan entered the study, he slammed his hand on the desk in anger."I've warned you so many times. Don't let Lucy see you! What if she finds out about us?"But instead of backing off, Nora wrapped her arms around his neck."What are you so scared of? You were begging me to go harder in the office earlier. Now I've come to serve you, and you're not happy?"Ethan's expression turned complicated as he pried her hands off."Don't push your luck. My wife is right next door. If she finds out, I won't spare you."Nora chuckled and seductively undid her coat."So what? She's already shut the door and gone to sleep. She won't see a thing. Besides, don't you want me?"Underneath her coat, she wore nothing but a sultry, revealing bikini.Seeing that, Ethan didn't refuse. The hesitation in his eyes melted away, replaced by a burning desire.I watched, my heart clenching with a sudden sharp, unbearable pain as they tangled together in a heated kiss. The special bond between m
When Nora saw me, she made sure to greet me first."Oh, Luna Lucy. Sorry to bother you so late. There were some things left unfinished at the pack, so I brought the documents to Alpha Ethan. You're not upset, are you?"She was still wearing those blue sapphire earrings, which shimmered with dazzling light under the glow.I walked over and caught the same perfume scent I had smelled on Ethan, now lingering on her.Before I could speak, Ethan interrupted.Frowning, he demanded sharply, "Who asked you to come here? Didn't I say that no work should interfere with my time with my family?"I looked at him with a mocking smile inside.Was he worried I'd be disturbed, or was he more afraid that I'd discover their affair?Nora wore a pitiful expression. "I just came to deliver the documents."The tension in the air was palpable, and I decided to speak up. "Nora's just here for work. Let's talk inside."After Nora walked in, she suddenly pretended to casually grab hold of Ethan. "Oh, b
Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.
コメント