“Kadut! Bereskan manusia lancang itu! Bukan karena amarah pribadiku. Tetapi ini untuk kepentingan bangsa kita, laksanakan segera!” Titah Ki Wono Kelono kepada bawahannya.Kadut sendiri sesungguhnya memiliki wujud yang tidak mengerikan. Tetapi karena ukurannya yang ratusan kali lebih besar dari ukuran normalnya membuat orang tidak akan menyangka jika dirinya binatang berbisa. Bahkan, ia lebih mirip dengan sebuah bedug.Tanpa membalas ucapan pimpinannya, Kadut pun melesat cepat dan lesap. Dirinya melintasi tabir tipis pemisah alam. Lalu muncul lagi di lokasi yang berbeda, tepatnya di tempat lelaki Kurus berada.Tubuh kurus tetua padepokan Lowo Ireng terlihat semakin ringkih manakala semua digdayanya telah di cabut, terlebih ia juga terkena hantaman tenaga dalam dari Ajiseka. Jangankan untuk berjalan, berdiri saja ia tidak mampu melakukannya. Tidak terbayangkan, dirinya seorang diri berada di tengah hutan dengan keadaan yang mengenaskan seperti itu.Sekuat tenaga lelaki itu berusaha meni
Setidaknya ada sepuluh peserta yang terlibat dalam penyusupan, semuanya beraliran hitam. Bahkan, pelaku yang menyeret salah satu peserta yang di selamatkan Ajiseka kini harus terikat selamanya di salah satu ruang penyekapan khusus. Pasalnya lelaki itu memiliki digdaya yang paling tinggi di antara teman-temannya.Empat pimpinan menyalurkan energinya, membuat perisai tebal yang melingkupi seluruh wilayah padepokan Wono Kelono. Bahkan, setiap pimpinan menancapkan pagar pembatas tak terlihat, sekalipun yang melintas adalah bangsa lelembut. Hanya pimpinan yang bersangkutan saja yang dapat melihatnya.“Saya rasa perisai dan pagar ini sudah cukup, terimakasih telah bersedia membantu mengamankan padepokan Wono Kelono. Ke-depannya akan dilakukan pembenahan dan tata cara masuk agar tidak terjadi hal yang serupa,” ujar Ki Joyo Kelono.“Benar, Ki. Memang seharusnya seperti itu. Bahkan, aliran putih sekalipun harus menggunakan tanda pengenal khusus untuk memasuki area padepokan,” jawab Ki Balung W
Energi bening menyelimuti tubuh ringkih lelaki sepuh yang penjadi pimpinan padepokan Paksi Maruta. Hawa dingin yang dikeluarkan oleh energi itu membuat tubuhnya gemetar, dan lambat laun kulitnya memucat. Menandakan jika energi yang terlontar tidaklah sedikit.Kondisi Ajiseka sendiri sudah mulai kepayahan, pasalnya keringat mulai bercucuran di tubuhnya. Tetapi ia tidak mau menghentikan aktivitasnya. Bahkan, dirinya malah ingin menambah suplai energi yang dimiliki.“Hentikan bocah! Tidak seperti itu caranya! Energimu sudah cukup membantu, biarkan gurumu yang menyelesaikan proses selanjutnya. Cukup kau berikan apa yang di perlukan saja!”Tiba-tiba Kumbolo memperingatkan Ajiseka yang bersiap melakukah peningkatan penyaluran energi. Tidak ingin ada resiko yang di tanggung oleh lelaki sepuh di depannya, Ajiseka pun menuruti perkataan Kumbolo. Ia membuka mata dan menoleh pada gurunya seraya mengangguk.“Berikan beberapa mustika milikmu, biarkan tubuhnya memilih sendiri mana yang cocok untukn
Nyai Lurah, Salah satu lelembut yang menguasai pasar gaib sisi Timur Punden senyatanya adalah istri Ki Paksi Maruta. Wanita yang menjaga hutan pinggir perkampungan tepi selatan, bertugas menghalau dan mengabarkan kepada Danuseka jika ada sesuatu yang mengancam keamanan perkampungan manusia di wilayah Punden, khususnya tepi Timur atau Wono Wetan. Sudah pasti dirinya mengetahui dengan baik siapa Danuseka.Maka dengan gamblang Nyai Lurah membeberkan siapa sejatinya diri Ajiseka.“Trah Setyaloka yang hidup di alam Gaib, ha ha ha tidak heran jika mereka kebingungan mencari dirimu,” ujar Ki Paksi Maruta.“Tak heran jika aku tidak mampu mengalahkan dirimu, Ajiseka. Jika menilik dari digdaya dan aura yang terbentuk saat bertarung, dirimu adalah Naga kecil dari selatan, sungguh aku tak mengira jika dirimu adalah manusia,” timpal Gaharu sembari menepuk pundak Ajiseka. Sedangkan Ajiseka sendiri hanya tersenyum kepada Gaharu, lalu ia menatap Ki Paksi Maruta. Sebab pernyataan lelaki sepuh itu men
“Hoy! Untuk apa kalian membuat tandu! Kuburkan di tempat atau bakar saja!” Teriak Tanu manakala melihat bawahannya merakit kayu dan tali.“Baik, Ki.” Jawab salah satu bawahan. Mereka urung membuat tandu untuk membawa mayat tetua jalur kebatinan. Galian seadanya di siapkan. Bahkan, kedalamannya tidak sedalam pemakaman biasanya, mayat naas itu sudah di kuburkan.“Kita lanjutkan pencarian, aku yakin pemuda itu berada di perkampungan yang tidak jauh dari tempat ini,”“Ki Tanu, saya rasa perkampungan masihlah jauh. Terlebih jika kita melihat mayat tetua kebatinan, sudah pasti pemuda itu berada jauh dari tempat ini,”“Ya, lebih baik kita segera menyusulnya bukan? Lihatlah hutan ini, Kang. Gelap dan silu, apakah Kakang ingin mencoba bermalam di sini, hem?”Mendengar pertanyaan dari tetua mudanya, lelaki itu hanya menggaruk kepala. Tidak ada yang salah, pasalnya hutan rimba itu terlihat silu, atau seram. Tak terbayangkan jika mereka memutuskan bermalam di tempat itu, apalagi matahari sudah mu
Purnama yang seharusnya bersinar terang kini menjadi kelam, sinarnya yang sesaat lalu menyinari permukaan danau tak lagi mampu menerangi. Gelap temaram. Bahkan, kabut semakin tebal menyelimuti, tidak hanya di permukaan danau saja, tetapi sudah menyeluruh hingga merambah di tebing yang menjadi pembatas danau dan daratan.Di atas tebing, berdiri anggun dua sosok yang memang sudah menunggu prosesi itu terjadi. Keduanya tidak lain adalah Duripati dan Sariti. Makhluk penghuni Punden yang ingin menguasai wilayah itu secara total.“Nyai, jika suatu saat sesuatu terjadi padaku. Jagalah tempat ini, rawatlah hingga anak turunku benar-benar siap menjadi kekuatan besar yang kelak berada di bawah kekuasaanmu,” ucap Duripati.“Apa yang kau bicarakan Nyai? Mereka adalah calon kekuatan mutlak kita, maka semua harus menjaganya baik-baik, kabut itu menunjukkan jika hanya bangsanya yang bisa memasuki area danau, selebihnya akan sangat sulit. Bahkan diriku juga akan kesulitan kesana, Nyai?”“Ya! Tetapi ti
“Hentikan! Tidak selayaknya kalian berbuat seperti ini demi mendapatkanku!”Perseteruan berhenti seketika, bersamaan dengan itu, Ajiseka tiba-tiba berada di tengah dua kelompok yang sedang bertikai. Tidak susah membedakan kelompok itu, sebab dari pakaian yang dikenakan saja sudah sangat mencolok. Terlebih dari tanda yang mereka kalungkan di lehernya.Ajiseka memberi isyarat kepada orang-orang di belakangnya agar menghindar dari lokasi. Bukan tanpa sebab dirinya melakukan itu, ia merasa jika anggota sekte itu menjadi urusannya. Terlebih ia mendengar jika mereka akan melakukan kekisruhan sebelum menemukan dirinya.“Lakukan yang menurut kalian baik, dan tugasku menghentikan sepak terjang sekte aliran hitam seperti kalian!”“Bagus anak muda! Serang ....” kelompok Tanu merangsek maju secara bersamaan setelah mendapat perintah nya, mereka menghunus pedang dan menyabetkan secara acak. Bahkan, Tanu menyusul dengan serangan atas. Ajiseka melesat cepat ke arah Tanu, tentu melawan satu musuh leb
Dua kekuatan di luar nalar masih beradu, pemuda yang dirasuki Gaharu melawan Tanu tanpa jeda. Tentu tenaga keduanya sama-sama meningkat dua kali lipat dari kapasitas manusia umumnya. Bahkan, terkadang dengan gerakan jarak jauh mereka mampu menghempaskan lawannya.Akibat hempasan tubuh keduanya, cekungan tanah terjadi dimana-mana. pengaruh kekuatan makhluk tak kasat mata yang merasuk membuat rasa sakit di tubuh mereka tidak terasa. Namun, sesuatu terjadi, fisik pemuda yang di gunakan Gaharu lambat laun tidak mampu menampung kekuatan besar yang membersamainya.Gaharu menyadari hal itu, ia tidak ingin terjadi sesuatu kepada manusia yang ia rasuki. Oleh sebab itu Dirinya membawa raga si pemuda menjauhi area pertarungan agar proses pemisahan dari tubuh si pemuda tidak di ketahui oleh lawannya. Namun, tampaknya usaha Gaharu cukup riskan.Pasalnya sosok Tanu, mulai bergerak mengikuti kepergiannya. Maka dengan waktu yang begitu sempit, ia secepatnya keluar dari tubuh si pemuda. Gaharu berubah