Beranda / Romansa / AKU BISA TANPA KAMU / KANTOR CABANG BARU

Share

KANTOR CABANG BARU

Penulis: Reinee
last update Terakhir Diperbarui: 2021-08-10 05:26:39

Pagi itu usai sarapan, kami dikejutkan dengan kedatangan mobil mewah di halaman rumah ibu. Lalu seorang lelaki yang mungkin seusia mas Hanif keluar dan membukakan pintu belakang mobil untuk seseorang. 

"Oh, Pakdhe Arno!" pekik mba Santi. 

Mas Hanif yang sudah siap dengan seragam kerjanya dan sedang menyiapkan motornya pun sampai kaget dibuatnya. 

"Siapa, Dek?" tanyanya pada sang istri. 

"Pakdhe, Mas. Yang kemarin kuceritain itu." Dan kami bertiga pun segera menyambut kedatangan kakak sepupu ibu itu dengan antusias. Tak lupa tiga bocah cilik mengekor di belakang kami. 

"Gimana ibu kalian? Sudah sehat?" tanya lelaki tua yang masih terlihat sangat gagah itu setelah kami semua kembali masuk ke dalam rumah. 

"Alhamdulillah, Pakdhe. Berkat pertolongan Pakdhe ibu sudah membaik sekarang," kata mbak Santi. "Santi bawa ibu ke sini dulu ya, Pakdhe. Tunggu sebentar," kata mba Santi bermaksud untuk bangkit. Namun dengan cepat lelaki dengan penampilan berkelas itu mencegahnya.

"Tidak perlu, San. Biarkan ibumu istirahat dulu. Biar nanti Pakdhe yang ke kamarnya. Ngomong-ngomong, Pakdhe mau ngobrol ini sama Dinda. Tawaran yang kemarin sudah kamu sampaikan ke adikmu kan, San?" tanyanya pada mbak Santi.

"Sudah, Pakdhe. Tuh anaknya, coba Pakdhe tanya sendiri," jawab mbak Santi sambil tersenyum menggodaku.

"Gimana, Din? Mbakyumu sudah cerita kan kalau pakdhemu ini lagi buka kantor cabang baru?"

"Iya Pakdhe, sudah. Saya seneng kalau tawaran itu benar adanya," kataku malu-malu.

"Ya bener to, masa' bohong? Kalau diantara kalian ada yang mau bantu pakdhe di kantor baru ini nanti, pakdhe akan sangat senang. Pakdhe inginnya nanti ada orang yang bisa dipercaya kalau kutinggal lagi balik ke Jakarta. Dan hanya kalian keluarga yang bisa pakdhe andalkan di kota ini," katanya menjelaskan.

"Mbak Santi memangnya nggak mau kerja di kantor Pakdhe?" tanyaku menggoda kakakku.

"Mbak bukannya nggak mau, Din. Masalahnya apa mbak mampu soalnya sudah lama banget nggak kerja. Lagipula, nanti si kembar sama Ibu siapa yang ngurus kalau mbak kerja. Ya kan, Pakdhe?"

"Iya, mbakmu benar, Din. Santi biar jagain ibu kalian saja sama anak-anaknya. Sekarang tinggal kamu. Keluarga kamu kira-kira mengijinkan tidak kalau kamu kerja?"

"Nggak ada masalah, Pakdhe. Lagipula Dinda memang butuh pekerjaan sekarang ini. Cuma yang jadi pikiran Dinda, Icha nanti gimana ya kalau aku tinggal kerja?" Dahiku sedikit berkerut kala teringat akan anakku. 

"Kamu tenang saja, kalau masalah Icha, nanti biar sama mbak. Sekalian mbak urus Rani Rino. Kan malah makin ramai rumah ini banyak cucu. Ibu pasti juga senang. Sekarang kamu tinggal minta ijin aja sama Bram, Din."

"Nah betul itu. Kamu minta ijin dulu sama suamimu. Oya, atau sekalian aja kamu bisa langsung ikut pakdhe ke kantor dulu sekarang biar kamu ngerti, Din. Bareng sama Pakdhe sekalian habis ini."

"Sekarang, Pakdhe?"

"Iyaa, sekalian biar kamu paham. Kebetulan siang ini juga pas acara pembukaan. Pakdhe ke sini tadi kan niatnya mau minta doa ibu kalian agar semua acaranya lancar. Gimana, Din?"

"Mau, Pakdhe. Dinda mau. Aku titip Icha bentar nggak apa apa kan, Mbak?" tanyaku pada mbak Santi yang juga sangat antusias dengan pekerjaan baruku ini.

"Nggak apa-apa santai aja, Din," sahutnya.

"Ya udah kalau gitu aku ganti pakaian dulu ya?"

"Iya, sana. Nggak usah buru-buru juga. Pakdhe juga mau ngobrol sebentar sama ibu kalian dulu," kata Pakdhe sambil mulai beranjak bangkit dari kursi tamu. 

"Oh iya sekalian saya juga mau pamit kalau begitu, Pakdhe," kata Mas Hanif yang sejak tadi hanya jadi pendengar diantara kami.

"Lho lha ini Hanif mau kemana?" tanya Pakdhe keheranan.

"Biasa Pakdhe, tugas negara. Mencari nafkah buat anak istri, hehe," tawa lelaki jenaka itu santai. 

"Ngojek online ya kamu?" tanya pakdhe Arno.

"Iya Pakdhe." Nampak mas Hanif mengangguk membenarkan.

"Kalau gitu kenapa nggak sekalian aja Nif kamu ikut Pakdhe. Kerja di kantor pakdhe." Tawaran pakdhe Arno, yang spontan membuat aku, mbak Santi, dan mas Hanif saling pandang bahagia. 

"Tapi Pakdhe ..." ucap mas Hanif nampak sungkan. 

"Sudah. Anggap saja pakdhe ini sedang minta tolong kamu sama Dinda buat jagain perusahaan. Itung-itung kamu bantuin Pakdhe, sekalian kerja, ya kan?" kata pakdhe meminta dukungan. 

"Ya udah yuk, Nif, sekalian aja kamu ke kantor sama Dinda habis ini," lanjut lelaki tua itu lagi.

Mas Hanif nampak masih kebingungan. Berkali-kali dia menoleh ke arah sang istri yang duduk di sampingnya.

"Ya udah nggak apa-apa, Mas. Rejeki, nggak boleh ditolak kan?" goda mbak Santi.

"Ya sudah kalau gitu. Terima kasih banyak ya, Pakdhe." Akhirnya mas Hanif pun mengembangkan senyum sumringahnya. Diciumnya punggung tangan lelaki yang usianya sudah lebih dari setengah abad itu. Lalu kemudian dia pun bergegas menuju kamar untuk berganti pakaian. 

.

.

.

Kantor yang kami tuju ternyata tak begitu jauh dari rumah ibu. Kami hanya perlu waktu setengah jam untuk menuju ruko cukup besar  yang disewa kakak sepupu ibu itu untuk membuka kantor cabangnya, sebuah perusahaan jasa cargo yang rupanya sudah cukup ternama di negeri ini.

Saat kami datang, sudah ada banyak sekali karyawan yang bersiap melakukan opening untuk kantor cabang baru mereka. Sementara banyak karangan bunga ucapan selamat yang juga sudah memenuhi dinding dan pelataran ruko.

Pakdhe Arno memperkenalkan kami pada para karyawan lama yang kebetulan dipindah tugaskan sementara untuk menangani kantor cabang barunya. Ada Pak Thomas sebagai Kepala Cabang sementara yang bertanggung jawab terhadap jalannya perusahaan selama masa pembukaan. 

"Kita masih butuh beberapa karyawan lagi untuk menempati beberapa posisi, jadi sambil jalan, perekrutan karyawan baru akan tetap dilaksanakan oleh HRD," kata Pakdhe Arno mengawali meeting perdananya siang itu setelah acara pembukaan selesai. 

"Hanif, sebagai perwakilan dari keluarga besar saya, saya percayakan untuk berada di divisi marketing sambil belajar dibawah bimbingan Pak Susatya. Pak Susatya, mohon dibimbing anak saya ini, karena ke depannya, setelah kantor ini bisa berjalan, tim inti akan saya tarik kembali ke pusat. Dan Hanif, usahakan belajar dengan sungguh-sungguh agar nanti bisa memimpin divisi marketing dengan baik." 

Tepuk tangan pun segera menggema di segenap ruangan setelah penjelasan panjang lebar pakdhe tadi. 

"Sementara anak saya yang cantik ini, Dinda, sementara akan belajar di bawah pengawasan pak Thomas. Bagaimana Pak Thomas, siap?"

"Baik Pak. Siap laksanakan," ucap pak Thomas dengan sangat percaya diri. 

.

.

.

Acara pembukaan berlangsung lumayan lama karena ternyata banyak juga pejabat-pejabat setempat yang datang untuk memberikan ucapan selamat. 

Aku dan Mas Hanif sendiri sempat keheranan bahwa ternyata kami memiliki keluarga yang sedemikian sukses dan bahkan ibu saja tidak pernah menceritakannya pada kami selama ini. 

Begitulah memang ibu, sosok sederhana yang cukup hidup bahagia bersama dua anak perempuannya tanpa mengandalkan uluran tangan orang lain. Dan aku selalu bangga memilikinya 

Sore hari sekitar pukul 3, sopir pribadi pakdhe Arno menurunkan kami di jalan depan rumah ibu. Sementara pakdhe Arno sendiri masih ada acara dengan para klien pentingnya di kantor baru tadi. 

Saat kami berdua baru saja turun dari mobil, tiba-tiba saja mbak Santi berlari sambil sesenggukan menghampiri kami.

"Ada apa?" tanyaku dan mas Hanif panik melihat mbak Santi seperti itu. Mbak Santi segera menghambur ke arahku dan memelukku erat. 

"Icha, Din. Icha dibawa pulang paksa sama Bram," katanya sambil terbata.

"Apa?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Suryany Yany
kerennnnnn, saya cuma minta ...️ saja ' Dinda pergi dari rumah itu, dan saya mau Dinda menjadi wanita karir dan sukses dan satu lagi, tunjukkan klw kamu bisa, berubah penampilan cantik dan seksi n putih,dan kamu harus perlihatkan semua mantan suami mu,klw bukan wanita sembarangan LG Dinda
goodnovel comment avatar
Suryany Yany
masa Allah cerita nya sangat menarik dan bagus, tulisan juga tidak ada yang salah biar satu pun, berbeda dengan cerita fizo , banyak yang salah tulisan, itu pun saya juga kurang mengerti dengan tulisan nya, klw yg ini wahh, keren dalam cerita nya juga bagus saya suka' bisa tidak Dinda pergi
goodnovel comment avatar
Ida Yakoub
Semangat Icha. The show must go on
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • AKU BISA TANPA KAMU   RENCANA LAIN PAK ARNO

    Usai ditemui bu Intan, beberapa myhari berikutnya Hanif menjadi lebih waspada. Percakapan w******p Delisha dengan seorang yang disebutnya notaris yang menyuruh Delisha mengambil berkas-berkas penting di kantornya untuk dipindahtangankan secara paksa itu membuatnya harus ekstra hati-hati. Meskipun kenyataannya, Hanif harus mentertawakan kebodohan orang-orang yang menyangka bahwa perusahaan sebonafid milik pak Arno itu dipikir akan menyimpan berkas-berkas aset penting di kantor. 'Penjahat yang sangat bodoh rupanya,' kata Hanif dalam hati. Pak Arno bukan orang amatir dalam dunia bisnis. Perusahaan yang dirintisnya bertahun-tahun dari nol itu tak mungkin mengamankan berkas-berkas aset berharganya sembarangan. Orangtua itu jelaslah sudah menyimpannya di tempat yang sangat aman. Namun kenyataannya, Delisha memang membabi buta dalam bertindak. Mengincar harta ayah angkatnya dengan caara yang kotor namun tanpa perhitungan. Hingga kemudian hari yang ditunggu Hanif pun tiba. Saat pagi itu di

  • AKU BISA TANPA KAMU   KETAHUAN

    Hanif baru akan menyalakan mesin mobilnya di parkiran sebuah kafe usai bertemu dengan seorang klien malam itu, saat sebuah suara menghentikannya."Pak Hanif, tunggu!" teriakan seorang wanita. Saat Hanif menoleh, ternyata bu Intan sudah ada di samping pintu mobilnya yang kacanya belum sepenuhnya tertutup."Bu Intan? Ngapain di sini?" tanya Hanif keheranan."Pak, saya ingin bicara sebentar. Ini penting, Pak. Menyangkut bu Delisha," ucap wanita itu sedikit terbata. Hanif sontak mengernyitkan dahi. Haruskan dia percaya pada wanita yang ternyata sudah berkhianat pada kepercayaan yang diberikan selama bertahun-tahun oleh pakdhenya itu? Hanif ragu.Melihat ketidakpercayaan dalam sorot mata mantan atasanny

  • AKU BISA TANPA KAMU   KEMBALINYA ICHA

    "Baju-baju Icha mau diapakan, Yah?" Icha sedikit kaget melihat Bram sedang duduk di lantai rumah dan memasukkan baju dan barang-barang Icha ke dalam tas besar."Ke sinilah, Cha. Duduk dekat ayah," ucap Bram.Icha melangkah pelan mendekati ayahnya. Lalu duduk bersila sembari memperhatikan Bram yang hampir selesai memasukkan semua barang ke dalam tasnya."Ayah tau beberapa hari ini kamu sedang mikirin ibu. Kamu pasti kangen kan sama ibu?""Enggak kok, Yah," sahut anak itu."Dengarkan ayah dulu. Ayah ini sudah mengenalmu sejak kamu bayi, Cha. Ayah juga bisa merasakan apa yang kamu rasakan. Sama kayak ibu. Hari ini tadi ayah ketemu sama

  • AKU BISA TANPA KAMU   PENGAKUAN BU INTAN

    Kekacauan di rumah Hanif karena marahnya Santi dan bu Ranti rupanya terbawa oleh Hanif sampai di kantor. Penampilan sang direktur hari itu sangat kusut membuat beberapa staf berbisik-bisik usai menyambutnya."Tolong kumpulkan seluruh staf. Ada hal penting yang ingin saya bicarakan," kata Hanif cepat pada salah satu karyawan sebelum dirinya masuk ke ruang kerjanya.Delisha yang rupanya telah berada di ruangannya itu sedikit kaget melihat kekacauan di wajah Hanif."Ada apa? Kenapa kacau begitu, Hanif?" tanyanya basa-basi. Padahal wanita itu sudah bisa menduga pasti telah ada sesuatu yang terjadi di rumah Hanif hingga lelaki itu nampak sangat kacau pagi itu."Bukan urusanmu!" gertak Hanif. Dia b

  • AKU BISA TANPA KAMU   TERJEBAK

    Kian hari Delisha makin gencar mendekati Hanif. Sementara bu Intan berada pada dilemanya dari hari ke hari. Meski pada awalnya dia tergoda dengan tawaran sang anak angkat pemilik perusahaan untuk merebut kepemimpinan dengan iming-iming sebuah mobil mewah, namun rupanya semakin ke sini hatinya tak tega juga menyaksikan niat jahat Delisha pada Hanif."Tolong hentikan, Bu. Pak Hanif itu orang baik. Ibu jangan libatkan pak Hanif dalam rencana ibu," pintanya siang itu pada Delisha saat wanita itu datang berkunjung ke ruang kerjanya."Siapa sih memangnya yang melibatkan Hanif? Aku hanya memperalatnya saja, bu Intan. Itu beda.""Itu malah lebih menyedihkan, Bu. Saya mohon hentikan saja ini. Pak Hanif itu sangat dekat dengan Pak Arno. Saya yakin jika Anda bisa baik dengannya,

  • AKU BISA TANPA KAMU   KEGELISAHAN ICHA

    Malam itu pukul 12 malam, warung kopi Bram sudah tampak sepi. Lelaki yang sudah mulai sedikit tumbuh jenggot di dagunya itu terlihat sedang membersihkan peralatan kotor sambil sesekali melirik ke anaknya yang duduk termenung di sebuah bangku pelanggan yang kosong.Malam minggu, Bram biasanya membiarkan Icha untuk menemaninya hingga larut. Walau biasanya Icha akan sudah mengantuk saat jarrum jam menunjuk angka 9. Kali ini sedikit berbeda. Anak gadis kecilnya itu berulang kali mengatakan bahwa dirinya belum mengantuk kala Bram menanyainya. Hingga kemudian saat jam menunjuk angka 12, Icha pun masih terjaga menemani sang ayah berjualan.Selesai dengan pekerjaannya, Bram pun melangkah pelan menghampiri Icha dengan dua gelas teh panas di tangannya."Belum ngantuk juga,

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status