Bab 2
Sebaiknya aku harus hati-hati dalam menggunakan sosial media, dari status yang di-update oleh Jenni, di sana akun fake bilang fokus pada bayi, sedangkan screenshot dari Isma, pernikahan itu berlangsung baru semingguan.
[Isma, itu bayi yang disebut bayi kita, itu anak mereka?" tanyaku lagi.[Iya, dia tuh awalnya nikah siri karena tekdung duluan, terus setelah anaknya lahir, mereka baru akad lagi, dan sekarang sudah resmi di KUA.]Aku menggelengkan kepala, kok bisa mereka menikah secara hukum? Bukankah harus persetujuan aku, istri pertamanya? Apa jangan-jangan sudah dimanipulasi semua? Apakah mereka memalsukan surat persetujuan dariku?Rasa penasaranku kian bertambah, tapi ini sudah semakin yakin dan mantap bahwa akun kloningan itu adalah milik suamiku. Sebaiknya untuk memperkuat dugaanku, aku meminta bukti yang lebih akurat saja, yaitu video pernikahan. [Maaf, Isma, kalau boleh tahu, sedekat apa ya kalian? Atau untuk lebih meyakinkan, bisa minta tolong salin link videonya. Itu ketika ijab qobul video bukan sih?]Aku menanyakan hal yang sangat intens, biarkan saja, yang mulai duluan membuka informasi ini kan Isma sendiri, tujuannya untuk apa aku tak peduli.Isma tak kunjung membalas, lama sekali ia membalas chatku, padahal sedang online di aplikasi berwarna hijau itu.Sambil menunggu Isma menjawabnya, aku buat akun fake untuk menelusuri status Jenni yang masih disetting publik, lalu scroll wall miliknya dan coba membaca satu persatu komentar yang ada di status Jenni. Jantungku dibuat bergetar hebat ketika membaca salah seorang komentator yang tidak lain adalah adik iparku sendiri, Salma namanya. Kenapa ia bisa ada di kolom komentar milik Jenni? Sedangkan tadi kulihat dengan akun asli, tidak terlihat komentarnya, apakah aku diblokir?[Aku setuju dengan status Kak Jenni, istri kedua bukan pelakor. Kalau istri pertama adalah wanita songong, memang lebih baik ditendang.] tulis Salma dalam komentarnya dengan emoticon tertawa terpingkal-pingkal.Balasan menohok juga keluar dari mulut Jenni. [Nggak kenal akrab ini yak sama bini pertamanya, kalau akrab mungkin dah jambak-jambakan. Btw makasih loh Salma, ini semua karena kamu.][Iya sama-sama, oh ya terima kasih skincarenya udah sampai, jadi pingin cepat-cepat cantik dan mulus seperti Kak Jenni.][Cantik itu relatif, tapi kalau buluk sudah hal yang lumrah terlihat. Jangan buluk, Dek, nanti ditinggalkan suami. Semangat.]Begitulah isi dari kolom komentar Jenni bersama Salma, adik iparku. Sakitnya ketika mendengar candaan yang mengarah ke fisik. Astaga, aku memang buluk, tapi aku tidak sempat memoles wajah karena sibuk mengurusi dua orang anak yang masih kecil-kecil.Sepertinya tak perlu bukti lagi, obrolan dari Jenni dan Salma sudah cukup komplit. Heran juga dengan mereka, ngobrol seperti itu di ranah publik apa tidak malu jika dibaca orang?Kalau memang Mas Leo telah mengkhianati pernikahan kami hanya karena aku yang buluk, akan kubuat ia menyesal seumur hidup karena telah meninggalkanku.Aku raih ponsel yang ada di atas nakas, kemudian menghubungi Mas Leo."Halo, Mas.""Ya, Nia, kenapa? Mas lagi kerja kok telepon?" tanyanya.
"Mas, aku boleh minta sesuatu?" tanyaku.
"Boleh dong, Sayang."
"Aku ada keperluan mendadak, boleh minta uang nggak?" tanyaku lagi, mengingat jatah bulananku selalu dibatasi olehnya, jadi untuk membeli skincare dan perawatan wajah lainnya tak ada sisa.
"Tentu boleh, berapa Sayang?""Aku butuh 50 juta. Hari ini juga bisa kan kamu ke Bank untuk transaksi?" tanyaku."Apa? Untuk apa, Sayang?"
"Boleh nggak? Kalau nggak boleh, aku pulang nih, bawa anak-anak kita, kamu nggak mau kehilangan mereka, kan?"
"Astaga, kamu kenapa sih, Nia? Kenapa jadi ancam suami seperti ini? Jangan bikin aku kesal!" cetusnya dengan nada meninggi."Ya sudah, aku pulang," ancamku."Jangan, akan kukirim uangnya setengah jam lagi. Jangan pulang ya," lirihnya.Aku pun menutup telepon, dan menunggu notifikasi mobile banking. Setelah ini, aku akan ke salon dan menghabiskan semua uang yang ia berikan dalam sehari. Aku ingin tahu reaksinya seperti apa setelah aku mulai bersikap aneh dengannya.'Kamu pikir aku diam saja ketika tahu suamiku memiliki dua istri, dengan alasan wajahku kini buluk dan kusam pula, nanti kalau aku sudah cantik lagi, aku juga takkan mau disentuh olehmu, Mas Leo,' gumamku dalam hati.Setelah membaca satu persatu komentar yang tidak dapat kubaca dengan akun asli, akhirnya Isma membalas pesanku yang tadi, ia mengirimkan video pernikahan mereka. Baiklah, bukti video telah kupegang, untuk selanjutnya, aku akan menguras harta Mas Leo perlahan dan membuat mereka menyesal telah berkhianat pada wanita yang benar-benar tulus.BersambungBab 32 POV Author "Salma, Mah, Salma masuk rumah sakit," ucap Nia. "Ah biar saja kalau dia," jawab Mama Desi tak peduli. "Mah, Salma hampir saja jadi korban pemerkosaan," ucap Nia kembali memberikan kabar.Mendengar ucapan Nia, Mama Desi terperangah. Namun, lagi-lagi egonya lebih tinggi. "Biar saja, Mama tak peduli!" ujarnya mencoba tak acuh. "Mah, kalian itu tetap ada ikatan, buktinya perasaan Mama dari tadi cemas, ya kan?" Nia berusaha meyakinkan mantan mertuanya itu. Meskipun belum resmi bercerai, bagi Nia, Leo adalah mantan suaminya yang dalam proses perceraian. "Rumah sakit mana?" tanya Mama Desi akhirnya luluh. Ia terdengar sesegukan di telepon, mungkin naluri seorang ibu luluh saat mendengar anaknya dilecehkan. "Rumah Sakit Pelita, Mah, aku pagi ini juga ke sana, ketemu di RS ya, Mah," ucap Nia. "Ya, saya akan beritahukan ini pada papanya dan Leo, terima kasih banyak informasinya," jawab Mama Desi.
Bab 31(POV Author)Malam yang kian larut dan lampu jalanan yang tak terlalu terang menjadi saksi peristiwa yang menimpa Salma. Suaranya hampir habis, tetapi usahanya percuma. Tak ada satu pun yang mendengar teriakannya apalagi melihat dan datang membantu.Ia masih mencoba berlari menghindari kejaran dua lelaki yang telah menyiram bensin ke wajahnya. Kakinya terasa sakit sehinga ia terseok-seok. Kondisi mabuknya pun membuat ia semakin kesulitan untuk berlari, sesekali tubuhnya hampir limbung tetapi ia masih berusaha menjaga keseimbangan meski tetap sempoyongan.Tawa kedua lelaki berbadan kekar masih terdengar, seolah mereka sengaja menjadikan Salma sebagai bahan permainan seperti seekor tikus kecil. “Hai, Nona cantik! Kamu mau coba lari ke mana? Coba lihat dirimu, berdiri tegak saja sudah tak mampu. Sudahlah, lebih baik nikmati malam ini dengan kami!” teriak salah satu dari mereka.Salma masih tak menggubris ucap
Bab 30POV Salma"Tenang semua, tenang!" Tiba-tiba orang tua Gani muncul dari balik pintu."Tante, Om," sergahku. Namun, mereka tak mempedulikan pelukan aduan dariku. Kenapa mereka seperti ini?"Kalian bubar, ini menantu saya, mereka sudah menikah lama di luar kota, kalau nggak percaya, tunjukkan buku nikah kalian, Ratna," ucap mamanya Gani. Benarkah itu? Ucapannya membuatku dan semua orang terbelalak, sebab sudah setahun lebih aku bersama Gani, tapi tak pernah tahu bahwa sebenarnya ia telah menikah.Kemudian mereka mengeluarkan buku kecil dari tas, lalu memberikan buku itu ke salah satu warga. Mereka memperhatikan antara foto yang berada di buku dan asli. Kemudian, setelah itu, mereka bermunduran keluar rumah."Kalian mau ke mana? Bukankah tadi mau bakar mereka?" tanyaku ketika semua warga pergi keluar rumah."Kamu yang seharusnya pergi, Salma," ucap mamanya Gani. Pantas saja, setiap kali aku ke ru
Bab 29POV Leo"Kamu saya pindah ke perusahaan Papa saya, dan tidak lagi menjadi office boy di kantor ini, tapi dengan syarat, please jangan ganggu lagi Nia," ucap pimpinan perusahaan yang bernama Iqbal. Rupanya ia menaruh hati pada mantan istriku, Nia.Aku tertunduk sambil menatapnya datar, lalu bicara pelan padanya."Maaf, bukankah urusan kantor dan pribadi tidak bisa dicampur aduk?""Saya tidak campur aduk, sebenarnya saya tahu siapa kamu, dan setelah ini pastinya Salma akan berbuat yang merugikan Nia, saya yakin itu. Makanya, kamu dipanggil pagi-pagi, untuk saya pindah ke perusahaan Papa saya. Terserah kamu, mau atau tidak," ancamnya.Hubunganku dengan Nia telah berakhir, memang tak ada yang bisa dipertahankan, aku dengan Nia sudah tak ada lagi rasa yang tertinggal. Cintaku saat ini hanya untuk Jenni dan anak-anak. Jadi, tidak ada alasan untuk menolak tawaran Pak Iqbal."Baiklah, Pak
Bab 28POV NiaSebenarnya aku tak paham betul apa maksud dan tujuan Salma. Ia begitu arogan, seperti orang kehausan kasih sayang, jadi di jiwa dan hatinya hanya ada antusias keinginan.Tante Maya mengajak anaknya, Salma, ke toilet, dan momen inilah saatnya kami berembuk mengenai sikap Salma. Terutama Iqbal yang sebenarnya keberatan dengan sikap dan perilaku Salma."Sudahlah, kamu jangan diambil hati, ya, Nia. Om Jaya memaklumi sikap Salma, wajar dia seperti itu," ucap Pak Jaya."Iya, Pak," tundukku."Tenang saja, pokoknya kami percaya kamu, Nia," susul Iqbal. Aku beruntung, memang sangat beruntung, wajarlah Salma iri, karena memang rasanya mustahil sekali ada lulusan D3 yang dipertahankan oleh keluarga bosnya.Setelah Tante Maya berhasil menenangkan Salma, mereka kembali ke meja makan. Kemudian, ia pun menyetujui apa yang telah menjadi keputusan Pak Jaya.***Pagi itu, kulihat Mas Leo dipang
Bab 27POV SalmaKenapa nasib Nia selalu mujur? Sudah berhasil kupisahkan dengan Mas Leo, masih saja ia mendapatkan keberuntungan. Rasanya ini tidak adil bagiku yang sedari kecil tak pernah mendapatkan keadilan.Aku harus berhasil membuat kedua orang tuaku lebih memilih anaknya ketimbang Nia, yang hanya orang lain. Kecemasanku hanya satu, khawatir Mas Iqbal jatuh cinta pada Nia, wanita buluk beranak dua. Kalau mereka sering ketemu, pastinya akan timbul benih cinta.Setelah berhasil membujuk papa baruku untuk menjadikan aku sekretaris, aku terperanjat ketika mendengar kalimat susulan yang ia lontarkan."Tapi Nia akan menjadi asisten pribadi Iqbal," celetuknya membuatku yang tadinya tersenyum tipis kini menunjukkan keseriusan kembali.Kulihat wajah Nia pun terkejut ketika mendengar penuturan Papa Jaya, entahlah ia memancingku untuk emosi atau memang sudah rencananya seperti ini agar aku tak bisa lagi berkutik.