Share

Bab 5

Bab 5

POV Leo

Notifikasi terus menerus masuk di akun asliku. Seseorang telah membagikan video ketika aku dan Jenni menikah. Akun fake itu pun tidak tanggung-tanggung ia add semua pertemanan yang sama denganku dan Jenni. Nama akun yang ia buat juga sama persis dengan akun fake milikku. Ini yang membuat Jenni salah paham terhadapku.

Setelah akun yang bernama Hans Jennifer membuat postingan tentang pernikahan keduaku, ponsel jadi ramai pemberitaan. Apalagi bos besar mengetahui hal ini. Namun, aku berhasil meyakinkannya. Dengan cara membenarkan bahwa aku memang memiliki dua orang istri, tapi aku mengakui bahwa Nia tahu tentang ini semua. 

Kebetulan di postingan tersebut tak ada akun Nia dalam pertemanannya. Itulah sebabnya Jenni jadi mencurigai aku.

Sekarang hanya Jenni yang masih menuduhku sengaja membuat postingan tersebut. Ia bersikeras bahwa akun tersebut adalah milikku. Sebab, memang sama persis dengan akun fake yang telah kubuat.

[Sayang, kamu nggak percaya dengan ucapanku? Kamu buka sendiri aku milikku ya!]

Aku kirim pesan singkat melalui aplikasi berwarna hijau. Kemudian, kulihat Jenni menulis pesan.

[Ngapain buka akun milikmu, bisa saja kan kamu bikin aku baru lagi!] balasnya tetap tidak percaya.

[Aku nggak bohong, Sayang. Malam ini aku ke rumah, ya.]

[Terserah, tapi bawa uang 20 juta ya, sebagai ungkapan rasa maaf kamu.]

Astaga, uangku sisa 10 juta di ATM, sudah tak punya tabungan lagi. Sebab, pernikahan kemarin ia meminta mahar 100 juta untuk uang menutup mulut semua anggota keluarganya agar tidak terbongkar perselingkuhanku dengannya.

Akhirnya aku coba hubungi Jenni agar bicara melalui sambungan telepon. Sebab, jika melalui chat mudah di screenshot nantinya. 

"Halo, Sayang," ucapku ketika ia angkat telepon.

"Nggak bisa ya bawa uang 20 juta?" 

"Maaf, Sayang. Uangku habis, tolong pengertiannya," rayuku.

"Nggak, aku mau kamu membawa uang yang kusebutkan tadi." Telepon pun terputus.

Aku harus putar otak untuk mendapatkan uang 10 juta lagi. Apa sebaiknya pulang kerja nanti kupinta lagi uang yang tadi kutransfer ke Nia?

***

Setibanya di rumah, aku dibuat pangling olehnya. Nia tampak cantik sekali, tidak seperti biasanya yang hanya mengenakan daster dengan rambut diikat.

Aku coba menanyakan gosip yang sempat menyebut namanya. Semoga saja ia tidak membacanya. Aku tahu betul Nia tidak update dalam sosial media.

Setelah menanyakan mengenai video yang tersebar, ternyata Nia tak mengetahui hal ini, dengan menghela napas lega, aku pun melanjutkan pertanyaan lain.

"Nia, uang yang tadi aku transfer masih ada nggak?" Ia mengernyitkan dahi, mungkin heran dengan pertanyaanku.

"Ada, tapi sudah aku deposit, nggak bisa diambil," jawabnya santai. Aku memutar otak kembali, tidak mungkin tiba-tiba bilang butuh uang saat ini juga, dan tidak mungkin juga aku bilang uang tabunganku sisa sepuluh juta. Bisa-bisa Nia pulang, dan orang tuanya nanti akan menghubungi orang tuaku, gawat kalau begini.

Pernikahan keduaku hanya diketahui oleh adikku, Salma. Ya, karena Salma juga yang menjadi comblang kami berdua.

"Mas, kenapa bengong? Nanyain uangnya kenapa? Mengira aku menghabiskan uang untuk beli baju dan ke salon?" sindir Nia.

"Ya kamu tuh cantik apa adanya, Nia. Justru kalau dandan aku khawatir ada laki-laki lain yang melirikmu," rayuku.

"Biarin, kalau ada yang naksir itu kebetulan," cetusnya.

"Kebetulan gimana?" 

"Ya, kalau ada yang lebih baik dari kamu, kenapa nggak!" ledeknya.

"Gini kan kalau kamu cantik, jadinya sombong," candaku.

Kemudian ia meninggalku ke kamar. Mungkin mau mengganti baju dinasnya yaitu daster.

Aku memiliki ide untuk meminta uang pada orang tuaku. Cara ini satu-satunya untuk mendapatkan yang dipinta oleh Jenni.

"Halo, Mah."

"Ya, Leo, ada apa?" jawabnya di seberang telepon.

"Mah, minggu ini aku ingin liburan  bareng anak-anak, boleh minta uang nggak? 10 juta saja," ucapku.

"Boleh dong, untuk cucuku apa sih yang nggak," sahutnya. Akhirnya, aku bisa ke rumah Jenni dengan membawa uang sepuluh juta.

"Ya sudah, transfer ke rekening aku saja ya, Mah. Jangan ke rekening Nia."

"Oh ya sudah, setengah jam lagi Mama transfer ya, kan mobile banking ada handphone Papa kamu, nunggu Papa pulang," jawabnya.

"Oke, Mah." Telepon pun aku tutup.

Sesayang itu orang tuaku pada cucunya. Maka dari itulah aku tidak mungkin meninggalkan Nia hanya karena Jenni. Namun, aku juga tak dapat meninggalkan Jenni demi Nia. Keduanya memiliki kelebihan yang berbeda. 

Nia adalah anak dari sahabat orang tuaku. Aku menikah dengan Nia karena hutang budi terhadap orang tuanya.

***

Setengah jam waktu yang cukup lama, perjalanan dari sini ke rumah Jenni itu setengah jam lamanya. Jadi, aku berangkat saja, nanti setibanya di sana, langsung transfer ke rekening Jenni.

Baru saja kaki ini melangkah, mobil Terios berwarna putih terparkir di depan rumah tetangga, orang tuaku datang. Aneh sekali, tadi mama bilang ia berada di jalan, dan ia juga bilang setengah jam lagi transfer.

Aku meletakkan kunci mobil kembali, dan menyambut orang tuaku yang baru saja turun dari mobil.

"Mah, Pah, kok ke sini nggak bilang-bilang?" tanyaku sambil mencium punggung tangan mereka. Namun, wajah keduanya teramat kaku, tak ada senyuman yang terpancar di bibirnya.

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status