Share

Episode 4.

Serpihan-serpihan ingatan yang berisikan kobaran api mengganggu kegelapanku.

Eugene yang berlari kesetanan mengejar Reptilian yang menyanderaku.

Kemudian terdengar sebuah ledakan dan berakhir aku mati di pelukan seseorang misterius.

Aku melompat bangun. Memaksakan membuka mata begitu saja hingga sebuah denyutan yang terasa perih di kelopak mata kiriku. Sebelah pandanganku juga terlihat gelap. Apakah aku mengalami kebutaan di sebelah mataku?

Ada sebuah rasa sakit lain yang terasa di berbagai tempat di sekujur tubuhku. Ada sebuah perasaan hampa, dan sebuah rasa lapar yang sangat luar biasa hingga membuat tenggorokanku terasa kering. Mungkin jika aku bersuara sedikit saja bisa menyebabkan tenggorokanku lecet.

Namun mengabaikan kekhawatiranku, aku memilih untuk melihat sekitar. Tempat yang sangat asing. Usang, berdebu, terlihat sudah ditinggalkan puluhan tahun dan tak terawat. Punggungku terasa keras, sepertinya bukan sebuah kasur yang kutiduri saat ini. Semuanya terasa dan terlihat asing. Ini bukan Erythroupoli. Ini bukan Distrik Carees. Ini juga bukan Rumah Sakit di luar kota bertembok. Lantas, aku berada di mana sekarang?

Langitnya memang terlihat berbeda namun tidak dengan rasanya. Suara semilir angin juga terdengar dengan sangat jelas di telingaku. Terasa mengganggu karena terdengar begitu jelas seakan-akan telinga sedang berhadapan dengan kipas angin. Ini menjengkelkan!

“Oh? Kau sudah bangun rupanya!”

Suara bisikan yang entah kenapa terdengar jelas di telingaku terdengar dari arah pintu masuk ruangan asing ini. Suaranya terdengar asing, aku baru mendengarnya. Seseorang yang menyelamatkanku pasti orang asing.

Menolehkan wajahku ke pintu, mendapati sesosok pemuda bertubuh tinggi dan terlihat kurus sedang membawa baskom berisikan air dingin. Pemuda itu kemudian mendekat ke arahku, memeriksa setiap jengkal tubuhku yang entah sejak kapan dilapisi oleh perban.

“Ini memang sebuah keajaiban,” gumamnya sambil membuka satu persatu perban yang membalut tubuhku. “Tuan Aquilla pasti merasa senang ketika mendengar kabar ini. Kabar kalau ciptaannya telah berhasil melewati masa kritis dan tidak menjadi Reptilian.”

Dia menyebutkan Reptilian? Apakah sekarang aku berada di luar pulau Alluxendria sekarang?

“Sebenarnya... di mana ini?” tanyaku memberanikan diri saat tangan pemuda tersebut merayap ke wajahku, membuka sebuah perban yang melingkari kepalaku dan menutupi mata kiriku. Oh pantas saja aku hanya bisa melihat dengan sebelah mata. Ternyata mataku terluka.

“Kita berada di Sektor Lima, Durham. Buka matamu perlahan. Memang terasa sakit karena bekas jahitannya belum mengering. Tapi, aku harap kau mampu menahan rasa sakitnya,” jawabnya sambil memerintahkanku untuk membuka mata.

Tanpa sadar, kedua alisku bertaut. Durham? Sektor Lima? Hei, Durham itu ada di negara mana?

Tapi, aku abaikan kebingunganku dan lebih memilih untuk membuka mata kiriku dengan perlahan. Rasanya perih setiap kali sedikit demi sedikit visi dari dunia yang kulihat melalui mata kanan memasuki retina kiriku. Aku terkejut ketika mataku terbuka semuanya. Bagaimana aku bisa menjelaskannya ya. Mata kiriku... aku bisa melihat benda yang jauh di balik tembok sana. Dunia luar yang entah kenapa hanya bisa terlihat di mata kiriku. Seakan-akan aku berada di bangunan runtuh.

Dan sepertinya pemuda itu menangkap dengan jelas kepanikanku ketika membuka mata. Dia terkekeh, mengusap sebuah aliran darah yang merembes keluar dari bekas luka di bawah kelopak mataku dengan ibu jarinya.

“Itu akan melelahkan jika kau terus membuka mata kirimu,” ujarnya memperingatiku ketika aliran darah itu terus merembes keluar. Mengantarkan rasa perih yang berdenyut di sekitarnya. “Kau akan berdarah jika kelelahan. Garis lukanya memang panjang, tapi, hanya di dekat kelopak matamu saja yang akan mengeluarkan darah jika kau kelelahan.”

“Terima kasih,” ujarku seraya kembali memejamkan mata kiriku. “Ngomong-ngomong, Durham itu ada di mana?”

“Durham, berada di timur laut Inggris.” sebuah suara tiba-tiba menjawab pertanyaanku, berasal dari pintu masuk tadi. Kami menoleh ke arah sumber suara. Mendapati seorang pria bertubuh lebih tinggi dari pemuda di hadapanku ini. Jubah hitam menyelimuti tubuh tingginya, kurus, dengan rambut belah dua yang tersisir rapi. Garis wajahnya tegas namun matanya terasa kosong. Hidungnya mancung ngomong-ngomong. Kulitnya pucat, seperti penggambaran vampir pada cerita-cerita novel yang kubaca di waktu senggang. “Wajar saja kau bingung Durham itu berada di mana. Ini bukan dunia asalmu. Ini adalah Dunia Ke-7.” Dia melanjutkan tanpa peringatan ataupun perasaan sungkan untuk berkata demikian.

“Kau terluka parah saat Tuan Aquilla membawamu kemari. Dan beruntungnya, kau tidak berubah menjadi Reptilian setelah lima hari tertidur.” Pria di hadapanku kembali membersihkan jejak air mata darah di mata kiriku dengan telaten dan penuh kelembutan. “Namaku Yoon Seonghwa. Dan pria yang berdiri di ambang pintu itu adalah Tuan Aquilla, Ayah kita berdua.”

Aku mengernyit, kebingungan dengan kata ‘Ayah’ yang diucapkan oleh pria yang mengenalkan dirinya sebagai Yoon Seonghwa tersebut. Apa maksud dari mengucapkan kata tersebut? Dan juga, bagaimana bisa aku berada di Dunia Ke-7? Apakah memang dunia paralel itu ada?

Pikiranku berkecamuk, antara ingin menerima kenyataan dan menyangkalnya. Dan sepertinya kegundahanku ditangkap dengan jelas oleh Seonghwa dan juga Aquilla. Terbukti dengan Seonghwa yang melemparkan pandangan khawatir pada Aquilla. Kemudian pria yang sedari tadi bergeming di ambang pintu itu akhirnya bergerak. Menghampiriku dengan sebuah kantong darah yang tiba-tiba menggugah seleraku.

Aku mendongak saat dia, Aquilla, berdiri di hadapanku. Rasa lapar tiba-tiba membuncah. Perutku bergemuruh, mataku berkilat ketika Aquilla menyerahkan kantong darah tersebut kepadaku.

“Lima hari tertidur... kau butuh nutrisi.” Aquilla menatapku dengar datar saat aku memberinya tatapan mendamba karena merasa tidak sabar mengisi tenggorokanku dengan cairan merah tersebut.

Tersenyum sumringah ketika Aquilla akhirnya menyerahkan kantong darah tersebut, aku bergegas menggigit ujungnya. Meminum dengan cepat cairan merah yang sedikit kental tersebut dengan rakusnya. Mengundang tatapan heran dari Seonghwa yang sedari tadi memperhatikanku.

“Kau tidak terkejut?” Seonghwa memberikan tatapan tidak percayanya padaku yang dengan santainya membuang kantong yang telah kosong tersebut. “Aku kira kau akan terkejut. Menolak kantong darah tersebut, kemudian merenung seharian karena merasa bersalah pada kejadian yang akan terjadi di masa depan.”

“Tidak. Aku hanya terkejut karena ternyata dunia paralel itu memang ada,” jawabku menatap Aquilla. Wajahnya datar dan gelap, mata berwarna ungunya bersinar terang di kegelapan. “Aku pernah membaca sebuah buku novel, di mana karakter utamanya berubah menjadi Vampir karena sekarat. Kemudian kisah yang diceritakan oleh buku itu adalah perjalanan hidup karakter utamanya dalam menyelamatkan dunia.

“Lalu, apakah sekarang aku adalah Vampir?” tanyaku tanpa mengalihkan pandanganku dari Aquilla.

“Kau seorang Seraphie sekarang. Hampir mirip seperti Vampir, tapi bukan.” Wajahnya terlihat sedikit lebih tenang dari sebelumnya. Bahkan kini ia berjalan ke arah sebuah jendela yang menampilkan langit malam Kota Durham. “Singkatnya, kau dan aku saat ini terhubung. Aku bebas keluar masuk dari tubuhmu, dan kau bisa bertahan hidup karena jiwa kosong yang kuberikan kepadamu.”

Aku mengangguk mengerti, “Lalu, apakah Yoon Seonghwa juga sama sepertiku?” Seonghwa terlihat terkejut ketika aku bertanya kepadanya. Sepertinya dia merasa terkejut karena aku terlihat tidak terkejut ataupun menyangkal kenyataan ini.

“Ya. Aku kakakmu sekarang.” Seonghwa menjawabnya dengan sebuah senyuman ramah yang terkesan dipaksakan. “Kau benar-benar ajaib! Baru kali ini aku bertemu dengan orang yang cepat menerima kenyataan sepertimu.”

“Kalau begitu, kau bisa langsung siap mempelajari berbagai hal yang berkaitan dengan kehidupan seorang Seraphie.”

Aneh. Tiba-tiba aku merasa merinding ketika Aquilla mengatakan hal tersebut tanpa menatapku sama sekali. Seakan-akan sebuah kenyataan pahit akan menamparku ketika mulai mengikuti pelajaran yang diajarkan oleh Aquilla.

To Be Continue.

Lynix's Trivia

Seraphie : Makhluk Humanoid ciptaan Spirit Rasi Bintang. Penciptaannya bertujuan untuk menjadi wadah bagi para Spirit Rasi Bintang untuk bisa bebas berkeliaran di Dunia Tengah. Memiliki ciri-ciri berkulit pucat, tidak bernapas, akan berubah menjadi debu ketika terlalu lama berada di bawah sinar matahari, dan mereka mengkonsumsi darah sebagai nutrisi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status