Share

Accept My Revenge
Accept My Revenge
Author: blackonix_29

Prologue

“Ada apa kau kemari, Alvin?” tanya pria bernama David Alexander.

“Aku kemari untuk mengambil kembali apa yang menjadi milikku, termasuk rumah ini.” David mengernyit.

“Apa maksudmu—“ Sebelum menyelesaikan ucapannya, Alvin segera memotong ucapannya.

“Aku akan merebut apa yang seharusnya menjadi milikku walau harus membunuhmu, David.” David membelalak saat Alvin mengarahkan pistol kepadanya.

“Apa kau bercanda? Singkirkan senjata itu!” perintah David.

“Tidak akan! Kau harus mati sekarang juga, David!”

Dor ... Dor....

Suara tembakan itu bergema hingga sampai ke kamar yang ditempati Clara. Clara terbangun karena terkejut dan mengintip sekilas keluar. Ia membelalak saat mendapati sang ayah tergeletak tak berdaya.

“Dengan ini, kami tidak akan jatuh miskin. Terima kasih saudaraku, istirahatlah dengan tenang bersama istrimu.” Alvin bangkit berdiri dan menatap kamar Clara. Ia memberi aba-aba pada para bawahannya untuk masuk ke kamar Clara. Clara yang melihat itu langsung menutup dan mengunci pintu kamarnya. Ia pun bersembunyi di bawah ranjang dan menutup rapat-rapat matanya berusaha menyingkirkan bayangan kematian ayahnya di kepalanya.

“Hiks ... ini mimpi hiks ... ini hanya mimpi hiks....” Di tengah isakannya, seseorang menutup mulutnya hingga ia ketakutan dan berusaha melepaskan diri.

“Sstt....” Clara menatap pria di sebelahnya dan berhenti meronta.

“Tenanglah, Paman akan menyelamatkanmu. Yang perlu kau lakukan saat ini adalah diam dan dengarkan Paman, oke?” Clara mengangguk dengan yakin. Ia tidak tahu siapa orang di sebelahnya ini namun, ia merasa orang di sebelahnya baik.

“Bagus. Paman akan membawamu ke suatu tempat dan kau akan aman di sana.” Clara kembali mengangguk. Suara pintu yang diketuk secara kasar terdengar dari luar membuat Clara gemetar.

“Tidak usah takut. Mereka tidak akan bisa menangkapmu selagi ada Paman di sini. Kita akan pergi sebelum mereka menemukanmu.” Clara mulai tenang dan percaya pada pria paruh baya itu. Namun, kepalanya terasa berat hingga ia tak mampu membuka matanya. Ia pun pingsan dan membuat pria paruh baya itu menghela napasnya.

‘Dia pasti shock setelah melihat kematian ayahnya,’ batin pria paruh baya itu.

Alvin berdecak kesal melihat para bawahannya menendang pintu kamar Clara.

“Dasar tidak berguna!” Ia pun mendekat ke pintu kamar Clara dengan pistol di tangannya lalu, menembak knop pintu itu dan menendang pintu itu hingga terbuka.

“Cari dia!” Para bawahan Alvin masuk dan memeriksa seluruh isi kamar Clara namun, tidak menemukan siapapun di sana. Pintu jendela kamar yang terbuka memperkuat dugaan jika Clara kabur dari jendela itu.

“Lapor, Tuan. Nona Clara tidak ada di kamarnya. Dia kabur melalui jendela.” Alvin mengernyit.

“Bagaimana mungkin? Apa dia melompat?” Alvin menatap jendela kamar Clara yang terbuka. 

“Cari dia ke bawah." Salah satu anggota Alvin turun ke bawah dan tidak menemukan Clara sama sekali.

"Dia juga tidak ada di sini, Tuan." Alvin mengernyit.

"Hah ... ayah dan anak sama saja merepotkannya. Kita cari dia lain kali, dan kau, jemput istri dan anakku. Lalu kalian, bersihkan tempat ini. Bakar mayat David atau apapun terserah. Yang pasti, tidak ada yang tahu jika terjadi pembunuhan di tempat ini.” 

"Siap laksanakan, Tuan," jawab para anggota Alvin.

Alvin mengambil ponsel dari saku celana dan menghubungi seseorang.

“Halo Pak, bisakah anda datang ke rumah kakak saya sekarang?”

“....”

“Baiklah, saya tunggu ya kedatangannya. Terima kasih.” Alvin mematikan teleponnya dan mengawasi para bawahannya membersihkan mansion yang akan ia tempati.

“Tidak!!!” Clara berteriak dan duduk seketika. Napasnya tersengal-sengal mengingat mimpi yang menghampirinya.

“Clara, Ayah pergi dulu, ya. Rebutlah kembali apa yang menjadi milikmu. Jangan sampai Alexander Group jatuh ke tangan yang salah.”

“Ayah, aku berjanji akan membalas dendam atas kematianmu.” Tatapan mata Clara kini berapi-api. Ia sudah bertekad untuk membalas dendam pada pamannya.

“Bagus, itulah yang diperlukan untuk bergabung dengan kami.” Clara menatap bingung pada pria paruh baya yang menyelamatkannya tadi.

“Perkenalkan, aku Albert. Aku asisten kepercayaan ayahmu dan juga teman terbaik ayahmu.” Clara terlihat ketakutan.

“Hei, kemana tatapan semangatmu tadi? Kenapa kau ketakutan seperti ini?” tanya pria bernama Albert.

“Bagaimana aku bisa mempercayaimu? Bahkan saudara kandung ayahku tega menghabisi ayahku.” Albert tersenyum maklum. Gadis ini baru saja melihat kematian ayahnya dan hal itu wajar, jika ia tidak sembarang percaya pada orang lain.

“Kau ingin tahu, kenapa ayahmu dibunuh?” Clara mengangguk.

“Itu karena, ayahmu mendapatkan harta warisan dari kakekmu sedangkan pamanmu tidak. Karena itulah dia berusaha untuk merebut kembali apa yang seharusnya menjadi miliknya mengingat, pamanmu adalah anak kandung kakekmu.” Clara berusaha memahami apa yang dijelaskan Albert padanya.

“Apa kau ingin bilang jika ayahku bukan anak kandung kakekku?” Albert mengangguk.

“Kau benar, ayahmu bukan anak kandung kakekmu. Tapi, ayahmu mendapatkan harta warisan sedangkan pamanmu yang anak kandung tidak mendapat apapun. Kau tahu apa alasannya?” Clara menggeleng.

“Itu karena kakekmu tidak bisa mempercayai pamanmu. Pamanmu berencana menggunakan harta warisan itu untuk hal-hal yang tidak baik. Karena itulah, kakekmu mewariskan hartanya kepada ayahmu agar digunakan untuk kebaikan.” Clara pun tahu penyebab ayahnya dibunuh dan lagi-lagi, karena harta ayahnya menjadi korban.

“Paman, aku semalam bermimpi bertemu Ayah.” Albert mengangkat sebelah alisnya.

“Mimpi apa?” tanya Albert.

“Ayahku berpesan padaku untuk merebut kembali apa yang menjadi milikku. Apakah yang dimaksud Ayah, harta warisan?” Albert tersenyum menanggapinya.

“Sekarang, Paman ingin bertanya. Apa yang akan kau lakukan jika berhasil merebut harta warisan itu?” Clara menggaruk dagunya pertanda ia sedang berpikir.

“Aku ingin menyumbangkan sebagian harta warisan itu untuk panti asuhan dan sebagiannya lagi akan kugunakan sebagai modal usaha.” Albert mengangguk paham.

“Pemikiranmu persis seperti ayahmu. Kau tahu, ayahmu berhasil membentuk sebuah perusahaan besar dengan harta warisan itu. Paman yakin, perusahaannya saat ini diambil alih oleh pamanmu setelah kematian ayahmu.” Clara menatap lurus ke depan.

“Kalau begitu, aku akan merebut perusahaan yang telah dirintis oleh Ayah darinya. Paman Alvin harus menerima ganjaran akibat perbuatannya itu.” Albert mengusap rambut sepinggang Clara.

“Karena itulah, Paman membawamu kemari. Kau harus banyak berlatih untuk melawan pamanmu itu.” Clara menatap bingung.

“Kenapa berlatih?” tanya Clara.

“Pamanmu bukan orang yang mudah untuk dijatuhkan, Clara. Dia adalah ketua mafia terkejam dan tidak akan segan dalam menghabisi siapapun yang menghalangi jalannya. Kau perlu senjata untuk melawannya, paham?” Clara mengangguk.

“Kalau begitu, aku akan berlatih sungguh-sungguh Paman. Latihlah aku sekeras mungkin agar aku bisa mengalahkan brengsek itu,” Albert tertawa renyah.

“Kau masih muda, tidak baik mengumpat seperti itu. Tidurlah ... kau harus bangun pagi besok.” Clara mengangguk.

“Ubah kembali surat wasiatnya dan letakkan nama putriku di dalamnya.” Pria yang merupakan pengacara itu hendak membantah ucapan Alvin,

“Jangan ada bantahan yang keluar dari mulutmu. Nyawa keluargamu ada di tanganku dan aku bisa membunuh mereka kapan saja.” Pengacara itu meneguk salivanya.

“Baik, akan saya ubah secepatnya. Ada lagi yang anda perlukan, Tuan?” Alvin menggeleng.

“Tidak, terima kasih. Kau boleh pergi.” Pengacara itu membungkuk dan meninggalkan rumah David yang kini dimiliki oleh Alvin.

Alvin mendudukkan dirinya di sofa dan menikmati sofa empuk tersebut.

TBC

Comments (2)
goodnovel comment avatar
blackonix_29
Karena itulah saya membuat novel yg kejam.........
goodnovel comment avatar
Yuni Ayu Izma
Keren thor, aku suka kalau nover berbau kekejaman ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status