Beranda / Semua / Accept My Revenge / Duel Practicing

Share

Duel Practicing

Penulis: blackonix_29
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-19 16:29:01

"Bisakah anda bangun sendiri, Nona?! Berhentilah bersikap seperti tuan putri, Nona! Cepat bangun!" Clara terbangun dari tidurnya dan menatap datar gadis dengan make up tebalnya itu.

"Bangun juga kau akhirnya. Ikut aku sekarang jika tidak, aku akan dimarahi oleh Tuan Albert." Clara mengangguk dan menuju ke kamar mandi.

"Mau kemana kau?!" tanya gadis itu ketus.

"Ke kamar mandi," jawab Clara singkat. Clara bertanya-tanya, kenapa gadis ini berujar ketus padanya.

"Cih, jangan membuang-buang waktumu, Nona. Kita disuruh berkumpul ke ruang latihan sekarang." Tangan Clara pun ditarik kasar oleh gadis itu membuat Clara harus menahan emosi.

"Jangan menyentuh tangan saya sembarangan, Nona. Saya bisa saja mematahkan tangan anda sekarang juga." Gadis itu tidak menghiraukan ucapan Clara dan menarik tangan Clara hingga keluar kamar. Clara yang kehabisan kesabaran pun langsung melingkarkan tangan gadis itu ke lehernya sendiri dan menendang lutut gadis itu. 

Gadis itu meringis kala merasakan lehernya terjepit oleh tangannya sendiri.

"Aku berubah pikiran, Nona. Aku akan mematahkan lehermu jika berani menarik tanganku seperti tadi." Gadis itu meronta berusaha melepaskan diri namun, ia tidak bisa. Tenaga Clara terlalu kuat untuknya.

"Si-sialan, kau! Lepaskan aku!" Gadis itu mengeluarkan suaranya sekuat tenaga namun, Clara menarik tangannya ke belakang hingga lehernya semakin tercekik.

"Kau akan mati jika berperilaku tidak sopan terhadapku, Nona." Clara pun melepaskan gadis itu dan berlalu tanpa menghiraukannya.

"Kurang ajar! Aku tidak terima diperlakukan seperti ini. Lihat saja, akan kubalas kau di ruang latihan." Gadis itu berjalan cepat dan mencoba memukul tengkuk Clara. Namun, Clara berbalik dan segera menangkap tangan gadis itu lalu memelintirnya ke belakang tubuh gadis tersebut. 

"Ada apa ini?" Albert datang bersama seorang pria tampan mendekati Clara dan gadis itu.

"Aku ingin mematahkan tangannya karena bertingkah tidak sopan padaku, Paman." Albert menatap gadis itu dengan tatapan bertanya.

"Apa itu benar, Naomi?" Naomi menggelengkan kepalanya.

"Itu tidak benar, Tuan. Gadis inilah yang mencari masalah denganku duluan. Padahal aku sudah membangunkannya baik-baik tapi, dia membentak dan menyerangku. Tentu saja aku tidak terima dan ingin menyerangnya hingga berakhir seperti ini." Clara mendecih.

"Aktingmu sangat bagus, Nona. Sampai-sampai, aku ingin menghancurkan mulutmu." Albert menghela napas.

'Baru hari pertama dia tinggal, sudah ada masalah. Bagaimana nanti?' tanya Albert dalam hatinya.

"Berhenti bertengkar kalian berdua! Jika tidak, aku akan mematahkan tangan kalian!" Clara melepaskan tangan Naomi membuat Naomi memegangi pergelangan tangannya yang sakit.

"Ikut denganku sekarang. Aku tidak ingin ada keributan di sini, paham?" Clara dan Naomi tidak menjawab. Mereka mengikuti Albert dan pemuda tampan itu dari belakang ke ruang latihan.

"Di sini, kalian akan dilatih menjadi agen profesional selama 3 tahun. Siapa yang berhasil bertahan selama 3 tahun, kalian akan langsung diterjunkan ke misi bersama Felix." Para gadis kecuali Clara langsung berteriak senang. Pemuda tampan bernama Felix itu hanya menatap datar namun, telinganya berdengung mendengar teriakan para gadis itu.

"Jika ingin berhasil, tutup mulut kalian dan jangan berisik." Suasana langsung hening setelah Albert berbicara.

"Silakan mulai latihannya. Aku ada urusan sebentar." Albert keluar dari ruang latihan meninggalkan para gadis bersama Felix.

"Berlatihlah dengan serius, karena ini masalah hidup dan mati. Sebelum itu, aku ingin kalian mengambil pedang kayu yang telah disediakan karena aku ingin melihat kemampuan kalian sampai mana." Para gadis mengambil pedang kayu dan kembali ke barisan masing-masing.

"Aku ingin kau dan kau maju dan berduel sampai salah satu dari kalian tumbang." Felix menunjuk Clara dan Naomi maju dari barisannya. Mereka bersiap dengan posisi menyerang masing-masing.

"Kudengar, kau sangat ahli bermain pedang kayu ini, Clara. Tapi, posisi aneh apa yang kau tunjukkan itu? Kau yakin bisa mengalahkanku?" Clara menatap remeh Naomi.

"Entah posisi apa yang kutunjukkan, kau tidak akan bisa mengalahkanku." Naomi yang mendengar itu emosi dan maju menyerang Clara namun, Clara menangkis serangan Naomi dengan santai.

Naomi menggertakkan giginya karena serangannya tidak mampu menjatuhkan Clara sama sekali. Clara menyeringai dan menjatuhkan pedang kayu milik Naomi hingga membuat Naomi kesal. 

"Bukankah sudah kubilang, kau tidak akan bisa melawanku?" Naomi mendengkus.

"Terlalu cepat mengatakan itu, Clara. Aku belum tumbang jadi, aku belum kalah." Naomi mengambil pedang kayunya dan menyerang Clara. Kali ini, seluruh tenaganya ia keluarkan untuk membuat pedang juga tubuh Clara jatuh ke lantai. Namun, ekspektasi tidak sesuai realita karena kenyataannya, dia belum bisa menjatuhkan pedang Clara sedikitpun.

'Mengagumkan.' Felix bergumam dalam hatinya.

Clara tampak seperti menari karena ayunan pedangnya terlihat lembut namun, mematikan. Naomi tidak mampu mengalahkannya meski menggunakan seluruh tenaganya. Hingga akhirnya, Clara membalikkan situasi dan berada di posisi menyerang. Ia menyerang Naomi sekuat tenaga hingga Naomi kewalahan dan....

Tak....

Brukkk....

Pedang kayu Naomi melayang, Naomi pun terjatuh karena tubuhnya ditendang halus oleh Clara. Tepuk tangan pun terdengar dari para gadis yang mengagumi permainan pedang kayu Clara. Namun, Clara tampak tidak puas meski berhasil mengalahkan Naomi. Ia berjalan mendekat dengan pedang kayu mengarah ke wajah Naomi, sementara Naomi beringsut mundur menghindari pedang kayu Clara. Clara mengangkat pedang kayunya dan mendaratkan pedang kayu itu ke kepala Naomi.

Tak....

"Hentikan, Nona. Kau dinyatakan menang jika berhasil membuat lawanmu jatuh." Clara menatap datar Felix. Ia pun berjalan menjauhi Felix dan Naomi lalu, berjalan menuju kulkas untuk mengambil jus yang ia sukai.

Naomi menghembuskan napas lega saat Clara menjauh darinya. Felix menyodorkan tangannya pada Naomi dan dengan senang hati Naomi menerimanya.

"Terima kasih, Felix," ujar Naomi dengan wajah merona dan dijawab anggukan oleh Felix.

"Cieee...." Sorakan terdengar dari para gadis saat melihat Felix memegang tangan Naomi.

"Jangan terbawa perasaan, Nona. Aku menolongmu bukan karena peduli padamu tapi, aku peduli pada setiap wanita." Naomi menundukkan wajahnya menahan malu mendengar itu. Sementara para gadis di ruangan itu menertawakan Naomi.

"Baiklah, kita istirahat dulu dan makan siang sebelum melanjutkan ke latihan selanjutnya." Felix berjalan mendekat pada Clara.

"Kau hebat, Nona Clara. Aku ingin tahu, siapa yang mengajarimu bermain pedang. Gerakanmu itu seperti profesional." Clara menatap Felix dengan alis terangkat sebelah.

"Kenapa kau ingin tahu?" tanya Clara.

"Karena aku tertarik padamu." Ucapan Felix membuat para gadis menatap tajam pada Clara. Mereka tampak tidak suka saat Felix memuji Clara. Ekspresi kesal yang paling terlihat adalah Naomi. Dia mengepalkan tangannya menahan emosi setelah mendengar ucapan Felix yang terdengar seperti menyukai Clara.

"Ekhem ... hati-hati dalam berbicara, Tuan. Para gadis di ruangan ini terlihat ingin mengulitiku karena pernyataanmu itu. Ah, aku lapar sekali karena latihan ini. Tolong, tunjukkan ruang makannya." Felix tersenyum tipis. Ia merasa Clara berbeda dari gadis pada umumnya.

"Baiklah, kita makan sekarang." Felix memimpin di depan diikuti para gadis di belakangnya.

TBC

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Accept My Revenge   Deep Talk

    Clara beranjak dari kasurnya dan membuka pintu kamarnya. “Oh, Ayah. Ada apa, Ayah?” David tersenyum. “Ayah ingin bicara denganmu, Nak. Sekaligus, Ayah ingin melepas rindu karena sudah tiga tahun kita tidak bertemu.” Clara ber oh ria dan membuka jalan agar sang ayah bisa masuk ke kamarnya. Clara dan sang ayah duduk berhadapan di lantai dengan meja yang menjadi perantara mereka.“Bagaimana kabarmu, Clara? Apa kau baik-baik saja selama Ayah tidak ada?” tanya David.“Clara baik-baik saja, Ayah. Jujur, Clara sedikit kelelahan karena si bedebah itu. Clara harus berlatih dengan keras untuk menghancurkan bedebah itu dan harus mendekam di penjara selama seminggu. Tubuh Clara rasanya sakit karena tidur di tempat yang tidak nyaman. Tapi sekarang, Clara senang karena bisa bebas dan bertemu dengan Ayah lagi,” ujar Clara dengan senyuman manisnya.“Maaf, jika saja Ayah bisa melawan, kau pasti tidak akan kesulitan seperti ini, Nak.” David menunduk dengan rasa bersalahnya.Clara menggelengkan kepala

  • Accept My Revenge   Having Lunch Together

    Having LunchPLAK!” Bunyi tamparan menggema di seluruh ruangan. Calista menatap takut karena baru pertama kali melihat ayahnya semarah ini. “Ma, Papa kenapa? Kok bisa semarah ini?” Nampaknya, suara Calista terdengar sampai telinga Alvin. “Cih, bawa dia ke Distrik Mawar. Akan kuberi dia pelajaran karena tidak berguna sebagai pengacaraku!” perintah Alvin pada anggotanya.Anggota Alvin manut dan membawa Angga pergi dari hadapan Alvin. Alvin berjalan mendekati Calista dan Risa tanpa menghiraukan teriakan . Alvin mengusap rambut Calista. “Maaf, Papa membuatmu ketakutan. Ma, aku harus pergi ke suatu tempat sekarang. Maaf, tidak bisa menemani kalian makan siang.” Risa mengangguk. “Tidak apa-apa. Lain kali, jangan sampai kelepasan.” “Sekali lagi maafkan aku,” ucap Alvin. “Hn, hati-hati. Ayo sayang, kita makan siang. Kau pasti lapar karena seharian berada di pengadilan,” ujar Risa mengalihkan perhatian Calista. Nampaknya, Calista masih shock melihat amarah ayahnya yang mengerikan. Calista

  • Accept My Revenge   Unexpected Moment

    “David/Ayah???” Dengan wajah penuh keterkejutan, Clara dan Albert menyebut nama pria di hadapan mereka. Sementara yang ditatap hanya menatap kebingungan dengan reaksi dua orang di depannya. “Kenapa terkejut begitu?” tanya David heran.“K_kau masih hidup, David? B-bagaimana bisa?” tanya Albert terbata. Dia belum bisa mengendalikan keterkejutannya.“Iya, aku masih hidup. Karena aku masih hidup, seharusnya kalian menyambutku lebih baik lagi,” sindir David sarkas.Clara yang sudah mengendalikan keterkejutannya pun berdeham. “Ekhem, ceritakan semua pada kami bagaimana Ayah masih hidup tanpa terlewatkan!” perintah Clara dengan tegas, tanpa mempedulikan jika dia sedang berbicara dengan ayahnya.“Ayah tidak akan menceritakannya karena yang lebih tahu detailnya Vincent, kakak angkatmu.” David tersenyum pada putrinya. Akhirnya, dia bisa melihat putrinya lagi.“Loh, kenapa tidak Ayah sendiri yang cerita? Tanya Clara terheran.“Karena Vincent yang lebih tahu detailnya. Vincent yang telah menyela

  • Accept My Revenge   The Final Courts

    Hakim yang tak mendapatkan jawaban pun kembali bertanya pertanyaan yang sama. "Saya tanya sekali lagi, Tuan Angga. Bisakah anda menunjukkan bukti lain selain sidik jari ini?" Angga yang sedari tadi diam pun bersuara. "S-saya tidak punya bukti lain, Yang Mulia." "Cih, dasar tidak berguna," rutuk Alvin pelan. "Tapi, saya bisa memberikan bukti yang lebih kuat dari Tuan Ryan asalkan anda memberikan saya waktu satu minggu, Yang Mulia," pinta Angga yang membuat sorakan amarah keluar dari mulut para audiens. Hakim itu mengetuk keras palu tersebut hingga membuat para audiens terdiam. "Maaf, Tuan Angga. Saya tidak bisa memberi tambahan waktu. Saya akui anda berani menuntut hukuman mati terhadap Nona Clara hanya dengan mengandalkan sidik jarinya saja. Padahal, sidik jari itu belum tentu benar adanya. Anda bisa saja dituntut atas pencemaran baik, anda mengerti, Tuan Angga?" Hakim itu menatap tegas pada Angga.Angga mengangguk pasrah, untuk pertama kalinya dia merasa dipermalukan di hadapan s

  • Accept My Revenge   Beginning Of The Courts

    Pada pukul 8 malam, Vincent dan Calista baru saja pulang dari melakukan aktivitas. Menonton bioskop, ke pantai, dan ke mall untuk belanja. Banyak sekali barang belanjaan Calista di tangan Vincent, tapi Vincent tidak mengeluh sama sekali. Vincent sangat mencintai Calista, begitu juga sebaliknya. Setibanya mereka di mansion, Vincent mengecup kening Calista dan tanpa sadar kegiatan mereka dilihat oleh Risa, sang ibu. "Ekhem, cieee yang habis jalan-jalan. Bagaimana kegiatannya? Menyenangkan?" ujar risa hingga membuat sepasang kekasih itu tersentak. Mereka langsung berbalik menatap Risa dengan wajah memerah. "Eh Mama kok ada di sini?" tanya Calista. Risa tersenyum menggoda tatkala melihat wajah sang anak memerah. "Tentu saja Mama menunggumu pulang bersama kekasihmu ini. Bagaimana kencannya? Apa menyenangkan?" "Kencannya sangat menyenangkan. Vincent sangat romantis dan memperlakukanku seperti seorang putri," jawab Calista. Tak lama kemudian, Alvin keluar dari rumah dan mendapati Calista

  • Accept My Revenge   Investigating And Interogation

    Albert pulang ke mansionnya dan disambut oleh maidnya. "Tuan sudah pulang?" tanya Maid itu. Albert mengangguk. "Panggilkan Naomi dan suruh dia ke ruanganku!" perintah Albert. "Baik, Tuan," jawab Maid itu dan meninggalkan Albert. Sementara itu, Albert melangkah ke ruang kerjanya dan membuka komputer yang ada di meja kerjanya. Albert mengetikkan sesuatu di komputer itu dan sayangnya tidak menemukan apapun. Albert mendengkus. "Tidak ada hasil? Khe, yang benar saja! Albert pun mencoba untuk menelusuri lebih dalam dengan melakukan peretasan, tetapi nihil. "Pengacara tidak memiliki akun? Bisa jadi karena kesibukannya dalam menangani kasus klien. Maafkan Paman, Clara, Paman tidak bisa mencari tahu." Akhirnya, setelah tidak mendapatkan informasi apapun, Albert langsung mengirim pesan pada Felix dengan harapan jika Felix akan memberitahukan isi pesan itu pada Clara. Albert menyandarkan tubuhnya di kursi dan menengadahkan kepalanya ke atas.&

  • Accept My Revenge   Back To Prison

    Calista bersama kedua temannya berjalan menuju gerbang. Senyuman manis masih membingkai di antara mereka bertiga yang sedang berbincang. "Maaf ya, teman-teman, aku tidak bisa ikut kalian ke spa. Soalnya aku dijemput." Salah satu teman Calista yang bernama Rani tersenyum maklum. "Tidak apa-apa, Cal, masih ada lain hari." "Cie yang mau kencan," goda teman Calista yang satu lagi. Dia bernama Annisa. "Apaan sih!" ujar Calista malu. Wajahnya menampakkan rona seperti blush on di kedua sisi wajahnya. Tin Tin.... Suara klakson mobil membuat Calista dan kedua temannya menoleh. "Tuh, sudah dijemput pacar." Kali ini, giliran Rani yang menggoda. "Hei, hentikan! Jangan menggodaku terus!" Calista berbalik dan masuk ke mobil tersebut, lalu dia melambaikan tangannya pada kedua temannya. "Sampai ketemu besok, teman-teman." "Bye, Calista. Selamat menikmati waktu indah dengan pacar." Kali ini, Rani dan A

  • Accept My Revenge   Visiting

    "Vincent, kirimkan orang untuk mengawasi hakim itu!" perintah Alvin. Vincent pun menatap bingung. "Memangnya ada apa dengan hakim itu, Pa?" Panggilan Vincent terhadap Alvin berubah atas permintaan Alvin sendiri. Dia tidak ingin calon menantunya ini memakai panggilan formal padanya. Alvin menatap lurus ke depan. "Papa curiga kalau hakim itu tidak akan menuruti perintah Papa. Jika hakim itu memang tidak menuruti perintah Papa, dia harus mati saat itu juga." "Baiklah, aku akan mengirim orang kepercayaanku." Alvin mengetik nomor di ponselnya dan menghubungi seseorang. Tidak perlu waktu lama, Vincent telah mematikan panggilan tersebut. Kemudian, Alvin dan supir mengantar Alvin ke kantor, sementara dirinya harus menjemput Calista pulang dari kampus. Sementara di tempat Clara, David dan Felix telah sampai di lapas David turun dari mobil dan masuk ke lapas. Mereka menunggu penjaga lapas untuk mengeluarkan Clara agar bisa bertemu dengannya. Hampir saja mata Da

  • Accept My Revenge   Worrying

    Keesokan paginya, David masih berkutat dengan penampilannya. Di usianya yang sudah paruh baya, David masih terlihat tampan dan pesonanya tidak dapat dikalahkan. Kali ini, dia harus menyamar agar sulit dikenali oleh Albert dan Clara. Pasalnya, David, Vincent dan Felix berencana ingin memberi kejutan pada Albert dan Clara. Dalam hati David berharap semoga Clara dan Albert tidak mengenalinya agar rencana ini lancar."Ayah, apa kau sudah siap?" tanya Vincent mendatangi kamar sang ayah. Dia terpaku menatap penampilan sang ayah yang berkarisma. "Kau benar-benar keren, Ayah. Kau sudah seperti pengacara sungguhan.""Benarkah? Apa mereka tidak akan mengenaliku?" tanya David ragu.Vincent tersenyum dan menepuk pundak tegap sang ayah. "Tenang, Ayah. Kupastikan mereka tidak akan mengenalimu. Percayalah padaku.""Baiklah kalau begitu. Apa kau akan ikut?" tanya David.Tiba-tiba, wajah Vincent tertekuk. "Maaf, Ayah. Sepertinya aku tidak bisa. Aku harus kemb

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status