Home / All / Achilles Heel / 2. After Rain

Share

2. After Rain

Author: pineple
last update Last Updated: 2021-06-02 21:37:46

Saya yakin kalian semua sudah tidak asing dengan yang satu ini. Kalau bapak bertanya apa itu stoikiometri. Materi ini hanya sebagai perkenalan diantara kita. Sekarang saya akan menulis suatu reaksi.”(Dosen berkacamata tebal dengan rambutnya yang botak bagian depan itu secara perlahan menulis sambil mengeja tulisannya pada white board). Tujuh koma lima mili NaOH plus tujuh koma lima mili HCL ….

"Hah..."Achi menutup buku kimia setebal kamus, mencabut earphone dari telinga, dan mem-pause hasil rekaman suara dosen. Dia mengangkat kedua tangan ke atas diiringi tarikan badan mengikuti arahan kedua tangan, membuat tulang-tulang dan urat-urat yang kaku jadi lebih rileks. Hari pertama kuliah sangat berat rupanya.

Achi menguap lebar-lebar disusul suara perut yang keroncongan. Ah iya dia lupa sarapan akibat telat bangun. Dipaksakan berpikir sekalipun, tidak akan bisa fokus lantas menutup buku tebal milik perpustakaan dan meletakkan ke dalam rak. Achi memutuskan pulang ke kos dari pada makan di kantin kampus katanya si biar lebih hemat.

Begitu Achi keluar dari ruangan, terlihat taman yang sangat luas dipenuhi rumput hijau, Achi melewati beberapa mahasiswa yang hanya sekadar duduk bercengkrama. Mereka duduk berkelompok, ada yang sibuk dengan leptop beberapa kali ikut berbincang dengan teman semejanya,  ada juga yang sekedar ngobrol ketawa-ketiwi sambil menikmati cemilan. Topiknya tidak jauh-jauh dari ghibahin dosen atau ghibahin kating ganteng.

Pulang ke kos dengan berjalan kaki pada aspal yang basah akibat hujan semalam. Aroma tanah yang sangat menyengat dan aroma daun pohon juga tak mau kalah. Achi sungguh menyukai suasana setelah hujan. Pandangannya tertarik pada sebuah taman bermain yang kosong. Berhenti sebentar menikmati kekosongan mungkin  ada baiknya, angin sepoi-sepoi datang berbisik menggertakkan rasa kemudian diam-diam melumpuhkan pikiran, Ah Achi tergoda untuk duduk sebentar di sebuah ayunan kayu.

Achi menghela napas, kedua tanggan bersatu menghangatkan. Matanya menatap ke tanah yang basah tapi juga tidak terlalu becek, sungguh ini kedamaian yang Achi harapkan. Hari-harinya berat dan sungguh melelahkan, orang-orang disekitar tertawa dan tersenyum dengan seribu masalah, mereka punya seseorang untuk berbagi cerita. Tapi tidak dengan dia yang memilih diam sebagai teman, faktor terlalu fokus ke pendidikan sampai tidak tahu bagaimana membuat pertemanan atau membuat percakapan seru. Sekali lagi Achi menghela napas. Sebenarnya mengeluh terlalu sering adalah suatu hal yang buruk, karena ilmu tidak akan di dapat. Tapi, Achi terlalu nyaman untuk menghilangkan sisi itu. Rasanya satu masalah yang mencekik tenggerokkan berkurang.

Perutnya berbunyi lagi, tapi yang ini lebih keras dibandingkan yang tadi. Tangannya secara spontan memegang, sedangkan tangan kanannya memijat kepala yang sakit. "Hah..," sekali lagi membuang napas, sudut bibir mungilnya tertarik, pantes aja sakit kepala. Karena semalam  tidak bisa tidur di suasana kamar baru. Reflek kepalanya menengadah ke langit yang terlihat mendung  Aku terbiasa terburu-buru  melakukan suatu hal setiap harinya, aku selalu melewati waktu-waktu istirahat. Achi berbicara kepada batinnya, ah sayangnya perut tak mau mengerti, para cacing sudah tak sabar lagi. Dia pun lagi-lagi mentertawakan dirinya yang menyukai sepi.

....

Ojek yang dinaiki berhenti di depan pagar kosannya. Pekarangan kos-kosannya cukup luas dan asri. Ada dua berugak tempat anak-anak kos nongkrong sambil bermain kartu domino ataupun sekedar duduk bermain game online. Kosannya tersedia wifi gratis tapi bayarnya ditangung anak-anak kos. 

"Achi!. Sini ikutan main."

Seorang laki-laki berbadan besar dan kulitnya sawo matang menyapa dari sana. Beberapa teman laki-laki  yang lain ikut melihat. Achi menoleh tau bahwa yang memanggilnya adalah Mas Bejo yang logat maduranya kental. Dia adalah orang yang langsung menyapa Achi dihari pertama menerima kunci kamar kosnya tanpa kenal malu.

"Nggih Mas Bejo, lanjut. Saya mau bersih-bersih dulu," jawabnya. Sebenarnya Achi  belum tahu nama lengkap Mas Bejo. Tapi orang-orang kos biasa memanggilnya dengan sebutan Mas Bejo. Akhirnya Achi juga ikutan.

"Ouh!sibuk terooss. Orang penting Achi ini, makanya dia nggak mau kumpul bareng kita," ujar Mas Bejo sambil manyun.

Ah, padahal teman duduknya yang lain tidak protes kok. Itu si karena Achi dan mereka tidak saling kenal meski tau mereka semua yang duduk disitu adalah penghuni kamar kos ini, tapi Achi tidak tahu namanya. 

"Bukan gitu..," ucapanya Achi sengaja menggantungkan kalimat. Dengan cepat Mas Bejo menyambar "Halah! Alesan kamu."

"Udahlah mas Bejo, jangan paksa dia. Anak kuliah memang gitu. Selalu sibuk," sahut seorang laki-laki yang rambutnya keriting.

"Heh! Sok tau kamu, memangnya kamu kuliah?!" Mas bejo mengangkat kedua alisnya serta dagu dengan nada sedikit mengejek.

Achi geleng kepala mendengarnya. "Saya masuk dulu."

"Siap," jawab orang yang satu.

"Lanjut." Di susul satu suara lagi.

"Nggih."

"Lannjoot!"

"Yowes," kata mas Bejo.

Mencuci tangan dan kaki mengganti pakaian dengan pakaian rumah lalu mengambil bahan makanan dari dalam kulkas kecil. Achi mengambil sayuran hijau seperti kol, wortel dan kentang tiga jenis itu ia tumis kering dan untuk lauknya dia masak telur ceplok. Dan begitu masakannya selesai dimasak dia langsung melahapnya. sampai piring itu kosong dia bersender didinding untuk rehat sejenak sambil memijat kepalanya yang sakit dan tak kunjung sembuh.

dimana obat itu? tanyanya didalam hati.

Achi mengorek-ngorek isi tas nya, seingatnya sudah menaruh obat sakit kepala didalam tas kuliahnya khusus di simpan pada botol kecil. Keringat dinginpun mulai  menetes dari pelipisnya, mulai kewalahan mencari-cari dan membongkar kotak obat.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Achilles Heel   25. Get Over

    Pukul sembilan pagi Achi dikejutkan dengan kedatangan Reno membelakangi pintu kosnya setelah berhasil menggedor lima kali. Buruk ini buruk sekali Reno terlalu nekat! Achi sebenarnya ingin mengusir Reno karena jadwal mencucinya pagi ini, tapi dengan keras kepalanya Reno di support penyakit lupa nya Achi, mereka pun pergi. Masih dengan sisa jengkelnya meninggalkan pakaian yang belum sempat dibilas Achi menggepalkan tangannya berniat memukul helm yang sedang Reno pakai. Lihat wajah kesal Achi terpampang di helm mengkilat Reno.. Sudahlah lima menit lagi Reno bilang akan sampai ke tempat tujuan.“Kamu jengkel sama saya?” begitu pertanyaan Reno setelah mereka selesai memakirkan motor.Bodoh sekali, sebenarnya siapa yang mempermainkan siapa? maksudnya siapa yang butuh siapa yang dimarahi?“Sedikit.” Singkat jelas dan padat tapi Reno tidak sedikitpun membentaknya meskipun terlihat dari wajah, Reno naik darah tapi s

  • Achilles Heel   22. Sisi yang tertutup

    Tengah malam Ariye sengaja menelpon Pak Jimy selaku direktur Rumah Sakitnya. Sambil mengahadap ke sisi jendela besar yang menampakkan lampu-lampu perkotaan. “Halo? gimana Dokter Ari?” tanya suara dari seberang sana. “Pak direktur saya harap Anda tidak mencampuri urusan itu.” “Maksudnya?” “Saya tidak apa di cap buruk tapi ini demi pasien saya. Saya tidak mau dia terluka gara-gara Anda menyuapnya,” kata Ariye tanpa perlu basa-basi. Speecleesh Pak Jimmy setelah sepuluh detik kemudian. “HAHAHA… Saya sangat terkejut Dokter, atas pengakuan Anda. Ternyata Anda ini cukup pintar ya dalam melumpuhkan strategi. Tapi, ini tentang reputasi tolong pandang diri Dokter Ariye sebagai Dokter yang di cap sebagai prestasinya yang gemilang. Saya tidak mau itu terjadi.” “Hal-hal yang Anda takutkan itu tidak akan terjadi. Saya yakin itu tolong sepakati ini.” Jimmy sempat diam lagi selama dua menit lalu kembali menjawab dengan menghela napas terlebih dahulu.

  • Achilles Heel   21. People Pleaser

    Ariye diserbu beberapa teman dokternya. Laki-laki yang mukanya ditutupi plester itu sempat tertawa pelan, sangat memuakkan melihat orag-orang yang pura-pura peduli tapi sebenarnya hanya sebatas penasaran. Perlu dijelaskan bahwa yang namanya peduli itu hanyalah kebohongan yang sering dibenarkan. Dia memilih pergi dengan alasan jam kerjanya sudah selesai. Berita itu cepat terseba sampai ketelinga direktur Rumah Sakit karena siapa sih yang tidak mau membuat predikat dokter muda berprestasi, reputasi diatas rata-rata itu bisa dipandang buruk gara-gara satu jam yang lalu. Sementara Reno terdiam disudut kursi bangsal Mia sambil termenung. Pikirannya masih melayang mengenai pembicaraan sepuluh menit yang lalu tentang permintaan tutup mulut dan berpura-pura tidak ada yang terjadi. Cih ingin sekali ia menghajar direktur saat itu juga. Sampai suara ketukan pintu menyadarkan lamuan, Reno melihat sisi tenang Dokter Ariye yang berjalan kearahnya. Reno sempat terkejut meliha

  • Achilles Heel   20. Psywar

    Laki-laki itu terduduk setengah hari tanpa melakukan pergerakan sedikitpun. Minggu keempat belum juga ada kabar baik. Separah itu kah kecelakaan yang dialami Mia?. Diamnya Reno adalah amarah yang ditahan, tawanya Reno adalah kepalsuan, tegasnya Reno adalah pembenaran. Tiba-tiba saja ia memberontak keluar, menabrak apapun yang menganggu jalannya. Mata merah, ujung rambutnya basah dan tangannya dikepal erat. Dia menendang pintu ruang kerja Dokter. Satu sampai lima kali ia gagal kemudian mendobrak dengan bahu nya sekuat tenaga alhasil pintu itu terbuka lebar. Menjadi seorang yang memberontak seperti orang yang tidak punya akal adalah kebencian dalam hidupnya. Ariye kaget, belum sempat ia menarik napas tiba-tiba kerah bajunya sudah dicekam. Ini tentang harga diri dan nyawa jelaslah tindakan gila Reno adalah suatu pembenaran. "Anda harus bertanggung jawab! Saya tidak peduli apapun itu. Saya mau dia hidup secepatnya!" Ariye berusaha tenang meski tau apapun itu muka

  • Achilles Heel   19. Silent and Nature

    Achi terbangun pukul lima pagi, ia menguap lebar, melakukan perenggangan otot-ototnya sampai berteriak kecil karena badannya terasa remuk. Mood nya pagi ini tak seburuk kemarin mungkin karena panggilan video semalam berhasil meruntuhkan benteng introvertnya. Satu lagi yang Achi ketahui, mereka saling bercerita dengan jujur ceplas-ceplos, tidak ada yang perlu mereka tutupi. Achi sempat bertanya kenapa harus video call atau menelpon ditengah malam dan mereka memberitahu alasannya. Oliv merasa susah tidur, Raka suka bermain game, dan Reno dipaksa Raka. Seperti biasa biasa pergi kuliah. “Pak Dosen kemana ya tumben nggak datang?” perempuan yang duduk paling pojok mulai bosan. Namanya Sharun dia mahasiswi yang aktif bertanya dalam kelas. Pertanyaan yang diajukan berbobot, dia cantik, putih, matanya besar dengan bulu mata lentik, kulitnya putih cerah. Setiap kali melihatnya Achi pasti insecure. “EH! Diem-diem semuanya, gue dapet kabar Dosen,” kata Vino dengan pe

  • Achilles Heel   18. Presentasi Kelas

    Di ruang kelas yang sudah ramai, entah kenapa suasana kelas berubah mencengkram dari biasanya begitu juga tatapan mereka yang tampak berapi-api. Ah.. mungkin karena tugas presentasi mereka berlomba-lomba mendapatkan poin plus dari dosen. “Ci, lu dah siap?” tanya Lodeh teman sekelompoknya memberi tatapan horor. Achi mengangguk sebagai jawaban iya tapi di dalam jantungnya berdegup sangat kencang bahkan keringat dingin mulai keluar lagi seperti tadi pagi. Achi berharap prensentasinya dengan teman-teman kelompoknya berjalan lancar. Diwaktu yang sama dengan lingkungan yang berbeda berhadapan dengan teman-teman yang Achi pikir mereka orang-orang pintar dan hebat, seperti presentasinya kini Lodeh sedang mencatat beberapa pertanyaan. Achi bingung di tambah matanya tak sengaja beradu pandang dengan dosen. Ah buruk katanya tapi ia harus yakin benar salahnya urusan belakang, jangan terlalu takut dan lakukan saja. Lodeh selesai mencatat, tampak sekali dari raut w

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status