Beranda / Romansa / Aku Bukan Pembantu / 6. Andhika Harus Tahu.

Share

6. Andhika Harus Tahu.

Penulis: Yashica Billy
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-24 16:49:26

"Kamu tidur di sini. Sebenarnya mau aku ajak di kamarku, tapi kupikir kamu akan lebih suka istirahat sendirian," kata Elke begitu mereka sampai di rumahnya. Rumah yang sama besarnya dengan rumah Aruna Wisesa, hanya saja tak ada orang lain kecuali Elke dan para pekerja. Orang tua Elke masih kerja begitupun kakak pertamanya, sedangkan kakak kedua tengah kuliah di luar negeri. "Kamar mandinya di sini," lanjutnya sambil berjalan ke arah kamar mandi dan membukanya.

Karena Elke masuk ke sana, Andini pun mengikutinya seraya mendengarkan bagaimana cara menggunakannya.

"Sekarang kamu mandi dulu. Aku tunggu di bawah dan kita makan bersama." Elke mengatakan itu dengan senyuman yang hangat lalu meninggalkan kamar.

Buru-buru Andini mandi agar Elke tidak menunggu terlalu lama. Namun, ketika berada di bawah shower, pikirannya kembali melayang merenungi nasibnya.

Ya Allah, aku harus bagaimana? Nggak mungkin selamanya menumpang di rumah Elke dan kalau Bu Aruna tahu bagaimana? batin Andini bingung.

Tak terasa air matanya kembali mengalir dan ia terisak hingga harus berjongkok karena terlalu sesak bebannya. Kemudian ketika ia ingat sedang ditunggu, bangkit dan segera menyelesaikan mandinya.

Usai mandi, ia berganti dengan baju yang dirasa cukup layak untuk berada di rumah mewah Elke apalagi jika tiba-tiba ternyata orang tua temannya itu sudah pulang, ia tidak ingin terlihat tidak pantas.

Dan benar saja ketika Andini turun lalu menemui Elke di ruangan tempat temannya itu menunggu, ada seorang wanita anggun yang lebih muda dari Aruna memakai setelan blus dan celana bahan.

Keduanya bangkit begitu melihat Andini.

"Ma, ini Andini yang aku ceritakan itu dan An, ini mamaku Marvin." Elke mengenalkan keduanya.

Andini tersenyum canggung seraya mendekati Marvi yang tersenyum hangat padanya, lalu ia mencium punggung tangan wanita itu. "Selamat malam, Tante, saya Andini."

Masih dengan senyuman hangat dan belum melepaskan tangannya dari tangan Andini, Marvi mengangguk. "Ya, Elke cerita kalau di kelasnya ada temen baru. Kita ngobrolnya nanti saja. Ayok, langsung makan saja dulu," ajaknya.

Andini membalas dengan senyuman tipis. Masih dalam gandengan tangan Marvi, ia berjalan mengikuti nyonya dan nona rumah ke ruang makan.

"Ayo, Andini makan yang banyak. Nggak usah sungkan, ya?" kata Marvi setelah mereka bertiga duduk. "Hanya kita saja, papanya Elke masih ada kerjaan."

Andini mengangguk perlahan. "Iya, Tante, makasih." Meski begitu ia tetap tidak bisa mengambil banyak dan lebih menyesuaikan apa yang dimakan pemilik rumah. Untungnya tidak ada makanan yang menurutnya aneh.

Rupanya, suasana makan di rumah Elke seperti di rumah Aruna yang diselingi dengan obrolan apa saja khususnya kegiatan mereka di hari itu.

"Andini asalnya dari mana?" tanya Marvi ramah.

"Surabaya, Tante," jawab Andini.

Marvi manggut-manggut. "Elke tadi sudah cerita semua, untuk sementara memang bagusnya kamu tinggal di sini dulu sampai Andhika jemput kamu."

"M-mas Andhika?" Andini terkesiap saat tanpa sengaja mengulang ucapan Marvi.

Marvi mengangguk penuh keyakinan, bahkan sampai mengulurkan tangannya dan mengusap lembut tangan Andini yang ada di samping kirinya. "Andhika itu baik kok, cuma dia sedang buta saja dengan Scarlett. Tante Yakin dia pasti akan marah mengetahui kamu diusir dari rumahnya. Selain itu, Kak Aruna sudah menitipkan kamu di sana, bisa-bisa murka dia. Scarlett terlalu kurang ajar dan percaya diri sampai berani mengusir kamu."

Andini tak menyangka ternyata orang tua Elke mengenal keluarga Andhika. Mungkin rekan bisnis? Saat di mobil dari apartemen menuju rumah Elke, ia memang baru memberitahu di mana sebenarnya ia tinggal setelah temannya itu bertanya lagi. Meskipun begitu, ia tetap berusaha menjaga nama baik Andhika.

Selesai makan, mereka masih lanjut ngobrol sebentar sampai Marvi pamit meninggalkan kedua gadis sendirian. Dan sebelum pergi, mama Elke tersebut mengatakan agar Andini jangan sungkan jika butuh bantuannya.

"Kan, aku bilang apa? Mamaku tahu kalau Scarlett itu siluman rubah. Licik. Gimmick saja tuh dia di depan kamera. Mukanya memang cantik kalem bak malaikat, tapi faktanya dia itu iblis!" seru Elke tanpa menyembunyikan ketidaksukaannya.

Saat ini keduanya sudah berada di kamar tamu tempat Andini beristirahat.

Elke menggenggam kedua tangan Andini. "Andini, kamu bebas tinggal di sini. Aku malah suka karena ada temannya. Mama dan papaku juga nggak keberatan, tapi bagaimanapun kamu bisa dibilang anaknya Tante Aruna, jadi kami nggak bisa serta merta memintamu di sini saja. Maaf, ya, Kak Andhika harus tahu kondisimu jadi Mama memberitahu dia. Sengaja memang nggak kasih tahu Tante Aruna karena beliau pasti marah besar melihatmu disia-siakan. Tapi, seandainya Kak Dhika sudah betul-betul dibutakan oleh Scarlett dan nggak peduli dengan kamu, tangan kami terbuka lebar untukmu. Ya?" Lalu ia mengakhirinya dengan pelukan hangat.

Andini hanya bisa mengangguk karena hatinya gamang jika harus berhadapan dengan Andhika lagi.

***

Di sudut kota yang lain, tepat ketika Andhika hendak membuka pintu kantornya, ada panggilan masuk dan betapa terkejutnya melihat nama yang tertera. Biasanya ia lebih sering berhubungan dengan suami atau putra sulungnya saja.

"Malam, Tante Marvi. Apa kabar?" sapa Andhika riang. "Tumben ini, ada yang bisa saya bantu?"

Ya, yang menghubungi Andhika adalah Marvi Rahadi, mama Elke.

"Malam, Dhika. Kabar Tante baik. Kamu di mana?" tanya Marvi lembut.

"Masih di kantor. Baru mau pulang. Kenapa, ya, Tan?" Mereka memang akrab tapi tidak sampai terasa seperti saudara sendiri. Masih ada jarak. Oleh karena itu Andhika merasa ada sesuatu yang penting ingin disampaikan oleh Marvi.

"Kamu tahu Tante paling nggak suka basa-basi busuk, kan, Dhika?"

"Ya?"

"Andini sekarang ada di rumah Tante."

"An... Andini di mana? Maaf? Kok Tante kenal Andini?" Tanpa sadar suara Andhika meninggi.

"Elke tadi menjemputnya di apartemen kamu dan akhirnya mengajaknya ke sini. Terus terang, nggak masalah Andini menginap bahkan tinggal di sini, hanya saja..."

"Maaf, apartemen? Apartemen siapa? Kok bisa sampai di apartemen?" Andhika berusaha keras menahan geramannya mengingat bahwa ia sudah mengingatkan Andini untuk tidak keluyuran. Dan wajahnya memucat tatkala Marvi menceritakan apa yang terjadi pada gadis itu. "Baik, saya ke sana sekarang. Jemput besok? Tidak, saya rasa lebih baik sekarang saja. Maaf, sudah merepotkan." Setelah menutup dan menyimpan ponselnya, ia bergegas menuju lift meninggalkan sekretarisnya yang kebingungan dan berlari mengejarnya.

Begitu sampai di tempat parkir, ia melempar tasnya begitu saja ke dalam mobil dan setelah masuk, ia segera menjalankan mobilnya ke kediaman keluarga Rahadi.

Untuk pertama kalinya kemacetan Jakarta yang menjadi makanan sehari-hari membuat Andhika kesal bukan kepalang. Berkali-kali ia melirik arlojinya.

"Scarlett ! Sudah kubilang biarkan saja Andini!" geram Andhika sambil mencengkram erat kemudinya.

Kemudian setelah berjibaku beberapa lama dengan jalanan Jakarta, akhirnya Andhika sampai juga di rumah keluarga Rahadi. Berkat pemberitahuan dari pemilik rumah, mobilnya bisa langsung masuk. Bahkan Marvi sendiri yang menyambutnya.

"Maafkan saya mengganggu Tante malam-malam begini," kata Andhika setelah menyapa dan mencium pipi kanan-kiri Marvi.

Marvi yang sudah berganti dengan baju rumahan dan ditutup jubah tidur hanya mengibaskan tangannya. "Nggak apa-apa. Kalau nggak ingat mamimu, Tante biarkan saja Andini tinggal di sini," katanya sambil menatap wajah Andhika penuh arti.

Andhika mengangguk. "Sekali lagi saya minta maaf sudah merepotkan. Saya kira sebaiknya saya langsung jemput Andini sekarang."

"Oke. Kamu duduk dulu." Marvi menunjuk sofa di belakangnya sebab mereka memang masih berdiri. "Mbak Nur, tolong bangunkan Andini. Bilang Andhika menjemputnya."

Nur yang mendengar perintah tersebut segera memanggil Andini. Sedangkan Marvi menyusul Andhika duduk di sofa. Sembari menunggu, ia mengajak Andhika mengobrol tentang hal lain dan itu lebih ke bisnis sebab ia tidak ingin ikut campur urusan rumah tangga orang lain, kecuali jika memang perlu sekali untuk diselamatkan.

Tak lama Andini datang bersama Nur dengan semua barang-barangnya. Tampak wajahnya diliputi kecemasan terutama saat bertemu muka dengan Andhika.

Andhika sendiri langsung mengernyitkan keningnya melihat apa yang dipakai Andini termasuk tas bepergiannya. "Baju yang aku belikan mana? Sepatu? Dan kenapa bawa tas itu?"

Andini saling meremas kedua tangannya sendiri dengan kepala tertunduk. Lalu menggeleng perlahan. "Cu-cuma itu yang dibawakan Mbak Scarlett."

"Apa?!" pekik Andhika tak percaya. Ia hendak membuka mulutnya lagi tapi teringat mereka sedang berada di mana. "Ya sudah, kita bicarakan besok. Kita pamit sekarang." Ia pun menoleh kepada Marvi. "Tante, terima kasih atas bantuannya. Nanti saya ke sini lagi untuk main."

Marvi berjalan mendekat dan menepuk lembut bahu Andhika. "Tentu."

"Tante, terima kasih dan titip salam buat Elke," ucap Andini lalu mencium punggung tangan mama temannya itu.

Marvi tersenyum dan membalasnya dengan pelukan hangat dan mencium kedua pipinya. "Besok juga ketemu, kan, di sekolah. Tapi, kapan-kapan harus main lagi ke sini. Dhika, tolong antar dia ke sini, ya?"

Andhika mengangguk. "Tentu."

Kemudian Andhika dan Andini pun pamit dengan diantarkan keluar bahkan sampai mobil oleh Marvi juga Nur yang membantu membawakan barang-barang Andini. Selanjutnya, mobil yang dikemudikan oleh Andhika meninggalkan kediaman Rahadi.

Selama perjalanan tak ada satupun yang bicara, bahkan suara musik pun tidak. Andini jelas terlalu takut untuk buka suara dan Andhika terlalu marah untuk bersuara hingga...

"Kita nggak pulang?" tanya Andini panik begitu mobil Andhika memasuki wilayah yang familiar baginya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Aku Bukan Pembantu    45. Andhika Marah.

    Karena produk baru, jelas wajah Andini ikut terpampang di mana-mana sebagai bintang iklannya dan hal itu membuat Emilia kesal. Sedangkan tanggapan beberapa teman lain yang tidak memandangnya rendah cukup beragam. Ada yang sedikit berubah yang artinya kini Andini memiliki value untuk berada di tengah-tengah mereka dan sebagian lagi tetap memandang sinis padanya serta menganggapnya sekedar beruntung ditawari menjadi bintang iklan apalagi karena berada di tengah-tengah keluarga Wisesa."Biarin ajalah. Mereka cuma iri," kata Elke menghibur Andini. Andini bisa melihat apa yang dikatakan Elke benar karena embel-embel nama besar Wisesa, tapi ia tidak bisa bangga sepenuhnya karena memang bukan anggota keluarga itu. Namun, tak menampik bahwa kesempatannya datang dari sana. "Aku tahu kamu bukan nggak bersyukur, tapi nggak usah dipikirkan. Benar deh. Nikmati saja selagi bisa," timpal Amal sambil menepuk bahu Andini."Banyak yang lupa kalau di atas langit masih ada langit." Katya menambahkan de

  • Aku Bukan Pembantu    44. After Party.

    Begitu acara selesai, semua berkumpul di rumah utama. Tidak ada agenda khusus, hanya kumpul keluarga rutin selagi Surya dan Aruna di Jakarta."Kamu nggak istirahat?" tanya Andhika yang tadinya ingin bersantai di pinggir kolam malah mendapati Andini sudah lebih dulu di sana."Ini istirahat," jawab Andini yang tadinya berbaring segera duduk tegak.Keduanya sudah berganti baju santai. Biasanya jika ada Andini, Andhika lebih sering menghindar dan saat ini justru duduk di lounger atau kursi santai sebelah gadis itu."Ada beberapa tawaran pemotretan dan iklan buat kamu," kata Andhika tanpa menatap Andini, justru ke ponsel yang dibawanya sambil bersandar santai.Andini yang mendengar hal itu langsung menatap kaget. Ia masih duduk tegak. "Saya?""Memangnya siapa lagi? Bu Tati?""Kok saya?" tanya Andini tak percaya dan heran bukan kepalang.Andhika meletakkan ponsel di atas meja yang ada di antara mereka. "Kenapa?""Ya ...aneh saja sih. Saya kan bukan model," jawab Andini lirih tapi masih bisa

  • Aku Bukan Pembantu    43. Konferensi Pers & Peluncuran Produk.

    "...kontrak saudari Scarlett Desiree sebagai brand ambassador seluruh produk yang berada di bawah naungan Wisesa Group telah berakhir hari ini sebagaimana yang tertulis secara hitam dan putih, namun begitu, Wisesa Group tidak berniat untuk memperpanjangnya dan sudah kami sampaikan kepada pihak manajemennya dengan atau tidak adanya kasus yang tengah terjadi saat ini. Semuanya murni keputusan pimpinan. Oleh karena itu, mohon untuk tidak mengaitkan saudari Scarlett dengan Wisesa Group lagi. Sedangkan untuk urusan pribadi yang berkaitan dengan CEO PT. Wisesa Indonesia Lestari, saya juga ingin menyampaikan agar tidak mengaitkan pemberitaan apapun dengan beliau. Bapak Andhika..." Selanjutnya suara dari legal team perusahaan yang berbicara mewakili Andhika seperti dengungan lebah di telinga Andini yang terpaku dengan apa yang disampaikan.Andini terdiam memikirkan Scarlett. Bukan karena bersimpati, ia malah tidak tahu harus merasa bagaimana atas nasib kekasih Andhika itu sejak berita tersebu

  • Aku Bukan Pembantu    42. Skandal Scarlet.

    Setelah syuting, hari-hari Andini berjalan seperti biasa, termasuk bagaimana Emilia yang masih memusuhinya dan Rishi yang semakin sering menemuinya selagi ada waktu."Kak Rishi naksir kamu deh, An," komentar Elke suatu hari ketika mereka tengah bersantai di gazebo usai makan siang. Andini langsung mengibaskan tangannya. "Ngawur kamu.""Iya." Katya mengangguk membenarkan."Setuju." Amal memberikan jempolnya. "Cuma kamunya yang nggak respon atau kayak berusaha menjauh gitu. Tapi, dia gigih, lho.""Iya, benar." Elke setuju. "Mungkin karena Emilia juga, kan dia naksir Kak Rishi. Tapi, kamu sendiri gimana? Suka nggak?"Amal memang ada benarnya bahwa Andini sedikit menjauh karena perintah Andhika juga, hanya jika ditanya apakah ia suka, terus terang ia tidak tahu. "Gimana?" desak Katya sedikit menggoda.Andini menggeleng. "Nggak tahu.""Coba aja dulu," kata Katya.Andini menunduk. "Gimana, ya...aku ke sini untuk sekolah.""Tapi, masa jatuh cinta dilarang?" tanya Amal ingin tahu. "Kayaknya

  • Aku Bukan Pembantu    41. Akhirnya Syuting Iklan 2.

    Melihat kedatangan Scarlett membuat semua yang ada di sana menoleh. Andini memucat seketika dan tubuhnya kaku. Andhika yang melihat hal itu dengan luwes mendekati kekasihnya sambil ikut membawakan pizza dan membantu meletakkan di meja yang ada di sana."Kok nggak cerita kamu ke sini?" tanya Andhika dengan senyuman lebar sambil mencium kedua pipi Scarlett."Kejutan dong, Sayang," sahut Scarlett gembira kejutannya berhasil dan tatapan matanya tertuju pada Andini yang masih mematung di tempatnya."Makasih, aku senang kamu kasih aku kejutan. Let's talk, shall we?" Masih dengan senyuman, Andhika menggandeng Scarlett pergi."Tapi, Babe, aku belum menyapa yang lain," ujar Scarlett berusaha tetap bertahan."Kamu bisa menyapa mereka nanti." Siapapun masih mendengar suara lembut Andhika yang mendapat godaan oleh kru di studio.Melihat Scarlett menjauh, perlahan napas Andini berhembus. Ia tidak sadar sejak kapan menahannya. Sungguh siapa sangka wanita itu tiba-tiba datang. Melihat reaksi Andhika

  • Aku Bukan Pembantu    40. Akhirnya Syuting Iklan.

    Andini bisa merasa lega sebab setelah itu tak ada lagi kejadian buruk menimpanya. Kalaupun ada yang kurang menyenangkan, hanya sebatas Emilia dan beberapa teman lain yang menganggap ia tak layak berada di SMA Sage. Namun, secara umum ia tetap bisa fokus belajar. Kemudian hari untuk syuting iklan dimulai. Andini masih tidak percaya bahwa ia betul-betul dikontrak menjadi bintang iklan. Syutingnya sendiri dilakukan di akhir pekan saat ia libur sekolah."Lakukan saja seperti kamu biasanya. Ingat, kamu bagian dari Wisesa, jadi anggap sebagai membantu keluarga," kata Andhika yang ikut menemani Andini syuting. Saat ini mereka tengah menyiapkan set dan make up untuk para pemeran termasuk Andini.Dengan adanya laki-laki itu sangat tidak membantu Andini sama sekali. Ia merasa tidak nyaman dan takut melakukan kesalahan. "Kami tidak menjadikanmu bintang iklan karena kamu terkenal dan jago akting. Sedari awal kamu bukan artis. Ingat kan alasannya apa?" sambung Andhika."Ya." Tentu saja Andini in

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status