Alvaro berbaring di samping Davira. Mereka bertatapan, tersenyum canggung. Jemarinya mengelus pipi halus Davira. โMaaf, aku tak menanyakan kesiapanmu. Ini menjadi tak seromantis yang diinginkan oleh setiap wanita.โ sesal Alvaro. โApa yang diinginkan oleh setiap wanita?โ Davira tersenyum. โAku tahu hari itu akan tiba. Hari di mana aku menjadi istri sesungguhnya. Aku sudah cukup siap.โ โKau membuatnya menjadi seperti melakukan kewajiban saja. Aku suami yang buruk.โ Alvaro megerang. Elusannya di pipi Davira terhenti.โ โTidak, bukan begitu. Itu sangat luar biasa, sungguh.โ Davira meremas tangan Alvaro, cemas oleh kekecewaan yang tergurat di wajah kekasihnya. โMeski rasanya aneh karena kita sangat terburu-buru. Tiba-tiba saja aku menjadi berbeda dan ada sesuatu yang menggelegak di tubuhku dan menuntut untuk dipenuhi.โ Ucapan itu membuat Alvaro tersentak. Ia pun memikirkan hal yang sama. โKau benar, Vira. Aku menjadi sangat bergairah sejak memasuki ka
Alvaro dan Davira tak pernah menyangka bahwa di Rumah Berwarna ada kamar seluas dan seindah itu. Lantainya mengkilat dan separuhnya ditutupi dengan karpet empuk dan tebal berwarna hijau mint. Ranjang di tengah ruangan berukuran king ditutupi seprei lembut dan wangi. Di dalamnya terdapat kamar mandi dengan bath up yang besar. โAku tak percaya bahwa kita masih menginjakkan kaki di RB. Ini sangat kontras dengan seluruh ruangan di RB yang kaku dan hanya berwarna silver,โ ucap Davira meraba furniture dan seprei dengan hati-hati. โKau salah. Seharusnya justru kamar ini representasi dari RB. RB itu artinya rumah berwarna. Tapi kenyataannya, tak ada warna dalam kehidupan RB. Kita tak dibiarkan memilih โwarnaโ kita sendiri.โ Alvaro bersungut-sungut. Mengerjapkan mata, Davira tersadar Alvaro masih kesal. Sebuah kulkas berwarna merah elegan menarik perhatiannya. Ia menuju ke sana, membuka pintunya dan melongok isinya. Sebotol air dingin, sirup lemon dan bua
Perempuan itu sedang menatap layar laptopnya saat Alvaro dan Davira menyerbu masuk ke ruangan kerjanya. Di belakangnya, petugas keamanan tergesa mengikuti. โMaaf Metira, saya sudah menahan mereka tapi mereka memaksa masuk,โ ucap petugas itu khawatir. Sebagai jawaban, Metira menggeleng dan memberi isyarat agar petugas itu pergi. โHai, kalian rindu padaku? Terima kasih akhirnya kalian mau mendatangi ibu kalian ini,โ sindirnya. Senyum sinis terukir di bibirnya. โTak perlu basa-basi. Kembalikan gadis itu. Kau menginginkanku. Bukan dia,โ sergah Davira, kesal. โAku menginginkanmu?โ Metira mengangkat alisnya. โYang tepat adalah, aku menginginkan kalian. Kau dan terutama Alvaro.โ โAku tahu. Kau butuh darahku dan ketangguhan Davira,โ timpal Alvaro tanpa menyembunyikan kekesalannya. โYa.โ Metira menjetikkan jari. โJika kemurnian darah Alvaro bisa didapat dengan keturunan, maka aku mau kalian punya anak. Generasi yan
Davira memerhatikan garis pembatas putih di jalan raya. Ia tak bicara sepatah kata pun selama di mobil. Saat mengisi bahan bakar, Alvaro mampir ke mini market dan membelikan air mineral dingin untuknya. Davira menerimanya dalam diam tapi kemudian ia sadar, Alvaro mengkhawatirkan dirinya. โHai, apa kau pikir reaksiku tadi berlebihan?โ tanyanya sedikit malu. Alvaro menatapnya lembut. โAku tahu. Tak apa. Kau panik. Kau tak suka dengan seseorang yang terlalu banyak bicara apalagi itu mengenai sesuatu tentangmu.โ Davira mengangkat kepalanya. โSelama sembilan belas tahun aku bertanya-tanya, apa di luar sana aku memiliki keluarga? Seperti apa mereka? apakah rambutnya selurus rambutku dan bola matanya coklat sepertiku? Dan apa yang ia katakan tadi โฆ.โ Napas Davira tercekat.โAdalah jawaban yang selama ini aku cari. Aku tak siap. Fakta tentang saudara kembarnya yang hilang saat berumur tiga tahun dan itu adalah usia saat aku diculik. Warna biru itu โฆ.โ Ia
Apa yang akan dilakukan seseorang ketika bertemu dengan orang yang begitu mirip dengannya? Apakah ia akan antusias bertanya berasal dari mana ia? Siapa namanya? Mengapa mereka bisa memiliki tekstur rambut dan gigi yang sama seolah Tuhan menuangkan mereka pada cetakan yang sama? Alih-alih melemparkan semua pertanyaan itu, Davira justru duduk menatap perempuan di depannya dengan senyuman kaku. Meski ia mengenal dirinya seorang yang cukup mudah bergaul. Dulu, dulu sekali, kemampuannya itu ia gunakan untuk mendapatkan Spesies dengan mudah. Itu sebabnya Metira bangga padanya. Mengingatnya justru memperburuk keadaan. Perasaan aneh yang karib tadi hadir semakin kuat. โAku Davira. Maaf ya, aku biasanya tak secanggung ini terhadap orang baru. Tapi kita benar-benar mirip โฆ meski kuakui kau lebih lembut atau feminin? Ah semacam itu.โ Davira berusaha mencairkan suasana dan tertawa. Geisha ikut tertawa lirih. โTapi lekuk tubuhmu lebih feminin. Kau pasti seo
โHai, sudah berapa lama kau temukan kafe ini? Minumannya enak.โ Davira menyeruput es kopinya dengan nikmat. โAku baru sekali ke sini. Dean yang mengajakku,โ jawab Alvaro. Tubuhnya condong ke depan dan lagi-lagi ia melirik meja bar.โKulihat kau gelisah dari tadi. Kenapa, Al?โ Alis Davira terangkat, menyentuh jemari Alvaro. Lelaki itu sudah dari setengah jam yang lalu terus-menerus menatap ke sekeliling mereka. Bahkan pelayan yang menyajikan pesanan mereka tadi, Alvaro tatap berkali-kali. Alvaro meringis, menggeleng pelan. โNggak. Nggak ada masalah,โ jawabnya kikuk. Dielusnya jemari Davira yang berada di atas meja untuk meyakinkan perempuan itu, sementara pupilnya tetap bergerak-gerak gelisah. โAda yang kau tunggu, Al? Dean?โ โNggak. Sudahlah, aku ke toilet dulu, ya.โ Alvaro buru-buru berdiri, menghindar dari pertanyaan Davira dengan melangkah cepat, meninggalkan perempuan itu. Davira menggigit-gigit sedotan minumannya. Aura kegelisaha