Share

Bab 4 : Muak

Dengan langkah yakin ku lalui lorong lab dengan perasaan lebih baik karena akhirnya perban kurang asem itu dilepas dari tangan ku. Dengan membawa map berisi lembar penilaian, aku masuk ke dalam lab proses untuk membimbing praktikum.

"Pagi Bu Dyan,"

Oiya lupa semenjak malam itu, mahasiswa jadi lebih sering menyapa ku namun dibalas dengan anggukan. Capek balasi satu persatu dan ngga efektif. Banyak yang berubah dari orang di sekitar ku. Seperti Pak Rafka yang jadi sumringah tiap hari. Angela, Keyla dan Augitra yang makin mendekat kan ku dengan banyak jenis laki-laki.

Tapi kembali pada prinsip. Gimana mau suka sedangkan aku sendiri aja ngga ada minat dan kepikiran. Cuma aku yang masih tetap sama dengan kemarin. Karena mau jadi apapun aku nggak ada bedanya. Jadi untuk apa repot-repot berubah.

Prank

Suara pecahan alat kimia membuat ku tersentak. "Kenapa Dek,"tanyaku kaget. "Labu ukur nya pecah Bu,"ucap nya penuh hati-hati. Dengan cepat ku lihat kondisi pecahan kaca. Jangan sampai ada insiden perban kurang asem lagi. Bisa mati kutu sama keluarga di rumah.

"Ada yang luka?,"tanyaku menatap mereka satu persatu. "Siap tidak ada Bu,"ucap nya penuh dengan rasa khawatir yang tampak jelas. "NGGA BACA ATURAN BUAT HATI-HATI DEK,"ucapku tegas. "BERSIHKAN BEKAS PECAHAN NYA.

YANG LAIN DI JOB NYA PENGAMATAN KELOMPOK LAIN ATAU SAMPEL,"tanya ku langsung membuat kembali seolah tak terjadi apa-apa. Sembari mereka sibuk, ku langkahkan kaki ku menuju ruang dosen untuk mengambil beberapa lembar uang seharga barang yang pecah di teknisi.

"Permisi,"ucapku melangkahkan kaki masuk. "Bu Dyan ada yang bisa kami bantu,"ucap teknisi melihat ku masuk ke dalam ruangan. "Biasa ada sedikit kecelakaan,"ucapku mengangsurkan uang yang tadi ku ambil. "Bu Dyan yakin?,"tanya pihak teknisi. "Yakin lah Pak. Ini juga kelalaian saya makanya gitu.

Nanti kalo ada mereka kasih aja alamat saya,"ucapku sebelum berlalu pergi. Sembari kembali ke atas, mata ku malah menangkap sosok tanpa jas lab di dalam laboratorium. "Dek ada kegiatan??,"tanyaku dingin. "Mau pulang Bu,"ucapnya. "SEGERA. NGGA ADA CERITANYA TANPA JAS LAB BEGITU MASUK LAB.

JANGAN BUAT ATURAN SENDIRI YA DEK,"ucap ku dengan tatapan tajam menusuk. Tanpa menunggu lama, satu persatu dari mereka berjalan meninggalkan lab. Huh mahasiswa kenapa susah sekali bagi mu untuk mengerti aturan.

"Perhatian semua saya ada di kelas 5B ya. Nanti cari saya disana dan jangan lupa hubungi saya setelah selesai. Lagi saya nggak menerima kecerobohan,"ucapku tegas tak terbantahkan di setiap kalimat nya.

---

"INI APA-APAAN DEK!!??? TUGAS HARUS DI KUMPULKAN DENGAN RAPI. ULANG DARI AWAL,"ucap ku mengoreksi hasil kerja saat di kelas. Padahal baru beberapa menit yang lalu ku tanyakan ada yang masih belum paham atau ngga.

Dan dengan yakin nya mereka bilang nggak ada. Ya sudah berarti tinggal kasih soal dong. Ehh kenapa nggak ada yang benar malah sebagian besar jawabannya ngawur. "KALIAN TADI SUDAH SAYA BERIKAN WAKTU UNTUK BERTANYA KAN. ADA YANG NGGA DENGAR!!!????,"tanyaku.

Bukannya menjawab malah terdiam semu. "Ohh maaf ternyata dari tadi saya monolog,"ucapku berlalu sambil mendekap modul. Nggak ada kayaknya hari tanpa mengeluarkan banyak kesabaran. "Bu Dyan,"aku berhenti begitu ada mahasiswa semester 3 yang memanggil.

"Iya ada apa Dek,"tanyaku tenang. "Mau konsultasi. Kemarin saya sudah buat janji sama ibu,"ucapnya membuat ku mengangguk. "Di ruangan saya aja ya,"ucapku di angguki keduanya. Menuruni tiap jalanan gedung ruang kelas menuju gedung lab.

Begitu masuk ku liat ruangan sedang sepi, karena masih jam praktikum. Ku baca laporan yang mereka angsurkan dengan teliti dan mendetail setiap bagian nya. "Ehh ada mahasiswa. Cari siapa Dek,"tanya Augitra yang baru datang. "Konsultasi laporan dengan Bu Dyan Bu,"ucapnya tak ku respon dan memilih fokus.

"Dek tinggal laporan akhir ya. Tapi nanti coba perbaiki bagian saran. Masa buat saran asal-asalan atau copy paste G****e,"ucapku menanda tangani laporan. "Dek semester 3 ya,"ucap Angela masuk ke ruangan. Aku sudah tau ini kemana arah ujungnya.

"Bu Dyan masih muda loh bisa tuh jadi temen gandengan,"ucap Keyla akhirnya. Ini lagi kan ujungnya. "Masa iya jalan bawa dosen killer Bu,"ucapku. "Datangi coba ke rumah nya pasti kamu kira teman mahasiswa,"ucap Augitra membuat ku menggeleng.

"Laporan kalian itu gampang acc nya. Tapi kalo lamaran pantas di coba Dek. Ada pepatah bilang kalo orang dingin perangai nya bakal lembut kan. Nah coba sekali-kali bertamu ke rumahnya Bu Dyan. Pasti speechless,"ucap Angela membuat ku melongo tapi tertahan.

Mahasiswa semester 3 tadi hanya bisa kikuk mendengar penjelasan dosen yang mereka beri tingkatan killer di tingkat puncak. Lebih ngga ada akhlaq dengan menjadikan ruangan kami kandang macan. Well, apa pun itu kamu tetap mahasiswa yang perlu bimbingan.

"Bu Dyan ini kalo dari semua di kenalkan rata-rata dari berbagai golongan tuh. Pernah ngga sih dapat yang aparat keamanan negara,"tanya Keyla. "Ada mungkin. Mana saya tau Bu karena saya sendiri belum pernah buka CV nya,"ucapku. "Bu Dyan ya ampun,"ucap Angela menepuk jidat nya keras.

Loh kan memang syarat menikah salah satunya ada niat dan setuju kedua belah pihak. Aku nggak mau gimana dong? Meninggalkan pertanyaan berkelit soal jodoh di sana sembari kembali memakai jas lab. Malas mengurusi hal rumit yang ujungnya diledek lagi.

---

Begitu waktu pulang tiba, ku langkah kan kaki ku untuk menjalani rutinitas seperti biasa sebelum pulang. "Bu Dyan,"aku menoleh begitu mendengar nama ku dipanggil. "Pak Rafka belum pulang,"tanyaku ramah. "Saya masih tetap ketua jurusan yang sama dengan dulu Bu Dyan,"ucap Rafka membuat ku mengangguk.

"Bu setelah saya menikah. Setidaknya ada kah alasan kenapa menolak saya. Ya saya tau saya nggak pantas tapi nggak mungkin nggak ada api ada asap,"ucap Rafka. "Tidak ada hanya saja saya nggak minat. Saya cinta mahasiswa.

Saya jauh lebih minat mengantar kan satu persatu mahasiswa menuju kesuksesan,"ucapku. "Apa jawaban itu sekedar pengalihan isi sebenarnya? Mungkinkah ada yang kamu tunggu atau harapkan kedatangan. Mungkin saja bisa saya bantu menjemput sosoknya,"ucap Rafka.

"Saya bukan seseorang yang suka berharap. Karena sia-sia dan bikin kecewa pada akhirnya. Dan siapa yang ingin saya tunggu. Hidup ya gini gini aja jadi nggak ada alasan untuk kembali bertindak.

Lagian saya masih terlalu muda dan masih belum cukup berbakti pada kedua orang tua. Waktu remaja banyak hilang dengan kesibukan saya mengikuti kegiatan dan event makin memperjauh jarak,"ucapku menutup salah satu lemari asam.

"Bakti anak juga bisa kan setelah menikah Yan,"ucap Rafka membuat ku menoleh sejenak sebelum kembali melanjutkan langkah ku. "Beda pak setelah menjadi istri saya harus siap berada di sisi suami. Terlalu banyak waktu di masa muda yang terbuang bersama kedekatan orang tua.

Saya menjadi seperti sekarang memang inilah saya ada apanya. Saya masih terlalu sayang untuk pergi dari zona nyaman. Saya duluan pak. Selamat sore,"ucapku berlalu menuruni tangga sambil menenteng tas berisi beberapa buku tentang riset.

Membelah jalanan ramai seperti sebelumnya. Bosan kan? Namun mobil ku tertahan macet parah begitu di perempatan. Sepertinya ada korban tabrak lari. Miris sekali harus ada ya bimbingan hidup biar tau aturan.

Apalagi marak sekali ku liat di berbagai media tersiar mengenai masalah sosial seperti teroris. Banyak orang terlalu berharap. Harusnya berusaha sendiri dan jangan pernah berharap. Karena ujungnya menjadi teroris berakhir ke penjara. Atau hukuman mati yang paling parah. Sempit sekali mereka berpikir ya...

---

"Nad yakin ini rumah Bu Dyan,"

"Iya kan teknisi share loc ke sini,"

"Tapi kok ngga ada fotonya Bu Dyan,"

"Saya memang ngga suka berfoto,"ucap ku masuk ke dalam rumah. "Tunggu sebentar. Saya mau bersihkan diri dulu,"ucapku menyunggingkan senyum manis sebelum berlalu masuk. "Yan ada mahasiswa tadi datang,"ucap Tiara dengan perut buncitnya.

"Sudah kak. Kapan sih lahiran kak,"tanya ku mengusap perutnya. "Sekitar 2 mingguan lagi. Padahal Yan pengen loh kalo anak ku bisa digendong sama Uncle nya,"ucap Tiara membuat ku jengah. "Sayang nya hanya ilusi semu itu kak,"ucapku berganti baju.

"Siapa bilang ilusi semu? Minggu depan ada laki-laki baik yang mau melamar kamu Yan. Ibu nggak terima penolakan kali ini,"ucap Maheswari telak membuat ku tersentak. "Bu tapi kan Dyan mas

"Masih ngga minat? Sampai kapan kamu minat Yan. Sampai Bapak Ibu mu ngga ada baru kamu minat. Bapak ibu ini juga manusia yang punya kontrak hidup dengan pemilik hidup,"ucap Maheswari menyentuh kedua lengan ku.

"Bu jangan gitu Bu. Dyan pasti nikah tapi nggak sekarang,"ucapku. "Tapi kapan Yan. Kakak sama kakak ipar mu ngga mungkin temani kamu seumur hidup. Mereka juga punya kehidupan sendiri,"ucap Maheswari. "Bu. Kalo memang itu alasannya Dyan ngga bakal repotin. Nanti Dyan pindah ke apartemen aja,"ucapku.

"Ibu nggak terima alasan Yan. Mau nggak mau kamu harus nikah dengan laki-laki yang datang malam nanti,"ucap Maheswari membuat ku terduduk. Kenapa jadi otoriter gini sih keluarga ku. Salah kah aku kalo memang masih betah dengan kenyamanan keluarga.

Aku nggak kurang kasih sayang kok sampai harus cari orang lain yang bisa kasih sayang. Cukup dengan mendukung ku, sudah sangat berarti. "Dyandra,"panggil Harsa masuk ke dalam kamar ku. Aku hanya mendongak tanpa kata.

Karena aku sudah tau pasti intinya sama. "Dengerin dulu sini Nak. Dengan menikahkan kamu bukan berarti kami nggak sayang dengan mu lagi. Tapi kesuksesan orang tua itu ketika berhasil mengantarkan putrinya ke gerbang pernikahan.

Andaikata bisa Nduk, ngga akan bapak biarkan ada laki-laki datang melamar mu. Setiap perempuan menikah adalah wajib hukumnya. Apa kamu mau nikah tanpa bapak sebagai penghulu atau wali mu,"tanya Harsa membuat ku makin merasa tertekan.

"Dyandra manut aja. Setidaknya dengan gitu Dyandra bisa jadi anak berbakti,"ucapku meninggal kan kamar. Muak sekali aku dengan pertanyaan nikah dan kawanannya. Padahal nikah itu ngga seindah bayangan yang kalian tunjukkan.

Okelah kalo bentuk kasih sayang tapi maaf aku bukan robot yang bisa di atur tentang masalah pribadi. Kalo tentang diri ku yang lain silahkan tapi tolong jangan paksa aku nikah sekarang juga kan...

Ingin rasanya aku pergi fitnes untuk memukuli samsak tinju melepas rasa kecewa ku. Padahal aku sudah nggak berharap. Tapi kenapa tetap aja aku kecewa. Sudah ku dekatkan diri ku dengan Allah. Namun sepertinya Allah merencanakan sesuatu yang besar di masa depan.

Alhamdulillah ya Allah tapi aku bahkan enggan untuk menengok masa depan itu. Aku lebih senang hidup monoton tanpa perubahan daripada bergejolak. Lantas dimana salah ku???

---

Larutan demi larutan terpampang di depan mata ku begitu pun dengan mahasiswa yang tadi memecahkan alat kimia. Tujuan ku memanggil mereka biar bisa fokus mengulang praktikum yang sebelumnya terganggu fokus.

"Siap sudah selesai Bu,"

"Ya sudah dibereskan. Ingat nanti lagi jangan di ulangi ya,"ucapku dengan wajah serius sambil memeriksa setiap jumlah bahan dan alat yang ada di lab mini di rumah ku.

"Dan kamu nggak jalan sama cewek mu?,"

"Ntar aja napa bawa cewek. Di luar kan bisa Cong,"

"Santai aja saya nggak masalah kalo kalian punya pacar asal ngga pacaran di lab sama ganggu prestasi kalian. Kalian juga memang masanya gitu dan jangan melewati batas. Ada iman dan agama yang harus kalian pegang teguh,"ucapku menormalisasi larutan sisa sebelum dibuang.

"Berarti ibu dulu waktu kuliah punya pacar ya,"celetuk salah satunya.

"Bibir Boro. Bisa mati digantung kita,"bisik yang lain.

"Maaf mak

"Saya nggak pernah pacaran dan punya hubungan serius dengan lawan jenis. Saya ingin punya hubungan dengan mereka setelah semua mahasiswa yang datang ke instansi kita sukses semua,"ucapku.

"Kan lama Bu berarti,"

"Saya bukan orang yang ngebet nikah,"ucapku santai sambil menutup lemari asam. "Makanya cari kan dulu dosen kalian ini jodoh. Acc CV ngga semudah acc laporan loh,"ucap Maheswari yang ikut bergabung.

"Astaga laporan aja kita 10 kali revisi aja kadang masih salah,"

"Kalian sendiri yang salah. Penulisan laporan yang bener sudah saya ajarkan di kelas tapi nggak di dengar kan,"Ucapku datar sembari berlalu ke meja makan. "Ayo nak makan dulu,"ucap Maheswari mengajak mahasiswa ku bergabung.

Sepanjang makan malam bahasan tak bisa lepas soal pasangan dan sejenisnya. Hah memangnya dunia cuma itu isinya. Muak sekali mendengar sesuatu yang tak berguna singgah di telinga ku. Lagian bisa aja kan kita hidup tanpa dasar kata alay hubungan asmara. Membuang waktu ngga berguna hanya untuk pekerjaan sia-sia...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status