Detik jam yang berbunyi begitu lirih di keheningan malam masih saja membuatku terjaga. Di depan ku gadis kecil yang tengah asyik terlelap begitu tenang tak bisa membuatku begitu heboh. Ingatanku masih berkeliaran pada pria itu.
Bukan Chandra tentunya tapi Daffa. Mengapa akhir-akhir ini tanpa sengaja malah banyak kalimat seolah begitu sengaja merujuk pada kode yang bisa ku pahami secara jelas maksudnya. Apa dia tidak malu jika mengatakan itu secara serius? Masalahnya aku itu janda dan sudah punya anak dari pria lain. Bagaimana dia bisa berpikir demikian?
Seperti beberapa menit lalu saat dirinya mengantar makanan. Aku tidak bermasalah tentang makanannya hanya dengan kedekatan kami terutama masalah ku dan Chandra baru juga usai itu terlalu memancing bahan pembicaraan orang lain. Mungkin dia tidak salah mendekati jika ingin membantu ku mengasuh Alandra. Hanya saja ini Indonesia yang kental dengan budaya dan tata krama.
"Bu Dya
Suasana ramai yang tengah begitu semarak tidak mengindahkan ku dari tatapan tajam pada Daffa. Pria itu hanya menatapku dengan tatapan tenang. Seolah memang dirinya tidak ada sangkut pautnya dengan para taruna itu."Siapa kamu,"Mataku menelisik berusaha mencari kebenaran dari setiap gerak-geriknya. Aku pernah membaca sedikit artikel tentang gerakan seseorang. Lagipula aku memang tidak terbiasa mudah percaya dengan setiap pria sepertinya."Apa Mbak? Saya dosen yang Anda kenal,"ucap Daffa masih membela diri. "Aku mungkin tidak pernah menjalani pendidikan di bawah naungan Swa Bhuwana Paksha. Tapi jangan lupakan satu hal, Pak Daffa. Aku mengenal Chandra dari semenjak SMA sampai lulus pendidikan. Taruna tidak banyak mengenal tentara yang sudah aktif dan dilantik.Bahkan hanya beberapa saja yang dihormati dan kamu? Katakan siapa kamu sebenarnya atau aku cari tau sendiri?"tanyaku menodongkan pulpen membuat dagunya terangkat. Meskipun pahit rasanya kembali menyebut pria brengsek itu. Saat i
Ditemani dengan teh melati tanpa rasa, ku pandangi tugas mahasiswa yang menumpuk di meja ku. Nggak usah Anda sekalian tanya pasti tahu kan profesi yang saya bidangi. Ku pakai jas lab yang tergantung di meja lengkap peralatan yang lain.Jujur mungkin sosok seperti ku yang kalian benci saat menjadi mahasiswa. Yang jelas tugas ku membimbing bukan ingin menghancurkan. Karena kalimat pedas itu selalu diingat daripada kalimat lemah lembut. Intinya itu bukan yang lain jadi mohon maaf dan saya ingatkan jika memang kalian kurang berkenan dengan sifat ku bisa meninggalkan cerita ku. "Pagi Bu,"sapa sebagian mahasiswa hanya ku angguki. Namun tak jarang juga yang berpura-pura tidak mengenal. Heh dasar mahasiswa. Nggak pernah tau diri siapa yang membimbing mereka. Meninggalkan perasaan kesal dengan berdiri menjulang di depan lab kimia dasar. "Kelompok satu,"ucapku tegas dengan suara memecah keheningan. Kegiatan seperti ini adalah kebi
Baju batik bewarna maroon cukup manis berpadu di tubuhku. Setelah memastikan tidak ada yang kurang dan tertinggal, ku lirik jam sudah menunjukkan pukul 06.30 WITA. Dosen yang baik itu harus datang lebih cepat dari mahasiswa.Supaya bisa jadi contoh tapi kayaknya biar aku disiplin ngga bakal juga aku dicontoh sama mahasiswa. Orang mereka aja menempatkan ku di posisi dosen killer tertinggi di kampus Politeknik Negeri tempatku mengajar."Kak Dyan pamit dulu ya. Assalamu'alaikum,"ucapku. "Yoi hati-hati ya Yan jangan ngebut di jalanan,"ucap Tiara. Tiara ini aneh-aneh lagi. Sejak kapan aku ngebut di jalanan sedangkan bagi ku patuh pada peraturan dan perundang-undangan sudah segala-galanya.Membelah kota Samarinda yang memiliki kesibukan masing-masing di jam segini. Di tepi kanan sungai Mahakam membentang indah membelah dua bagian membuat ku harus melewati jembatan yang dahulu pernah runtuh."Selamat pagi Bu Dyan
“Aduh gimana ini Bu,”ucap Angela masuk ke dalam ruangan dosen dengan wajah kacau. “Siapa yang gantikan Bu Nata nyanyi untuk pagelaran nanti malam,”ucap Angela membuat ku terhenyak. What’s kenapa harus Nata yang ngga datang??? Bau-bau jadi tumbal ini. Bukannya gimana masalahnya kalo gantikan dadakan gini siapa sih yang ngga sebel. “Bu Dyan,”ucap Augitra mengangguk. Ini juga karena tangan yang ngga bisa banyak gerak. Mana mungkin penari bawa kipas gerakannya bukan luwes malah patah-patah kayak paskibraka. “Saya bisa menggantikan Bu,”ucapku berdiri. “Alhamdulilah makasih banyak Bu Dyan. Ini nih teks nya ya, audio nya saya kirim lewat WA,”ucap Angela memberiku selembar kertas. “Bahasa Bugis ya Bu,”ucapku. “Iyalah. Kan Pak Rafka orang Bugis apalagi calonnya juga orang Bugis,”ucap Keyla. Kan masalah lagi, mana aksen Bugis jelas beda dengan aksen Jawa. Ayolah pasti bisa Yan pasti bisa. Katanya lagu ini bu
Dengan langkah yakin ku lalui lorong lab dengan perasaan lebih baik karena akhirnya perban kurang asem itu dilepas dari tangan ku. Dengan membawa map berisi lembar penilaian, aku masuk ke dalam lab proses untuk membimbing praktikum."Pagi Bu Dyan,"Oiya lupa semenjak malam itu, mahasiswa jadi lebih sering menyapa ku namun dibalas dengan anggukan. Capek balasi satu persatu dan ngga efektif. Banyak yang berubah dari orang di sekitar ku. Seperti Pak Rafka yang jadi sumringah tiap hari. Angela, Keyla dan Augitra yang makin mendekat kan ku dengan banyak jenis laki-laki.Tapi kembali pada prinsip. Gimana mau suka sedangkan aku sendiri aja ngga ada minat dan kepikiran. Cuma aku yang masih tetap sama dengan kemarin. Karena mau jadi apapun aku nggak ada bedanya. Jadi untuk apa repot-repot berubah.PrankSuara pecahan alat kimia membuat ku tersentak. "Kenapa Dek,"tanyaku kaget. "Labu ukur n
Deretan alat kimia berjajar di depan mata ku dengan berbagai jenis. Setelah dengan sedikit problema akhirnya aku bisa datang ke sini. Maheswari tak henti membuat ku harus duduk berjam-jam untuk mendengarkan laki-laki yang kata mereka orang baik. Mau gimana udah terlanjur acc, muak ngga muak udah kejadian juga. Bahkan sengaja meminta ke instansi ku untuk memulangkan sebelum jam setengah 3 sore. Nggak juga kalo aku pulang kayak biasa merubah keinginan mereka pada intinya. "Bu Dyan," "Iya saya. Kenapa Bu?,"tanyaku menoleh melihat Angela mendatangi ku. "Nggak papa. Kok tumben hari ini agak beda ada masalah apa,"tanya Angela menutup pintu lab menyisakan kita berdua. "Nggak papa Bu,"ucapku tersenyum tipis di balik masker karbon yang ku pakai. "Nggak papa cerita aja biar lega. Masa dari pagi datang itu hawa nya beda loh Bu. Mungkin ada masalah mahasiswa yang kurang enak Bu,"ucap Angela membuat ku beralih dudu
"Dyan mau kemana pagi begini,"tanya Harsa yang tengah membaca koran di ruang tamu. Wah enak sekali dosen senior bersantai sembari menikmati kopi. Sedangkan aku seperti tertimpa tangga saja karena kesiangan. "Mau ke kampus Pak. Dyan pamit ya. Udah telat. Assalamu'alaikum,"ucapku buru-buru berlari keluar. "Ini gara-gara tentara sok puitis makanya telat 5 menit dari jam biasanya aku berangkat kan,"ucapku bergegas mengendarai mobil dengan kecepatan di atas rata-rata membelah kota Samarinda dengan perasaan panik. Baru aja sampai di depan gedung jurusan, langsung ku ambil tas berjalan seolah normal memasuki lab yang sudah ramai. Iyalah biasanya aku datang itu sepi sekali karena masih pagi buta. Ini termasuk terlambat bagi ku dan aku ngga suka itu. "Bu Dyan," aku menoleh melihat Keyla yang memanggil ku dari belakang. "Iya kenapa Bu,"tanya ku. "Hmm pantas agak siangan, ini kah penyebab nya. Oiya sama tentara y
"Dyandra ya ampun ngga nyangka. Senengnya ketemu kamu lagi Yan. Nggak sabar jadikan mantu Bunda,"ucap Nafisa dengan wajah berbinar. Ya akhirnya dua bersaudara itu membawa ku kemari. "Hehe iya Bun. Mau kemana kok ada koper di depan,"tanya ku penasaran."Loh kan kita mau ke Malang buat pengajuan nikah kalian,"ucap Alagra makin membuatku seperti terjebak tanpa tau apa-apa. "Loh Dra kamu nggak kasih tau Dyan,"tanya Nafisa. "Biar surprise Yah. Habis kena semprot Dyan bikin pangling sampai lupa.Bisa gitu Dyan jadi lain waktu di kampus. Apalagi ketemu mahasiswa bermasalah,"ucap Chandra. "Kakak ini memang loh. Nggak papa kak Dyan, sama aku aja ya duduknya jangan sama Kak Chandra,"ucap Dhita membuatku tersenyum tipis.Asli manusia seenak jidatnya, aku di bawa kesini terus Bapak sama Ibu gimana. "Yan,"ucap Harsa datang dengan penampilan rapi bersama Maheswari tanpa couple tersayang. "Loh Bapak sama Ibu sudah tau juga,"tanyaku bingu