Share

Bab 5 : Kabur

Deretan alat kimia berjajar di depan mata ku dengan berbagai jenis. Setelah dengan sedikit problema akhirnya aku bisa datang ke sini. Maheswari tak henti membuat ku harus duduk berjam-jam untuk mendengarkan laki-laki yang kata mereka orang baik.

Mau gimana udah terlanjur acc, muak ngga muak udah kejadian juga. Bahkan sengaja meminta ke instansi ku untuk memulangkan sebelum jam setengah 3 sore. Nggak juga kalo aku pulang kayak biasa merubah keinginan mereka pada intinya.

"Bu Dyan,"

"Iya saya. Kenapa Bu?,"tanyaku menoleh melihat Angela mendatangi ku. "Nggak papa. Kok tumben hari ini agak beda ada masalah apa,"tanya Angela menutup pintu lab menyisakan kita berdua. "Nggak papa Bu,"ucapku tersenyum tipis di balik masker karbon yang ku pakai.

"Nggak papa cerita aja biar lega. Masa dari pagi datang itu hawa nya beda loh Bu. Mungkin ada masalah mahasiswa yang kurang enak Bu,"ucap Angela membuat ku beralih duduk di salah satu kursi sambil melepas masker karbon yang menutup separuh wajah ku.

"Orang tua minta saya temui laki-laki yang mereka pilih kan malam ini Bu. Tapi saya memang belum minat nikah sekarang. Usia saya masih muda masih harus banyak belajar. Saya takut kalo dengan jiwa yang masih kekanak-kanakan malah bikin runyam lembaga pernikahan,"ucap ku.

"Pak Harsa sama Bu Maheswari bukan maksa itu Yan. Usia mu memang sudah matang. Kalo kita nunggu sempurna emosi kita keburu tua. Gunanya menyatukan dua insan itu ya karena saling melengkapi. Coba aja dulu temui siapa tau sreg,"ucap Angela.

"Saya hanya ngga mau gagal Bu,"ucapku. "Liat Yan. Ratusan kali kamu coba titrasi apa ngga pernah satu kali aja kamu gagal? Begitu pun juga nikah. Belum tentu yang sekali atau pertama kali itu gagal. Intinya gimana cara pasangan mau mempertahankan hubungan,"ucap Angela memberi ku pencerahan.

Sedikit aja ada pikiran tercerahkan sisanya masih dengan pikiran yang sama. "Oiya ini sudah jam setengah 3 Yan. Sesuai pesan kedua orang tua mu, kamu harus pulang sekarang,"ucap Angela membuat ku pasrah. Hari ini aku terisolasi dari mahasiswa karena alasan yang sama dengan pulang cepat.

Lagian ngga ngaruh juga dengan mahasiswa. Melangkah keluar dari lab dengan suasana mood yang entah lah. Memang sejak kapan sih aku punya mood segala. Pasti setelah nikah juga sama dengan sekarang. Paling beda nya itu ada lagi tambahan mengurus suami. Ck memperbanyak tanggung jawab padahal bisa aja hidup mandiri untuk saat ini.

---

"Cantiknya Kamu Yan,"ucap Tiara menyentuh kedua pipi ku. Saat ini aku sudah berganti baju dengan batik biru dongker dengan jilbab silver dan make up tipis di wajah ku. "Dari tadi itu aja ku dengar Kak,"ucapku memutar bola mata malas.

"Iya kan akhirnya adek ipar ku nikah. Jadi nanti keponakan nya lahir sudah ada uncle nya nggak jomblo terus. Dan ngga jauh jarak usia anak kita Yan,"ucap Tiara membuat ku melotot. "Wait terlalu jauh untuk kesana,"ucap ku. "Nggak ada yang terlalu jauh Yan. Ayo berangkat nanti keluarga calon suami mu nungguin,"ucap Maheswari.

"Ck calon suami,"ucapku dalam hati berdecak. Belum bertemu aja aku yakin ngga sampai ke pelaminan. Malas berdebat dan memilih diam sepanjang perjalanan menuju lokasi. Lagian kenapa harus kita ketemu di luar. Nggak bisa ketemu di rumah aja kah?

"Deg-degan ya Dek,"tanya Deva. "Apa yang buat deg-degan orang ketemu biasa,"ucapku santai. "Saintis kayak kamu gimana ya bucin nya Yan,"ucap Tiara menggenggam tangan ku. "Ya nggak gimana-gimana. Ngapain juga bucin buang waktu,"ucapku santai.

"Yan jangan kayak ketemu mahasiswa ya kalo ketemu calon suami mu,"ucap Maheswari di depan. "Lah kan sama aja Bu. Nggak ada bedanya juga kok,"ucapku meyakinkan semua orang di dalam mobil. "Udah gini aja Nduk. Yang penting gimana pun kamu pasti ada penilaian tersendiri.

Mereka sudah tau kamu gimana kok,"ucap Harsa membuat ku mati rasa. Sebenarnya nggak ada niat buat hilangkan sisi peduli biar tampak ngga menarik. Ya memang gini apa adanya saya mau apa. Bosan berkutat dengan pikiran ku hingga tak sadar mobil sudah berhenti.

Dari turun aja langsung di berondong pelukan sama seorang wanita paruh baya tak ku kenal. "Ya Allah cantik sekali daripada di foto nya Mbak,"ucap nya membuat ku langsung paham. Jadi dia calon ibu mertua ku. Ku sungging kan senyum tipis di ujung bibir sebelum akhirnya masuk ke dalam resto.

"Nduk ini Bu Ningsih,"ucap Maheswari memperkenalkan. "Dyandra,"ucapku formal. "Nggak usah canggung Nduk,"ucap Ningsih sumringah. Begitu senang kah dengan bertemu dengan ku sampai wajah ayu nya tersenyum lebar tanpa henti.

Sudah ku pastikan kalo aku begitu berati aku gila. Untuk apa tersenyum se lebar itu? Bahkan ceremonial bersama rektorat aja cuma senyum formal bukan senyum nya Mbak Flight Attendant alias pramugari.

Bisa dibilang kesambet juga sama mahasiswa. Hmm mahasiswa lagi. Hidup seorang dosen ngga akan pernah lepas dari mahasiswa. Itu sudah hukumnya jadi nggak bisa di ganti lagi. Jadi mau gimana pun tetap itu lah pusat perhatian dosen.

Kenapa monoton sekali hidup ku. Pergi kesana kemari balik lagi bahkan sudah sangat ku hafal mati bagaimana tiap proses nya. "Mbak Dyan nya kayaknya perlu waktu ngobrol berdua bareng calon suami nya ini Bu Maheswari,"ucap Ningsih tak ku tanggapi.

Sembari menunggu ku pakai masker karena meja di sebelah sedang di bersihkan. Aku bukan penderita OCD. Hanya nggak mau kena resiko debu segala. "Selamat malam,"aku mendongak begitu mendengar suara menjumpai ku. Kenapa terdengar aneh?

Deg

"Saya Chandra Aklartha Maurya, pangkat Mayor penerbang TNI Angkatan Udara. Wheh jadi gini ya modelnya seorang Shindhyca Fatma,"ucap nya mengulurkan tangannya. Dengan perasaan aneh tanpa menanggapi ocehannya, ku lepas masker yang sempat menutup wajahku membuat nya tercengang.

"Dyandra,"ucap Chandra tak kalah kaget namun segera pulih. "Bentar kayaknya ada kesalahan. Yang harusnya ku temui bukan tentara,"ucapku beranjak mencari sosok yang sebenarnya akan di temui. "Yan apa kabar,"ucap Chandra tak ku tanggapi.

Langkah panjang ku terhenti begitu samar-samar ku liat dua insan tengah asyik berciuman di balkon. "Nduk kok kam,"ucap Ningsih terhenti begitu melihat hal yang sama dengan yang ku lihat. Wajah ayu nya mendadak berubah pucat hingga perlahan memerah.

Entah bagaimana awalnya yang jelas tamparan panas mendarat di pipi laki-laki itu. "Bu cukup Bu. Aku nggak mau sama dosen. Dia yang ku pilih jauh lebih baik dengan profesi Wara nya daripada dia,"ucap Shantanu membuat ku tersenyum tipis. Bener lagi firasat ku kan.

Semua jika di awali dengan keterpaksaan ngga akan ada yang manis ya gini nih ujungnya. Berantakan kayak mau praktek tapi nggak tau tujuan asal-asalan semua. "Bu saya rasa memang bukan saya jodoh putra Anda. Putra Anda berhak memilih yang dia suka juga bukan,"ucapku dengan perasaan senang bukan main yang tertahan di kerongkongan.

"Yan,"

Rasa senang ku mendadak luntur begitu mendengar suara berat tadi memanggil ku. "Le katanya mau ketemu sama calon istri mu. Kapten Shind,"ucap wanita paruh baya dengan baju coklat yang tak asing sekali dengan ku entah beliau ingat atau ngga.

"Dyandra Rajasa putri nya Pak Harsa Rajasa kan,"ucap wanita itu menggenggam tangan ku. "Iya Bu,"ucap ku tersenyum tipis. "Loh kok ngumpul disini ada apa ini,"ucap wanita paruh baya yang lain. "Bun Shindyca mau nya sama Shantanu bukan sama Mayor Chandra. Shindy cuma temen Bun ngga lebih,"ucap perempuan yang kepergok tadi.

"Yan. Ehh Nak Chandra,"ucap Maheswari.

---

Seumur hidup aku nggak suka nonton drama di layar kaca karena rumit terus kenapa hidup ku kayak drama gini. Di duduk kan padahal ngga tau salah ku apa. Terlebih kenapa harus dengan laki-laki yang sedang menatap ku lekat di depan ku. Hancur sudah euforia indah yang terbayang di ubun-ubun.

Dramatis sekali hidup ku ya Tuhan. Bisa kah aku gantung diri aja daripada hidup kayak drama gini. Di jodohkan ngga setuju habis tuh ternyata selingkuh dengan perempuan lain dan akhirnya gini. Epik sekali....

"Jadi kayaknya kita nggak bisa besanan Bu Ningsih. Saya nggak papa dan ngga merubah hubungan pertemanan kita kok,"ucap Maheswari mengusap punggung Ningsih yang terlihat seperti kena masalah. Bukan seperti tapi memang iya kena masalah kan.

Kasihan sekali. Baru aja senyum sumringah langsung jadi gini. "Bu Ningsih mau kan besanan dengan saya,"ucap Nina, ibunda Shindyca. "Harusnya saya yang minta maaf Bu,"ucap Ningsih. Malas bertukar air mata dengan melihat nya, ku alihkan perhatian ke arsitektur bangunan di balik kaca.

"Nah berarti Chandra dengan Dyandra. Nak Dyan setuju,"

Entah apa yang mereka bicarakan hanya ku angguki. Paling tanya tentang masalah Shantanu. Kalo aku pribadi ya dengan senang hati dong. "ALHAMDULILLAH GUSTI AKHIRNYA DYAN MAU NIKAH,"ucap Tiara membuat ku melotot. Apa ini?

Kenapa aku jadi pusat perhatian? Jangan bilang aku salah iya kan pertanyaan terakhir yang nggak ku dengar jelas. Sontak senyum terbit di wajah semua orang yang ada di depan ku. Apalagi tinggal keluarga ku dengan keluarga Maurya.

"Jauh-jauh ternyata jodoh nya teman SMA toh. Jadi ini yang ditunggu Dyan,"ucap Nafisa membuat ku makin bingung. Membuat ku menarik lengan Deva. "Kak Dev kenapa ini,"tanyaku bingung penuh tanya dengan berbisik. "Itu yang harus kamu sesali karena ngga dengarkan pertanyaan Pak Alagra tapi kakak seneng sih.

Akhirnya kamu mau nikah,"ucap Deva membuat ku seperti ditimpa beban berat. Kebodohan yang paling ku benci saat ceroboh gini. Ngga papa deh aku sama siapa gitu iya ku acc yang mana pun. Tapi please jangan Chandra, Thor bantu aku kali ini aja. Gimana cari jalan keluar terbaik???

"Dyandra sekarang jadi dosen ya,"ucap Nafisa membuat ku mendongak.

"Iya saya dosen jurusan teknik kimia politeknik negeri,"ucapku masih seperti kena siram es batu. Dingin tapi kalo terlalu dingin itu cukup membuatku ngilu. Persis sudah dengan ku saat ini. "Apa mungkin yang ditunggu Dyan itu Chandra ya Bu.

Dari dulu Pak CV numpuk di meja nya nggak ada yang di acc. Sedangkan laporan aja yang kadang numpuk tinggi lekas di acc. Sampai heran apa Dyan ini normal kah ngga,"ucap Harsa membuat ku kicep. Haruskah di bahas juga.

Andaikan ku jawab kalo aku terima karena keteledoran ku yang malah ngelamun entah gimana reaksi mereka. "Chandra juga gitu Pak. Ini aja karena Shindyca paling dekat makanya lamar Shindyca,"ucap Alagra membuat berdecih.

"Permisi mau keluar bentar boleh,"ucapku mengundurkan diri. "Mau kemana Nak Dyan? Ndra sana temani biar makin akrab kan Pak Bu,"ucap Alagra membuat ku tercengang. Akrab? Ngga mungkin nggak nggak.

Dengan berjalan cepat, sengaja ku selipkan diri dengan tamu yang akan datang atau pun pelayan resto. Bodo amat etika tapi aku ngga mau gini. Aku mau kabur aja malam ini ngga tau kemana yang penting ngga jadi nikah sama Chandra.

Ku lepas heels ku untuk bergegas berlari kemana pun asal jauh. Ngga peduli setelan kayak orang gila. Yang ku butuhkan sekarang itu menjauh ngga lebih. Hingga akhirnya berhenti di taman Samarendah yang berhias lampu bewarna-warni. Kembali membenarkan penampilan yang teracak akibat berlari seperti orang gila di malam hari.

"Dosen juga bisa bertindak seaneh itu ya,"ucap Chandra menepuk pundak ku ikut bergabung dengan ku. Kebodohan kedua yang terjadi hari ini kenapa bisa Chandra ikuti langkah cepat ku tadi. Padahal Kak Deva aja ngga sanggup kalahkan kemampuan ku.

"Gimana kabar mu,"tanya Chandra. "Baik,"ucapku judes tak tertahankan. "Wow apa semenjak jadi dosen bibir mu jadi sepedas itu,"ucap Chandra. "Ngga ada hubungan nya dengan profesi hanya saja saya suka yang to the point,"ucapku.

"Oke kita nikah,"ucap Chandra membuat ku menoleh. "Cih Anda terlalu percaya diri bahkan saya pun tidak pernah sekali pun setuju,"ucapku berdecih. "Oke aku anggap itu jual mahal Yan. Yang jelas tadi ada yang anggukkan kepala waktu di tanya Ayah ku tadi,"ucap Chandra mengambil salah satu tangan ku.

Begitu ku tarik, sudah tersemat cincin di jari manis tangan kiri ku. "Sepasang dengan ku Yan,"ucap Chandra mengangkat tangannya yang memakai cincin sepasang dengan ku. Tak mau terjerat ku lepas cincin itu dari jari ku.

"Kamu tarik malah bikin luka Yan. Hanya calon suami sejati yang tau ukuran jari jodohnya,"ucap Chandra membuat ku mendecih. "Ini salah dan seharusnya tak pernah terjadi,"ucapku dingin yang sarat akan kebencian.

"Buktinya gini Mbak Dyandra Androdiaz Zhafira Rajasa. Atau ibu Dyandra. Hah kenapa ngga ada mahasiswa yang tanya Bu Dyan kenapa dipanggil Bu. Bapaknya mana,"ucap Chandra tak ku pedulikan lebih fokus bagaimana cara ku pulang.

"Daripada mikir pulang lebih baik mikir gimana kita ke depannya. Yang jelas apa kamu tega hancurkan orang tua kita yang sudah senang sekali,"ucap Chandra lagi-lagi tak ku pedulikan. "Kamu diam begini ngga lama ku cium Dy,"ucap Chandra membuat emosi ku akhirnya meledak.

"Oh jadi pendidikan tentara juga ajarkan jadi amoral ya. Cium gadis yang bukan siapa-siapa nya. Ck,"ucapku. "Amoral itu untuk sembarangan lagian kamu ngarep banget ya mau ku cium,"ucap Chandra membuat ku berdecak.

"Dy semakin besar kamu semakin dewasa semakin cantik. Pangling aku liat wajah mu tadi,"ucap Chandra seperti playboy cap kakap. "Oh jadi di ajarkan cara gombal juga ya,"ucapku. "Serius Dy,"ucap Chandra membuat ku membuang wajah. "Bisakah kamu mempercayai bibir yang pernah berdusta bahkan ingkar?,"tanya tersenyum miring.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status