Lizi menggeram menahan emosi yang bisa meledak kapan saja. Dia mengepalkan tangannya kuat-kuat hingga buku-buku jarinya memutih. "Kalau begitu tunjukkan pada ku di mana kau temukan pistol Mauser C96 yang kau katakan itu! Akan aku buktikan kalau bukan itu barang yang aku kirimkan!" Lizi mengeraskan rahangnya dan mengatakan semuanya penuh penekanan. Lizi bahkan sampai berdiri dari duduknya sangking tidak bisa menahan diri. Fengying mengangguk, dia setuju. Lagi pula masalah seperti ini harus diselesaikan dengan baik. "Baiklah, kita akan pergi ke bagian keamanan pelabuhan." Fengying ikut bangkit dari duduknya. Pria itu tampak menyambar mantel hitam miliknya dan berjalan mendahului yang lain keluar dari kantor bea cukai tersebut. Yoriko menghampiri Lizi dan mengusap-usap lengan gadis itu dengan lembut. Berharap dengan itu bisa sedikit memenangkannya. "Jangan khawatir Liz, ini pasti salah paham saja." Yoriko mengatakannya dengan yakin. Lizi menolehkan kepalanya ke arah Yoriko, dia me
Malam harinya Yoriko sudah menunggu di salah satu roof top bangunan bertingkat, menunggu salah satu jet pribadi milik keluarga Choi menjemput dirinya. "Tenang saja, aku baru mengabari kakak kalau kau akan kembali lebih dulu. Jadi segera pergi ke kediaman begitu kau sampai di Korea, jangan pergi ke rumah mu atau ke pelabuhan Gungsan sendirian!" Lizi yang ada di sampingnya berkata cerewet. Yoriko mengangguk paham, dia tahu apa yang harus dia lakukan begitu sampai nanti. Hanya saja, dia sangat khawatir meninggalkan perempuan muda itu di Shanghai. "Kau sungguh akan baik-baik saja kan Liz?" tanya Yoriko yang memandang sendu ke arah Lizi. Yoriko adalah anak tunggal di keluarganya, pantas saat masuk ke El Abro dan bertemu dengan Lizi dia merasa seperti memiliki adik perempuan. Apalagi jarak umur mereka sangat cocok untuk menjadi adik kakak. "Iya, kau jangan ikut-ikutan posesif seperti kakakku Yoriko!" Lizi tertawa gemas, bahkan dia mencubit lengan Yoriko. Keduanya bersenda gurau sejenak
Di halaman kediaman keluarga Choi sudah ada Tuan Mun dan Master Wang (Wang Yihan) yang berdiri menatap seorang perempuan yang tengah berlutut di jegal oleh dua anggota El Abro.Perempuan itu berdiri tepat di halaman kediaman dengan wajah yang tertunduk, saat Yoriko tiba di sana semua orang sontak menoleh ke arahnya termasuk perempuan itu. Bahkan dia tampak sangat gembira karena bisa bertemu Yoriko, ada raut lega yang dia tampakkan apalagi saat dia melihat ada Ashraf yang mengekor di belakangnya."Yo-Yoriko, Ashraf--" Perempuan itu memanggil keduanya dengan nada yang terbata-bata. Perempuan tadi memberontak ingin minta dilepaskan agar dia bisa leluasa untuk bertemu dengan Yoriko dan Ashraf. "Apa kalian mengenal perempuan itu Yoriko, Ashraf?" Master Wang langsung bertanya mendengar panggilan perempuan itu. Yoriko hanya menggedikan bahunya acuh dan ikut berdiri di samping Tuan Mun, sedangkan Ashraf berhenti di samping Master Wang dengan tatapan yang sulit diartikan ketika melihat waj
Yoriko mengerjapkan matanya perlahan, kemudian tersenyum getir. "Hah! teman ya," gumamnya lirih. Ashraf yang tidak terlalu jelas mendengarnya mengerutkan keningnya, dia berniat meminta Yoriko kembali mengulangi jawabannya. Tapi buru-buru Yoriko pamit pergi. "Sudah ya Ashraf, aku akan bersiap-siap setengah jam lagi aku akan pergi ke Gunsan." "Baiklah, aku akan menunggumu." Ashraf mengatakannya dengan ramah. Tapi kali ini Yoriko dengan tegas menolaknya. "Tidak usah! biar aku dan Tuan Mun saja yang pergi!" tegasnya kemudian berbalik badan dengan cepat. Yoriko meninggalkan Ashraf bahkan sebelum pria itu mengatakan apapun. Ashraf merasa heran, padahal Yoriko sempat menyetujuinya tadi. Kenapa dia berubah pikiran dengan begitu cepat?Benar saja, saat keberangkatan menuju pelabuhan Gunsan. Yoriko tetap mengajak Tuan Mun untuk ikut bersamanya. Ashraf hanya ditinggal begitu saja tanpa berpamitan sama sekali. Ashraf merasa heran, dia memperhatikan keberangkatan Yoriko dan Tuan Mun dari te
Yoriko terus berlari, dia merapatkan tubuhnya di salah satu kontrainer. Nafasnya memburu saat ini, tapi dia harus bisa menemukan pria misterius itu secepatnya. Kemudian matanya kembali awas saat melihat pria itu berlari melewati tempat Yoriko bersembunyi. Pria itu tidak sadar kalau Yoriko sudah tidak lagi mengejarnya, melainkan mengawasi dirinya dari kejauhan. Yoriko mengendap-endap, mencari waktu yang tepat untuk menyerang. Kemudian saat pria itu lengah Yoriko keluar dari persembunyiannya dan menghantam tengkuk pria itu dengan satu buah balok yang cukup besar. Bugh!"Akh!"Pria itu jatuh tersungkur begitu saja setelah terkena hantaman tepat di tengkuknya, dia jatuh pingsan saat itu juga. Yoriko berjongkok, memastikan kalau lawannya sudah terkapar tidak berdaya. Tidak lama kemudian dia menelfon Tuan Mun, karena saat dirinya asik kejar-kejaran tadi. Jarak Tuan Mun dan dirinya cukup jauh sehingga pria itu tidak mungkin tahu. "Tuan Mun, kau bisa ke sini bersama beberapa anggota? aku
Yoriko bangkit dari duduknya, dia mengeluarkan pistol yang disembunyikan dari balik pakaiannya. Para anggota yang lain juga bersiap setelah mendengar tembakan itu. "Berpencar! cari ke semua penjuru pelabuhan!" perintah Yoriko pada anggota yang lain.Mereka kemudian berpencar dan mencari orang yang telah menembak mati pria misterius itu. Yoriko berlari ke arah Tuan Mun, rupanya pria itu tidak membawa senjata api. "Ini, Tuan Mun bawa saja pistol ku," ucapnya menyerahkan pistol Glok 45 Gap yang dia pegang. Kemudian Yoriko pergi meninggalkan Tuan Mun tanpa menunggu lama. Untung saja Yoriko selalu membawa senjata cadangan, jadi dia tidak kewalahan di saat seperti ini. Perempuan itu berlari ke luar pelabuhan, dia memperhatikan sekeliling. Kondisi yang ramai di pelabuhan membuatnya harus ekstra hati-hati. Selain itu, Yoriko juga semakin kesusahan mencari target yang dia tuju. "Sial! aku tidak menemukan apa pun," geram Yoriko sembari memberikan pukulan mentah ke awang-awang. Dia frustasi
Di Gangnam sendiri, Ashraf tengah duduk melihat beberapa anggota yang tengah berlatih bela diri di ruangan yang ada di bagian belakang kediaman. Para anggota El Abro itu memang berlatih di dalam ruangan hari ini karena di luar masih tertutup salju. Akan tetapi pikirannya tidak bisa fokus pada para anak buahnya. Pikirannya menjelajah ke mana-mana, beberapa hari terakhir dia memang merasa gelisah. "Ashraf, kau baik-baik saja? Tampaknya kau kurang sehat," ucap Master Wang yang memang ikut berlatih di ruangan itu. Dia baru saja beristirahat setelah setengah jam Wushu. Ashraf yang ditanya pun hanya tersenyum kaku. Dia tidak terlalu dekat dengan Master Wang, tapi dia juga tidak bisa menjauhinya. Sekarang, pria di sampingnya ini adalah bagian dari El Abro dan dia sendiri yang sudah membawanya masuk ke kelompok mafia. "Aku baik-baik saja Master, mungkin sedikit kelelahan?" Balas Ashraf. Master Wang mengangguk samar, dia ikut duduk di samping Ashraf sembari meneguk air mineral dari dalam
"Bu-bukan seperti itu, hanya saja kali ini aku ingin mempercayai perasaan ku sendiri." Entahlah hanya jawaban seperti itu yang akhirnya keluar dari mulut Ashraf. Lizi di seberang sana makin tertawa terbahak-bahak dibuatnya. ["Hah! Sudahlah, terserah kakak saja. Aku akan beristirahat malam ini, sampai jumpa."] Setelah mengatakan itu Lizi mematikan sambungan telepon. Ashraf masih diam di tempatnya, dia memandang kosong ke layar ponselnya. "Kalau saja ibu masih hidup, aku pasti akan meminta nasihat darinya." Ashraf bergumam pelan sembari tersenyum getir. Dia benar-benar merindukan sang ibu sekarang, mendadak Ashraf kembali mengingat saat dimana ibunya dinyatakan tiada hari itu. Hatinya terasa sakit dan sesak, dia tidak berbuat apa-apa saat berhadapan dengan takdir. "Aku akan membalas Blair Fulton bagaimana pun caranya," gumam pria itu dengan lirih. Sedangkan di pelabuhan Gunsan, Yoriko dan Tuan Mun tengah bersembunyi di balik tumpukan tong kosong yang ada di pelabuhan. Dari jarak k