Alvaro menikah dengan Siti atas perjodohan keluarganya. Tapi tampaknya, pernikahan ini bakal berakhir dengan menyedihkan. Itu karena Siti membencinya. Dia kira Alvaro cuman penipu yang mau curi harta keluarganya. Oleh karena itu, Siti bertekad mau menceraikannya. Tapi dia tidak tahu, Alvaro ini sebenarnya adalah dokter terkenal dengan sebutan "Tangan Dewa". Dia juga adalah pemilik organisasi terbesar di dunia, Organisasi Kujaya.
View MoreRegina duduk di belakang mejanya, membungkuk di atas setumpuk angka. Penanya menggores halaman saat dia menghitung baris terakhir. Sebuah ketukan pelan memecah keheningan."Masuk," katanya, menggosok matanya dengan dua jari."Kau terlihat sibuk, Regina," kata sebuah suara yang familier. "Pernah terpikir untuk menyewa seseorang untuk membantumu?"Kepalanya tersentak. "Alvaro?"Dia melangkah masuk menyeringai."Alvaro!" serunya. Wajahnya berseri-seri seperti matahari terbit. Dia mendorong kursinya ke belakang dan memeluknya dengan hangat. "Aku sudah menunggumu. Rasanya sudah lama sekali.""Gimana kabarmu?" tanyanya sambil menarik diri dan tersenyum."Lihat sendiri," katanya, menunjuk ke sekeliling kantor."Tempat baru untuk anak-anak, sempurna. Semuanya ternyata lebih baik dari yang kubayangkan. Berkat pinjaman yang kami dapatkan dengan bantuanmu, kami berhasil mewujudkannya. Anak-anak senang, Alvaro. Sangat senang.""Senang mendengarnya," katanya sambil menepuk bahu Regina dengan lembut
Alvaro menarik napas perlahan dan menyesap anggurnya. "Boleh aku tanya sesuatu?"Yohan terkekeh, mengisi ulang gelasnya dari botol yang diambil dari cincin spasialnya. "Tentu saja, apa pun itu. Kita punya waktu semalaman.""Di antara pembalasan dendam keluargamu dan kehidupan nyaman yang kau bangun di sini," tanya Alvaro, "mana yang lebih penting?"Dia bertanya bukan karena penasaran, tetapi karena ini berkaitan dengan urusannya sendiri.Dia seorang raja sekarang. Dia bisa hidup damai tanpa bayangan dendam lama.Waktu itu dia masih terlalu kecil untuk mengingat orang tuanya, terlalu muda untuk benar-benar merasakan ikatan yang dikatakan semua orang telah hilang darinya.Dia harus mengakui, hubungannya dengan gurunya lebih kental daripada darah, lebih dalam daripada apa pun yang pernah dia rasakan untuk orang tuanya sendiri.Dan sekarang setelah dia duduk di atas takhta, dia terkadang bertanya-tanya, apakah lebih baik jika dia mengubur masa lalu, berhenti mengejar pembalasan dendam, dan
"Aku nggak punya waktu untuk ini!" bentak Alvaro. "Setiap detik aku melihatmu, aku teringat Jumadi, dan itu membuatku ingin menghancurkan wajahmu yang menyebalkan itu!""Tunggu, tunggu," kata Yohan cepat, darah masih menetes dari hidungnya. "Sebentar saja. Kau pasti ingin melihat ini."Dia melepas cincin dari jarinya. Dalam sekejap, sebuah meja piknik kecil terbentang di tanah, lengkap dengan dua kursi, sebotol anggur tua, dua gelas, dan sekotak es yang belum mencair.Alvaro tertegun, matanya terbelalak. "Apa-apaan ini ...?"Yohan tersenyum, puas melihat reaksinya. Orang-orang selalu tampak tercengang setiap kali dia melakukan ini."Segala sesuatu di dunia ini aneh dan menakjubkan bagi mata yang terbuka lebar. Lihat? Anggurnya sudah dingin, kursi siap dalam hitungan detik." Dia menyeka hidungnya, menuangkan anggur dengan ketelitian seorang sommelier, lalu mendorong satu gelas ke arah Alvaro.Alvaro menatap meja, lalu menatapnya. "Gimana kau bisa...." Suaranya terdengar tercekat antara
Alvaro menapak menuju sisa reruntuhan vila Yohan."Yohan! Dasar berengsek!" teriak Alvaro."Jangan bilang kau sudah mati di reruntuhan ini, dasar lemah. Gimana kau bisa menginginkan takhta kalau kau hancur di atas tumpukan batu?"Yohan tidak sekuat Satria, si monster tua. Tidak ada orang yang sekuat itu.Walaupun begitu, Yohan termasuk di antara lima petarung terbaik di negeri ini. Dia bangkit dari reruntuhan, debu dan kain compang-camping menempel pada tubuhnya, separuh bajunya sobek, dadanya terbuka seperti menantang maut."Siapa kau? Beraninya menghancurkan rumahku!" teriak Yohan, suaranya serak antara marah dan ketakutan."Kau tahu siapa aku." Alvaro melangkah maju hingga mereka berhadapan."Alvaro?" Yohan mencibir sambil menyeka debu dari bibirnya."Bukankah kau orang yang menghabisi Keluarga Gunawan, bagian dari Organisasi Kujaya? Kau telah dibuang. Apa yang kau lakukan di sini?""Anggap saja Raja nggak tahan sama kelakuanmu dan mengutusku kembali ke Organisasi Kujaya untuk membe
"Alvaro, kau kenal Jumadi Kusuma?" tanya Joselin, wajahnya berseri-seri, campuran antara harapan dan kebahagiaan.Sebelum Alvaro sempat menjawab, Jumadi menyela dengan cepat, "Joselin, pria ini pernah merawat adik perempuanku, Jasmin Kusuma. Karena itulah kami saling kenal."Mata Alvaro menyipit."Jumadi Kusuma," katanya perlahan. "Aku nggak tahu penipuan apa yang kau lakukan, tapi sebaiknya kau menjauh dari Joselin.""Alvaro! Apa yang kau lakukan?" bentak Joselin, terkejut dengan sikap permusuhannya yang tiba-tiba."Percayalah, Joselin," ujar Alvaro dengan suara rendah dan tajam. "Pria ini berniat jahat."Jumadi meraih Joselin, wajahnya tampak lelah dan putus asa."Joselin, sudah kubilang nggak ada yang percaya padaku," katanya, suaranya bergetar. "Semua orang membenciku karena hal-hal yang bahkan nggak kulakukan. Kumohon, lepaskan aku sebelum mereka juga berbalik melawanmu. Sejak aku lahir dengan nama Kusuma, aku diperlakukan seperti penjahat atas dosa-dosa yang nggak pernah kulakuka
Tembakan itu mengoyak bahu Febrian. Dia terkulai, jeritan parau meledak dari dadanya.Jeritan Jesika menggelegar di udara, serak dan panik, matanya terpaku pada suaminya saat rona merah menyebar di kemejanya bagai kebakaran hutan."Beraninya kau menembaknya? Dia ayah Jasmin Kusuma, Gubernur Kota Rosia."Bibir penjaga itu menyeringai. Dia kembali menembak bahu Febrian yang lain tanpa ragu."Kau masih bilang aku nggak berani?" katanya."Bilang sekali lagi, dan aku akan terus menembak sampai dia mati. Satu-satunya alasan aku belum membunuh kalian berdua adalah karena kalian keluarga Gubernur Jasmin. Kalau nggak, kalian pasti sudah mati."Wajah Jesika memucat karena marah dan malu."Beraninya kau!" semburnya, menerjang penjaga itu dengan tangan yang menggapai-gapai.Penjaga itu tidak ragu. Dia menembak lengan dan kedua paha Jesika. Dia ambruk, anggota badannya tak berdaya, jeritan tercekat di tenggorokannya."Sudah kubilang, jangan bergerak.""Kau menembak seorang wanita?" Febrian tersenta
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments