"Kirani? Kok kamu ke sini? Bukannya kamu menemani anakmu di rumah sakit?" Theo mengerutkan kening ketika membuka pintu apartemen dan mendapati Kirani yang berdiri di depan pintu."Boleh aku masuk?""Tentu saja!" Theo langsung meraih pinggang Kirani dan membawa perempuan itu duduk di sofa ruang tamu."Bos sudah mau berangkat kerja?" Kirani memindai penampilan Theo yang sudah rapi."Iya.""Baru pukul tujuh pagi.""Aku memang selalu siap pada pukul tujuh pagi. Hanya saja kemarin itu asisten pribadiku terlambat datang."Kirani tertunduk karena merasa tertampar mendengar ucapan Theo. Di hari pertama bekerja, dia datang pada pukul tujuh pagi. Pantaslah Theo menghukumnya seperti itu."Ada apa? Kangen sama ciumanku?" Theo tersenyum dan duduk di samping Kirani. Lelaki itu memutar tubuh Kirani dan menatap Kirani dengan seksama."Mata teduh ini terlihat sangat lelah. Lihatlah, ada lingkaran hitam di bawahnya." Theo mengusap-usap bagian bawah mata Kirani yang memang seperti mata panda."Kenapa ka
"Ya ampun, Kirani ke mana ya? Kok lama sekali dia perginya?" Ibunya Kirani merasa gelisah karena Kirani tak kunjung kembali ke rumah sakit.Wanita paruh baya itu gelisah karena tadi Kirani hanya berpamitan hendak mengembalikan uang yang ia pinjam. Namun sampai tiga jam waktu berlalu, Kirani tak kunjung kembali ke rumah sakit."Mana teleponku nggak diangkat lagi," gerutu perempuan itu.Ia kembali melakukan panggilan telepon pada ponsel Kirani. Namun lagi-lagi teleponnya tak diangkat, sehingga ia pun mengirimkan pesan berkali-kali.Theo yang sudah terlelap merasa terusik mendengar ponsel Kirani yang berada di dalam tas terus berbunyi sedari tadi. Lelaki itu pun meraih tas milik Kirani untuk mengambil ponsel dan membuka pesan yang masuk di ponsel perempuan itu."Kirani, Kevin menanyakan kamu sejak tadi. Kamu ke mana saja?""Kirani, kamu bisa bantu gantian jagain Kevin, nggak? Ibu mau pulang sebentar." Ada beberapa rentetan pesan yang dikirimkan oleh ibunya Kirani. Semua pesan itu menyim
"Ini?""Untukmu." Theo mengambil anting berukuran mungil yang berada di tangan Kirani.Lelaki itu menyibak rambut Kirani dan menguncirnya ke belakang. Lalu memasangkan anting yang ada di tangan Kirani di bagian kanan."Cantik. Secantik orang yang memakainya." Theo berbisik di telinga Kirani. Lelaki itu menyentuh daun telinga Kirani membuat bulu kuduk Kirani seketika meremang.Theo lalu memutar wajah Kirani agar bisa memasang satu anting lagi di telinga kiri perempuan itu. Ia tersenyum bahagia melihat Kirani yang sudah memakai anting mungil berbentuk mutiara."Kenapa Bos memberikan anting ini?" Tanya Kirani seraya meraba anting yang sudah menempel di telinganya."Karena kamu tidak mempunyai anting, 'kan?"Kirani tertunduk mendengar ucapan Theo. Ia memang sudah lama tidak memakai anting. Lebih tepatnya semenjak ia mengetahui bahwa Kevin menderita penyakit kanker getah bening yang mengharuskannya mengeluarkan banyak uang untuk biaya pengobatan putranya itu."Tapi aku tidak pantas memakai
"Kirani." Theo kembali mengeratkan pelukan dan menahan Kirani yang hendak keluar dari kamarnya. "Aku mohon sekali ini Saja. Bukankah butuh berapa hari untuk kita memulai taruhan itu? Aku pasti sangat merindukannya," lirih Theo.Kirani memejamkan mata. Ia sebenarnya sudah mulai merasa terbiasa dengan ciuman yang dilabuhkan oleh Theo. Namun ada rasa khawatir, jika justru Kirani terjebak dalam ciuman itu dan membuatnya berharap jika suatu saat Theo mencintainya.Theo memutar tubuh Kirani dan memeluk pinggang perempuan itu dengan erat. Ia sedikit membungkuk dan memiringkan kepala agar posisinya pas dengan Kirani.Kirani menarik napas dalam-dalam. Ia memejamkan mata ketika mulai merasakan deru napas Theo yang semakin mendekat di wajahnya.Bibir keduanya mulai menyatu dan menempel dengan sempurna. Theo melumat bibir Kirani dengan penuh kelembutan. Ia tidak memainkan lidahnya karena memang hanya ingin fokus menikmati bibir manis yang menjadi candu baginya."Maukah kamu berjanji padaku?" Theo
"Hey, buka matamu." Theo memegang pergelangan tangan Kirani yang menutupi wajah perempuan itu."Nggak mau.""Buka matamu.""Nggak mau." Kirani menahan tangannya agar tidak membuka wajahnya karena ia tidak ingin melihat Theo yang hanya memakai celana pendek saja.Theo merasa gemas melihat Kirani yang tak kunjung membuka tangannya. Lelaki itu menarik tangan Kirani dengan sekuat tenaga, sehingga akhirnya mereka berdua tersungkur di lantai dengan posisi Theo yang berada di bawah dan Kirani menindih tubuh Theo yang bertelanjang dada."Bos." Kirani berdesis ketika matanya bertemu dengan mata Theo. Jarak mereka yang begitu dekat membuat keduanya saling bertatapan."Aku merindukanmu." Theo langsung melabuhkan ciumannya di bibir Kirani. Ia menghisap bibir Kirani dengan lembut dan hati-hati."Bos. Bukankah kita ...." Kirani hendak mengatakan tentang perjanjian yang mereka buat tadi malam, bahwa Theo tidak boleh menyentuh apalagi mencium bibirnya jika dirinya tidak melakukan kesalahan. Namun ka
Kirani menepis tangan Tomo yang hendak menyentuh bahunya. Ia tidak sudi disentuh oleh lelaki yang sudah menanam luka dalam hidupnya. Hal itu membuat Tomo semakin marah dan mendekati Kirani. "Aku hanya ingin memastikan kalau kamu benar-benar seorang janda yang bisa menjaga harga diri," ujar Tomo. Lelaki itu terus mendekati Kirani. Melihat gelagat tidak baik dari Tomo, membuat Kirani mundur beberapa langkah. Ia harus mencari cara bagaimana agar bisa menghindari Tomo yang sepertinya ingin melecehkannya. "Kirani. Aku menunggumu membawakan kopi untukku!" Tiba-tiba Theo muncul di balik pintu. Hal itu membuat Kirani merasa lega. Ia benar-benar terkejut melihat wajah Theo yang memperlihatkan ketidaksukaan pada situasi yang dilihatnya. "Ternyata kamu malah di sini? Ngobrol dengan klienku? Kamu antarkan kopi itu ke ruanganku sekarang!" Theo langsung menyeret langkah Kirani menaiki tangga menuju ruangannya. Kirani menoleh ke belakang. Ia bisa melihat bagaimana kesalnya Tomo karena aksinya y
"Di mana Theo? Kenapa dia tidak ada di ruangannya?" Wira menutup kembali pintu ruangan Theo ketika tidak mendapati sahabat sekaligus atasannya di sana.Lelaki itu menghubungi ponsel Theo, tapi sampai berapa kali deringan, Theo tak kunjung menerima panggilannya. Hal itu membuat Wira semakin gelisah."Di saat genting seperti ini, dia malah menghilang." Wira duduk di kursi kebesarannya. Ia membaca email yang masuk di laptopnya."Aku akan datang hari ini untuk membicarakan tentang investasi yang aku tanam di sana." Email itu membuat kepala Wira rasanya hendak pecah. Ia harus segera memberitahukan kepada Theo tentang rencana kedatangan Bella yang akan mendatangi perusahaan mereka."Nah. Kirani. Yah sepertinya aku bisa menghubungi Kirani untuk menanyakan dimana keberadaan Theo," ujar Wira seraya menjentikkan jari jempol dan jari tengahnya. Ia langsung mencari nama Kirani di kontak teleponnya dan segera melakukan panggilan telepon pada asisten pribadi sahabatnya itu.Kirani menggeliat kecil
"Theo, Dari mana saja kamu?" Wira menghampiri Theo yang sedang menggendong Kirani menuju mobilnya."Aku harus membawa Kirani pergi. Dia sakit," sahut Theo dengan wajah cemas.Wira mengikuti langkah lebar Theo dan ingin memberitahukan tentang kedatangan Bella hari ini."Theo, tunggu! Ada hal penting yang mau aku bicarakan," ujar Wira menahan langkah Theo."Ada apa? Aku buru-buru. Nanti sajalah.""Bella akan datang ke sini hari ini. Dia ingin membicarakan tentang investasi yang ditanamnya di perusahaan kita," ujar Wira.Langkah Theo seketika terhenti. Lelaki itu menatap Wira sambil mengerutkan keningnya. "Sejak kapan aku menyetujui Bella investasi di perusahaan kita?" Tanya Theo."Dua bulan yang lalu. Bukankah kita sudah sepakat untuk menerima investasi dari perusahaan Mega.""Benar. Aku memang ingin menerima investasi dari perusahaan Mega, tapi kenapa ada Bella?" "Karena sekarang Bella adalah CEO dari perusahaan itu. Dan hari ini dia ingin bertemu denganmu untuk membicarakan investasi