"Membawamu terbang." Theo semakin merangkak di atas tubuh Kirani sehingga saat ini posisi wajah mereka sejajar."Di dalam perjanjian hanya disebutkan kalau Bos akan merawat saya sampai sembuh. Tidak dengan melakukan ...." Kirani seketika terdiam ketika Theo menaikkan selimut Kirani sampai ke dada."Melakukan apa? Bukankah memasangkan selimut pada pasien juga merupakan salah satu tugas merawat?" Dada Kirani semakin berdegup dengan kencang ketika Theo membelai wajahnya dengan lembut."Bos ... bisakah Bos menyingkir dari tubuhku?""Tidak.""Tapi aku mau tidur.""Aku juga." Theo pun langsung membaringkan tubuhnya di samping Kirani. Detik berikutnya lelaki itu menarik Kirani ke dalam dekapannya dan mengunci tubuh perempuan itu agar tidak pergi dari pelukannya."Bos. Kenapa kita harus tidur satu ranjang seperti ini?""Aku hanya tidak mau kalau nanti malam kamu tiba-tiba mengeluh saat merasakan sakit di lambungmu." Theo mengurai pelukannya dan menatap Kirani dengan seksama."Itu tidak akan
"Mas, kamu tidak berhak membawa Kevin dariku." Kirani bergegas menghadang Tomo yang sudah masuk ke dalam mobil.Perempuan itu menghadang mobil yang dibawa oleh Tomo dengan kedua tangannya."Ibu!" Kevin yang berada di dalam mobil berteriak ketika melihat Kirani yang sudah berada di depan mobil.Bocah kecil itu berusaha memberontak dari cengkraman tangan Ayahnya."Diam, Kevin. Aku lebih berhak mengasuhmu daripada Ibumu." Tomo membentak Kevin yang berusaha melepaskan diri darinya.Kevin semakin ketakutan mendengar suara bentakan dari lelaki yang sama sekali tidak dikenalnya. Bocah kecil itu terus memanggil-manggil nama Kirani."Buka pintunya!" Kirani menggedor-gedor kaca mobil dan berharap Tomo segera membuka kaca mobil itu.Namun Tomo malah meminta sopir pribadinya untuk melajukan mobil dengan kecepatan tinggi."Kevin!" Kirani menangis tersedu-sedu dan berusaha mengejar Kevin yang sudah dibawa pergi oleh Tomo. Perempuan itu segera menuju mobil milik Theo yang dikemudikan oleh anak buah
Cup"Bos!""Bibir ini hanya menjadi milikku!" Theo mengusap bibir Kirani setelah mengecupnya dengan lembut.Air mata Kirani semakin berderai mendengar syarat yang diajukan oleh Theo. Dia merasa keberatan jika bibirnya dikuasai sepenuhnya oleh Theo. Ia merasa masih memiliki harga diri yang harus dijaga. Tidak perlu sampai tubuhnya dijamah oleh lelaki yang bukan suaminya meskipun yang dijamah itu hanya bagian bibir saja."Aku tidak bisa memenuhi syarat ini! Bos hanya boleh mencium bibirku kalau aku melakukan kesalahan saja." Kirani berusaha membuang wajah.Namun kali ini, Theo membingkai wajahnya dan mengusap bibir Kirani dengan lebih intens.CupLagi lagi Theo melakukan kecupan di bibir Kirani dan melumatnya dengan penuh perasaan. Kirani yang tadinya hendak menolak ciuman dari Theo, seketika membiarkan lelaki itu melumat bibirnya dengan lembut."Bibir ini adalah candu untukku. Aku tidak rela jika ada orang lain yang menyentuhnya. Aku akan memberikan gajimu dua kali lipat setiap bulan j
"Aku harus segera ke rumah sakit untuk membayar biaya rumah sakit putraku." Kirani bangkit dari pangkuan Theo dan mengambil tas jinjingnya."Aku antar.""Nggak usah, Bos.""Ini sudah larut malam, Kirani." Theo mencegat pergelangan tangan Kirani dan menggandeng tangan perempuan itu keluar dari pintu apartemen.Mereka bergandengan tangan turun dari lift menuju mobil Theo. Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Kirani tidak berkata sepatah katapun. Ia membuang pandangan ke luar jendela sambil menatap pohon gelodokan yang berjejer dengan rapi yang meninggalkan bayangan karena terkena pantulan sinar rembulan."Kirani." "Iya, Bos.""Besok kamu nggak usah kerja dulu. Fokus aja pada kesehatan anakmu. Kamu boleh bekerja dua hari kemudian," ujar Theo sambil menatap lurus ke depan."Ehm, kenapa?""Kan anak kamu pasti membutuhkanmu disaat seperti ini. Biar semua pekerjaan kantor aku yang handle." Theo menoleh ke arah Kirani dan mengusap-usap pucuk kepala perempuan itu dengan mesra."Bagaimana
"Kirani? Kok kamu ke sini? Bukannya kamu menemani anakmu di rumah sakit?" Theo mengerutkan kening ketika membuka pintu apartemen dan mendapati Kirani yang berdiri di depan pintu."Boleh aku masuk?""Tentu saja!" Theo langsung meraih pinggang Kirani dan membawa perempuan itu duduk di sofa ruang tamu."Bos sudah mau berangkat kerja?" Kirani memindai penampilan Theo yang sudah rapi."Iya.""Baru pukul tujuh pagi.""Aku memang selalu siap pada pukul tujuh pagi. Hanya saja kemarin itu asisten pribadiku terlambat datang."Kirani tertunduk karena merasa tertampar mendengar ucapan Theo. Di hari pertama bekerja, dia datang pada pukul tujuh pagi. Pantaslah Theo menghukumnya seperti itu."Ada apa? Kangen sama ciumanku?" Theo tersenyum dan duduk di samping Kirani. Lelaki itu memutar tubuh Kirani dan menatap Kirani dengan seksama."Mata teduh ini terlihat sangat lelah. Lihatlah, ada lingkaran hitam di bawahnya." Theo mengusap-usap bagian bawah mata Kirani yang memang seperti mata panda."Kenapa ka
"Ya ampun, Kirani ke mana ya? Kok lama sekali dia perginya?" Ibunya Kirani merasa gelisah karena Kirani tak kunjung kembali ke rumah sakit.Wanita paruh baya itu gelisah karena tadi Kirani hanya berpamitan hendak mengembalikan uang yang ia pinjam. Namun sampai tiga jam waktu berlalu, Kirani tak kunjung kembali ke rumah sakit."Mana teleponku nggak diangkat lagi," gerutu perempuan itu.Ia kembali melakukan panggilan telepon pada ponsel Kirani. Namun lagi-lagi teleponnya tak diangkat, sehingga ia pun mengirimkan pesan berkali-kali.Theo yang sudah terlelap merasa terusik mendengar ponsel Kirani yang berada di dalam tas terus berbunyi sedari tadi. Lelaki itu pun meraih tas milik Kirani untuk mengambil ponsel dan membuka pesan yang masuk di ponsel perempuan itu."Kirani, Kevin menanyakan kamu sejak tadi. Kamu ke mana saja?""Kirani, kamu bisa bantu gantian jagain Kevin, nggak? Ibu mau pulang sebentar." Ada beberapa rentetan pesan yang dikirimkan oleh ibunya Kirani. Semua pesan itu menyim
"Ini?""Untukmu." Theo mengambil anting berukuran mungil yang berada di tangan Kirani.Lelaki itu menyibak rambut Kirani dan menguncirnya ke belakang. Lalu memasangkan anting yang ada di tangan Kirani di bagian kanan."Cantik. Secantik orang yang memakainya." Theo berbisik di telinga Kirani. Lelaki itu menyentuh daun telinga Kirani membuat bulu kuduk Kirani seketika meremang.Theo lalu memutar wajah Kirani agar bisa memasang satu anting lagi di telinga kiri perempuan itu. Ia tersenyum bahagia melihat Kirani yang sudah memakai anting mungil berbentuk mutiara."Kenapa Bos memberikan anting ini?" Tanya Kirani seraya meraba anting yang sudah menempel di telinganya."Karena kamu tidak mempunyai anting, 'kan?"Kirani tertunduk mendengar ucapan Theo. Ia memang sudah lama tidak memakai anting. Lebih tepatnya semenjak ia mengetahui bahwa Kevin menderita penyakit kanker getah bening yang mengharuskannya mengeluarkan banyak uang untuk biaya pengobatan putranya itu."Tapi aku tidak pantas memakai
"Kirani." Theo kembali mengeratkan pelukan dan menahan Kirani yang hendak keluar dari kamarnya. "Aku mohon sekali ini Saja. Bukankah butuh berapa hari untuk kita memulai taruhan itu? Aku pasti sangat merindukannya," lirih Theo.Kirani memejamkan mata. Ia sebenarnya sudah mulai merasa terbiasa dengan ciuman yang dilabuhkan oleh Theo. Namun ada rasa khawatir, jika justru Kirani terjebak dalam ciuman itu dan membuatnya berharap jika suatu saat Theo mencintainya.Theo memutar tubuh Kirani dan memeluk pinggang perempuan itu dengan erat. Ia sedikit membungkuk dan memiringkan kepala agar posisinya pas dengan Kirani.Kirani menarik napas dalam-dalam. Ia memejamkan mata ketika mulai merasakan deru napas Theo yang semakin mendekat di wajahnya.Bibir keduanya mulai menyatu dan menempel dengan sempurna. Theo melumat bibir Kirani dengan penuh kelembutan. Ia tidak memainkan lidahnya karena memang hanya ingin fokus menikmati bibir manis yang menjadi candu baginya."Maukah kamu berjanji padaku?" Theo